Puluhan Ribu Orang Desak Menteri Keuangan Buka Hasil Audit BPJS Kesehatan

Marwan Azis, telisik indonesia
Kamis, 25 Juni 2020
0 dilihat
Puluhan Ribu Orang Desak Menteri Keuangan Buka Hasil Audit BPJS Kesehatan
Layanan BPJS Kesehatan. Foto: Ist.

" Kami menilai publik sebagai peserta JKN yang rutin membayar iuran maupun warga negara - berhak tahu segala masalah dalam pengelolaan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) oleh BPJS Kesehatan karena itu akan berdampak pada hajat hidup orang banyak. "

JAKARTA, TELISIK.ID - Kebijakan pemerintah untuk menaikkan iuran BPJS Kesehatan menuai banyak penolakan dari masyarakat.

Di tengah penolakan tersebut, Lokataru Foundation dan Indonesia Corruption Watch (ICW) menyebarkan petisi online di change.org untuk mengutuk pemerintah yang tidak kunjung membuka informasi tentang hasil audit pengelolaan dana jaminan sosial yang diselenggarakan oleh BPJS Kesehatan.

“Kami menyayangkan langkah Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP), yang menggugat keputusan dari Komisi Informasi Pusat (KIP) yang memutuskan bahwa, hasil audit terhadap pengelolaan dana jaminan sosial oleh BPJS Kesehatan dibuka untuk publik. Per 16 Juni 2020 gugatan BPKP itu dikabulkan Majelis Hakim Pengadilan Tinggi Usaha Negara (PTUN) Jakarta, sehingga informasi hasil audit BPJS Kesehatan itu kembali tertutup untuk publik,”kata Egi Primayogha, Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) kepada Telisik.id di Jakarta (25/6/2020).

Egi juga menyayangkan, jawaban dari Kementerian Keuangan RI dipimpin Sri Mulyani yang menolak memberikan informasi hasil audit dengan alasan informasi tersebut bersifat dikecualikan.

Pihak BPKP dalam persidangan di KIP beralasan tidak dapat memberikan dokumen tersebut karena Kementerian Keuangan adalah pihak yang semestinya menyampaikan hasil audit kepada publik.

“Namun ketika kami meminta informasi tersebut ke Kementerian Keuangan, pihak Kementerian lambat merespon dan memberikan jawaban yang mengecewakan kami sebagai warga yang memiliki hak atas informasi. Publik pada akhirnya dirugikan oleh pelayanan publik yang buruk seperti ini,”ujarnya.

“Berdasarkan poin-poin hasil audit BPKP, kami menilai terdapat beberapa permasalahan dalam pengelolaan BPJS Kesehatan yang membuat badan hukum publik tersebut berkali-kali defisit seperti data kepesertaan yang carut marut, peserta mandiri yang tidak patuh bayar iuran, serta tindak kecurangan (fraud) yang dilakukan rumah sakit, BPJS Kesehatan, dan peserta,” tuturnya.

Baca juga: Politikus PDIP Minta Kapolri Usut Pembakaran Bendera Partainya

Diungkapkan, selain BPKP, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) juga telah melakukan Kajian Tata Kelola Dana Jaminan Sosial (DJS) Kesehatan pada 2019. Hasilnya menunjukkan tata kelola yang tidak efisien dan tidak tepat merupakan akar masalah defisit BPJS Kesehatan.

Sayangnya alih-alih mencari solusi dari beragam penyebab defisit BPJS Kesehatan berdasarkan hasil audit tersebut, pemerintah malah sepenuhnya membebankan defisit BPJS ke pundak warga dengan menetapkan kenaikan iuran.

Pertama melalui Perpres Nomor 75 Tahun 2019 yang kemudian dibatalkan Mahkamah Agung, lalu sekali lagi dengan Perpres 64 Tahun 2020 tentang Perubahan Kedua Atas Perpres Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan.

“Kami menilai publik sebagai peserta JKN yang rutin membayar iuran maupun warga negara - berhak tahu segala masalah dalam pengelolaan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) oleh BPJS Kesehatan karena itu akan berdampak pada hajat hidup orang banyak,” kata Fian Alaydrus - Asisten Peneliti Lokataru Foundation.

“Dalam Pasal 7 UU no 24 tahun 2011 tentang BPJS, publik bahkan telah dinyatakan sebagai pemilik BPJS Kesehatan. Bagaimana mungkin pemilik dari suatu badan dihalang-halangi untuk mengetahui informasi mengenai badan yang dimilikinya?,”imbuhnya.

Menurutnya, penutupan hasil audit ini bertolak belakang dengan semangat negara demokratis yang berpedoman pada hak asasi manusia, seperti termaktub dalam konsideran Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik. Apalagi pembukaan akses informasi hasil audit tersebut berkaitan dengan hak dasar warga, yakni hak atas jaminan kesehatan.

“Menanggapi keputusan PTUN Jakarta, Lokataru Foundation dan ICW mengajak publik untuk menandatangani petisi #BukaAuditBPJS. Kami berencana mengumpulkan dukungan sebanyak-banyaknya dan akan mengajukan banding guna membuka kembali hasil audit BPJS Kesehatan,”tambahnya.

Berdasarkan pantauan Telisik.id, petisi #BukaAuditBPJS di www.change.org/BukaAuditBPJS  pada pukul 14.55 WIB, Kamis (25/6/2020) telah ditanda tangani 28.029 dari 35.000 yang mereka targetkan.

Reporter: Marwan Azis

Editor: Sumarlin

Artikel Terkait
Baca Juga