Sri Lanka Bangkrut, Ini Pelajaran Bagi Indonesia
Fitrah Nugraha, telisik indonesia
Senin, 27 Juni 2022
0 dilihat
Warga Sri Lanka kehabisan bahan bakar akibat negara bangkrut. Foto: Repro CNBC Indonesia/AP Photo
" Akibat gagal bayar utang, Sri Lanka kekurangan komoditas bahan bakar. Karena tidak mampu untuk melakukan impor "
JAKARTA, TELISIK.ID - Sri Lanka dinyatakan gagal membayar utang luar negeri (ULN) yang mencapai US$ 51 miliar atau Rp 754,8 triliun (kurs Rp 14.800).
Akibat dari kegagalan tersebut, ekonomi dari negara berpenduduk 22 juta orang itu pun runtuh hingga dicap bangkrut.
Dikutip dari tirto.id, akibat gagal bayar utang, Sri Lanka kekurangan komoditas bahan bakar. Karena tidak mampu untuk melakukan impor.
Pemerintah Sri Lanka bahkan memutuskan untuk menutup sekolah dan menghentikan layanan pemerintahan. Tujuannya untuk menghemat cadangan bahan bakar yang hampir habis.
Kebangkrutan Sri Lanka itu pun sontak menarik perhatian berbagai negara, termasuk Indonesia.
Pasalnya, kebangkrutan Sri Lanka harus menjadi peringatan serius bagi negara lain. Begitupun juga Indonesia agar lebih memperhatikan kondisi utang.
"Gagal bayar utang Sri Lanka harus jadi pelajaran bagi negara lain, termasuk Indonesia. Rasio utang Sri Lanka naik drastis dari 42% di 2019 menjadi 104% di 2021 salah satunya karena beban pengeluaran selama pandemi, utang infrastruktur dan kegagalan mengatasi naiknya harga barang atau inflasi," kata Direktur Center of Economic and Law Studies (CELIOS), Bhima Yudhistira, dikutip dari detik.com, pada Minggu (26/6/2022).
Olehnya itu, pemerintah diminta agar mengelola utang luar negeri secara hati-hati karena pengelolaan yang buruk bisa mendatangkan musibah ekonomi seperti di Sri Lanka.
Tercatat ULN Indonesia pada April 2022 sebesar US$ 409,5 miliar, turun dibandingkan posisi pada bulan sebelumnya US$ 412,1 miliar.
"Kalau ada pemerintah ugal-ugalan menambah utang dan selalu bilang rasio utang aman, sementara tidak ada yang rem, maka perlu diwaspadai ancaman krisis utang dalam beberapa tahun ke depan," tegas Bhima mengingatkan.
Krisis di Sri Lanka dinilai bisa memicu larinya aliran modal asing dari pasar surat utang di Indonesia. Meskipun hubungan dagang antara Indonesia dan Sri Lanka terbilang kecil, kata Bhima, persepsi investor dan kreditur akan menganggap negara berkembang/lower middle income country memiliki risiko yang tinggi.
Baca Juga: 2 Negara Ini Larang Penggunaan TikTok
"Indonesia dan Sri Lanka sama-sama negara lower-middle income countries. Krisis di Sri Lanka berisiko memicu pelarian modal dari pasar surat utang di Indonesia," bebernya.
Bhima juga mengingatkan, risiko kenaikan suku bunga dan inflasi bisa membuat beban utang luar negeri semakin berat karena imbal hasil surat utang mengalami kenaikan dalam beberapa tahun ke depan.
Menurut data Asian Development Bank (ADB), yield SBN tenor 10 tahun telah mengalami kenaikan 102,9 basis poin sejak awal tahun (ytd) menjadi 7,41%.
Baca Juga: Ada Apa dengan Sri Lanka? Bangkrut hingga Makan pun Susah
"Kreditur tentu memaksa agar bunga utang semakin tinggi sebagai kompensasi dari naiknya inflasi. Ini situasi yang sangat buruk bagi pengelolaan utang pemerintah," tuturnya.
Krisis di Sri Lanka telah membuat warga serba kekurangan komoditas makanan, bahan bakar minyak (BBM), obat-obatan, hingga listrik karena tidak mampu melakukan impor. (C)
Penulis: Fitrah Nugraha
Editor: Haerani Hambali