Sembilan Bahasa Daerah di Sulawesi Tenggara Terancam Punah
Siti Nabila, telisik indonesia
Kamis, 09 Januari 2025
0 dilihat
Penyuluh Bahasa Balai Bahasa Provinsi Sulawesi Tenggara, Cahyo. Foto: Nabila/Telisik
" Sulawesi Tenggara (Sultra) dikenal dengan kekayaan budaya dan bahasa yang dimiliki oleh berbagai suku yang mendiami wilayah tersebut "
KENDARI, TELISIK.ID – Sulawesi Tenggara (Sultra) dikenal dengan kekayaan budaya dan bahasa yang dimiliki oleh berbagai suku yang mendiami wilayah tersebut.
Namun, saat ini, sejumlah bahasa daerah di Provinsi Sultra terancam punah akibat berkurangnya jumlah penutur, terutama di kalangan generasi muda. Tanpa upaya pelestarian yang serius, bahasa-bahasa ini berisiko hilang dan terlupakan.
Penyuluh Bahasa Balai Bahasa Provinsi Sultra, Cahyo, mengungkapkan bahwa ada sembilan bahasa asli yang digunakan di provinsi ini, yakni Bahasa Tolaki, Muna, Wolio, Culambacu, Kulisusu, Cia-Cia, Wakatobi, Moronene, dan Lasalimu Kamaru.
“Bahasa-bahasa daerah di Sulawesi Tenggara sebagian besar mengalami kemunduran. Beberapa di antaranya terancam punah jika tidak segera dilakukan upaya pelestarian,” ujar Cahyo, Kamis (9/1/2024).
Kemunduran bahasa daerah di Sultra disebabkan oleh sejumlah faktor. Salah satunya adalah berkurangnya jumlah penutur bahasa daerah, terutama yang berusia lanjut, sementara generasi muda cenderung enggan menggunakan bahasa tersebut.
Baca Juga: Janji Manis Mendikdasmen Abdul Mu'ti Luluskan Supriyani Guru PPPK Tak Terbukti
Faktor lainnya termasuk perkawinan beda suku, rasa gengsi terhadap bahasa daerah, serta lingkungan yang kurang mendukung penggunaan bahasa daerah dalam kehidupan sehari-hari.
Cahyo memberikan contoh tentang Bahasa Moronene di Kabupaten Bombana, yang berdasarkan penelitian Pusbanglin Badan Bahasa dan KBST 2021, menunjukkan angka indeks kumulatif 0,54.
Nilai ini menandakan bahwa Bahasa Moronene mengalami kemunduran dan berisiko punah. Selain itu, berdasarkan hasil penelitian KBST 2019, Bahasa Tolaki di Kota Kendari juga berada pada posisi terancam punah, dengan indeks rerata sebesar 0,36.
Bahasa daerah lainnya, seperti Culambacu, Kulisusu, dan Cia-Cia, juga menghadapi nasib serupa, terutama di daerah perkotaan yang semakin heterogen dan kurangnya penutur yang fasih.
Untuk mengatasi permasalahan ini, Balai Bahasa Provinsi Sultra telah memulai upaya revitalisasi bahasa daerah pada tahun 2024. Fokus awal dari revitalisasi ini adalah Bahasa Tolaki, yang berdasarkan penelitian menunjukkan kemunduran yang signifikan.
“Kami memulai revitalisasi Bahasa Tolaki di tujuh kabupaten/kota, yaitu Konawe, Konawe Utara, Konawe Selatan, Kolaka Utara, Kolaka Timur, dan Kota Kendari,” jelas Cahyo.
Setelah revitalisasi Bahasa Tolaki, Balai Bahasa berencana untuk menambah satu bahasa daerah lagi yang akan direvitalisasi pada tahun depan. Hal ini dilakukan karena keterbatasan pendanaan dan jumlah sumber daya manusia.
Cahyo menilai bahwa peran masyarakat sangat penting dalam melestarikan bahasa daerah. Sebuah bahasa tidak akan punah selama penuturnya masih aktif menggunakannya dalam kehidpan sehari-hari.
Baca Juga: Sidang MK Gugatan Pilgub Sulawesi Tenggara 2024 Jumat Siang, Bisa Disaksikan di Kanal Ini
“Jika suatu bahasa tidak digunakan, maka lama kelamaan bahasa tersebut akan dilupakan dan punah dengan sendirinya. Ketika bahasa punah, identitas budaya kita juga ikut hilang,” imbuh Cahyo.
Revitalisasi bahasa daerah diyakini sangat penting untuk memastikan bahwa bahasa-bahasa yang ada di Sultra tetap lestari dan digunakan oleh generasi muda.
Cahyo menegaskan, keberhasilan revitalisasi tergantung pada komitmen dari penutur bahasa untuk terus melestarikannya.
“Intinya, penutur bahasa tersebut harus mau dan berkomitmen untuk melestarikannya. Itulah kunci utama dari keberhasilan revitalisasi bahasa daerah,” ujarnya.
Melalui upaya pelestarian diharapkan bahasa-bahasa daerah di Sultra dapat bertahan dan terus hidup, meskipun di tengah perubahan zaman yang pesat. (C)
Penulis: Siti Nabila
Editor: Mustaqim
* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS