SK Pembentukan Pansus DPRD Busel Digugat di PTUN
Deni Djohan, telisik indonesia
Rabu, 16 September 2020
0 dilihat
Kuasa Hukum DPRD Busel, Bosman. Foto: Ist.
" Benar bahwa setiap warga negara memiliki hak untuk menggugat. Tetapi kalau objek gugatannya adalah SK Pansus maka harus dilihat dulu dengan baik. "
BUTON SELATAN, TELISIK.ID - Surat keputusan (SK) nomor: 3/DPRD/2020 DPRD Buton Selatan (Busel) terkait pembentukan Pansus terhadap dugaan penggunaan ijazah palsu Bupati Busel, La Ode Arusani digugat di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Kendari.
Senin, (14/9/2020) lalu, sidang perdana dengan nomor gugatan 34/G/2020/ptun.kdi, atas materi pemeriksaan formalitas perkara dengan penggugat, La Ode Arusani dan Dodi Hasri digelar. Namun sidang akhirnya ditunda mengingat objek gugatan penggugat keliru.
Pasalnya, dalam gugatannya, penggugat yang dikuasakan oleh Imam Ridho Angga Yuwono menggugat pejabat dalam hal ini unsur pimpinan yang terdiri dari Ketua DPRD Busel beserta dua wakilnya.
Kuasa Hukum DPRD Busel, Bosman menerangkan, apabila objek gugatannya adalah penerbitan SK pembentukan Pansus, maka harusnya objek gugatannya adalah lembaga atau institusi DPRD, bukannya person. Pasalnya, penerbitan SK tersebut diambil melalui rapat paripurna.
"Nah, dalam sidang tersebut, penggugat meminta waktu satu Minggu untuk memperbaiki gugatannya. Terkait apakah sidang dilanjutkan atau tidak, nanti kita lihat setelah perbaikan," beber mantan Ketua KPU Sultra itu saat dikonfirmasi melalui sambungan ponselnya, Selasa (15/9/2020).
"Benar bahwa setiap warga negara memiliki hak untuk menggugat. Tetapi kalau objek gugatannya adalah SK Pansus maka harus dilihat dulu dengan baik," tambahnya menerangkan.
Ia menjelaskan, Pansus hak angket tersebut bersifat adhoc atau sementara. Artinya, kinerja Pansus memiliki masa kerja. Jika masa kerja Pansus berakhir maka dengan sendiri objek sengketa secara hukum sudah tak ada. Bila objeknya sudah tak ada, maka sudah pasti tak ada lagi yang perlu digugat.
Baca juga: Laporan Rajiun atas Bupati Muna Ditunda Polda Sultra
"Menurut kalen kami, Pansus ini dibentuk pada 23 Juni 2020. Dalam ketentuannya baik itu PP Nomor 12 Tahun 2018 tentang Pedoman Penyusunan Tatib, MD3 dan Peraturan DPRD Buton Selatan (Busel) Nomor 1 Tahun 2019 tentang Penyusunan Tatib DPRD Busel dijelaskan, masa kerja Pansus paling lama 60 hari kerja," ungkapnya.
Jika dirunut kembali ke belakang lanjutnya, maka masa kerja Pansus terhitung sampai tanggal 17 September 2020. Hitungan itu tidak termasuk hari kerja, Sabtu-Minggu dan tanggal merah sebanyak tiga kali, yakni Hari Raya Idul Adha, 17 Agustus dan tahun baru Islam.
"Artinya, ketika perkara ini melewati tanggal 17 September, maka gugatan penggugat itu sudah kehilangan objek," terangnya.
Kedua tambahnya, gugatan PTUN menyangkut hal yang berhubungan dengan fungsi pemerintahan. Sehingga menurutnya, SK DPRD terkait Pansus itu tak menyangkut pelaksanaan fungsi pemerintahan melainkan fungsi pengawasan DPRD. Sehingga secara absolude, PTUN itu tidak memiliki kewenangan.
"Dalam prakteknya juga kasus ini sudah pernah diputuskan oleh Pengadilan Jakarta nomor 159/G/2017/PTUN.jkt terkait gugatan Moh Saleh terhadap DPR RI menyangkut hak angket DPR RI atas pembentukan Pansus. Dalam putusan tersebut, PTUN menolak gugatan tersebut karena tidak memiliki kewenangan. Kurang lebih kasus ini sama dengan yang terjadi di Busel saat ini," tambahnya.
Sedangkan terkait hak imunitas DPRD, Bosman mengaku, jika hal itu tidak dimasukan dalam jawaban. Kendati begitu, namun dalil-dalil bantahan atas gugatan tersebut telah ia siapkan. Hanya saja, sidang perdana ditunda sampai pekan depan.
"Saya mengajukan esepsi terhadap kewenangan absolude DPRD. Seharusnya esepsi ini diputus pada sidang perdana supaya perkara selesai," tutupnya.
Reporter: Deni Djohan
Editor: Kardin