Prof. Said Karim: Kejati Tak Miliki Kewenangan Melakukan Penyidikan Berkaitan Perhitungan Nominal Kerugian Negara
Siswanto Azis, telisik indonesia
Sabtu, 17 Juli 2021
0 dilihat
Saksi Ahli Prof. Abrar Saleh dan Prof. Said Karim saat diambil sumpahnya di hadapan Mejelis Hakim PN Kendari. Foto: Siswanto Azis/Telisik
" Sidang praperadilan yang diajukan oleh Mantan Kepala Bidang Minerba Dinas Energi Dan Sumber Daya Mineral Sulawesi Tenggara, Yusmin, dilanjutkan dengan mendengar keterangan ahli dari dari pihak pemohon. "
KENDARI, TELISIK.ID - Sidang praperadilan yang diajukan oleh Mantan Kepala Bidang Minerba Dinas Energi Dan Sumber Daya Mineral Sulawesi Tenggara, Yusmin, dilanjutkan dengan mendengar keterangan ahli dari dari pihak pemohon.
Sidang digelar di Pengadilan Negeri Kendari, Sulawesi Tenggara, Jumat (16/7/2021).
Kedua saksi ahli adalah Prof. Dr. Abrar Saleh, SH, MH (Ahli Hukum Pertambangan) dan Prof. Dr. Said Karim, SH. MH, MSi (Ahli Hukum Pidana, Hukum Acara Pidana dan Hukum Tindak Pidana Korupsi). Kedua ahli itu adalah Guru Besar dari Universitas Hasanuddin (Unhas) Makassar.
Di hadapan majelis hakim Pengadilan Negeri Kendari Prof. Said Karim menerangkan bahwa Kejati Sultra tidak memiliki kewenangan melakukan penyidikan yang berkaitan dengan perhitungan nominal kerugian negara.
Sebab menurutnya, jika merujuk pada Keputusan Mahkamah Konstitusi dan Surat Edaran Mahkamah Agung Republik Indonesia, mengisyaratkan secara tegas bahwa lembaga yang berwenang melakukan penghitungan kerugian negara adalah Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI.
"Tapi jika Anda bertanya apakah ada kerugian negara yang dihitung oleh BPKP, maka dalam praktiknya, ada juga kerugian negara yang dihitung oleh BPKP," kata Prof. Said Karim dalam sidang praperadilan, di ruang Kartika PN Kendari.
Menurut dia, apabila terdapat kasus dalam bidang pertambangan, maka menurut Undang-Undang (UU) Pertambangan, yang berhak melakukan penyidikan adalah Aparatur Sipil Negara (ASN) yang diangkat dari Bidang Pertambangan.
"Tetapi yang tidak diperkenankan itu adalah penyidik melakukan perhitungan sendiri mengenai kerugian negara," tambahnya.
Baca juga: 6 Jam Geledah Kantor ESDM Sultra, Kejaksaan Agung Sita Sejumlah Dokumen
Baca juga: Pria Bejat di NTT Diduga Cabuli Balita
Apabila penetapan tersangka dilakukan oleh penyidik yang tidak berwenang dengan dasar hukum yang jelas, kata dia, maka penetapan tersangka yang disandangkan adalah tidak sah atau cacat yuridis dan batal demi hukum.
"Namun kewenangan putusan tersebut merupakan hak dari yang mulia pimpinan sidang," pungkas Said.
Sedangkan saksi ahli yang juga merupakan ahli hukum pertambangan, Prof. Abrar Saleh menambahkan, penertiban hukum dalam sektor kehutanan pada perkara Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dan Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) pertambangan, akan dilakukan oleh Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).
"Penetapan tersangka dengan dalih tindak pidana korupsi dengan penyalahgunaan wewenang jabatan oleh Kabid ESDM Sultra adalah tidak berdasar atas ketentuan hukum yang berlaku dan itu terkesan dipaksakan," katanya.
Abrar Saleh mengatakan, penyidik Kejati Sultra sangat tidak logis jika tunggakan PNBP PT. Toshida Indonesia sejak tahun 2010, dialihkan menjadi tanggung jawab Kabid Minerba ESDM Sultra yang hanya memiliki tupoksi pelaksanaan fungsi-fungsi pemerintahan di bidang pertambangan.
Prof Abrar berpesan dengan menyinggung adagium hukum yang sangat dikenal kalangan hukum bahwa lebih baik membebaskan seribu orang yang bersalah daripada menghukum satu orang yang tidak bersalah.
"Saya berpesan, lebih baik membebaskan seribu orang yang bersalah daripada menghukum satu orang yang tidak bersalah. Adagium ini penting bagi mereka yang mengadili dan memutus suatu perkara, seperti perkara Saudara Yusmin," pungkasnya.
Sebelumnya, Kejati Sultra menetapkan mantan Kabid Minerba Dinas ESDM Sultra, Yusmin, sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi yang merugikan negara sekitar Rp 226 miliar, pada Kamis (17/6/2021) lalu. (B)
Reporter: Siswanto Azis
Editor: Haerani Hambali