Surah Al-Maun, Siapa Orang yang Mendustakan Agama?

Fitrah Nugraha, telisik indonesia
Senin, 08 Juni 2020
0 dilihat
Surah Al-Maun, Siapa Orang yang Mendustakan Agama?
Kitab suci Al-Quran. Foto: IBTime.ID

" Dalam surat Al-Maun dijelaskan bahwa, selain menjalani ibadah pada Allah SWT, umat Muslim juga harus memberikan bantuan kepada anak yatim dan tidak menghardiknya serta tidak mendustakan agama. "

KENDARI, TELISIK.ID - Al-Quran adalah kitab suci yang menjelaskan segala perkara, termasuk memberikan informasi kepada orang-orang yang mendustakan agama.

Surat Al-Maun termasuk ke dalam golongan surat Makkiyah yang memiliki tujuh ayat. Firman Allah yang diturunkan setelah surat Al-Quraisy ini merupakan surat ke-107 Al-Quran dan memiliki arti bantuan penting atau hal-hal yang berguna, bermanfaat, dan kebaikan.

Dalam surat Al-Maun dijelaskan bahwa, selain menjalani ibadah pada Allah SWT, umat Muslim juga harus memberikan bantuan kepada anak yatim dan tidak menghardiknya serta tidak mendustakan agama.

Berikut bacaan surat Al Maun lengkap dengan tulisan latin, dan terjemahannya:

1. a raaitalladzii yukadzdzibu biddiin. 

Artinya: Tahukah kamu (orang) yang mendustakan agama?

2. fadzaalikalladzii yadu'ul yatiim

Artinya: maka itulah orang yang menghardik anak yatim

3. wa laa ya?u??u 'alaa ?a'aamil-miskiin

Artinya: Dan tidak mendorong memberi makan orang miskin.

4. fa wailul lil mu?alliin

Artinya: Maka celakalah orang yang salat,

5. alladziina hum 'an ?alaatihim saah?n

Artinya: (yaitu) orang-orang yang lalai terhadap salatnya,

6. alladziina hum yuraa?n

Artinya: yang berbuat riya

7. wa yamna'u?nal-maa'?n

Artinya: dan enggan (memberikan) bantuan.

Baca juga: Lima Orang Hilang di Hutan Saluro Luwu Timur Ditemukan Selamat

Keutamaan surat Al-Maun

Surat Al Maun tidak hanya memberikan peringatan kepada umat Muslim untuk bersikap baik kepada anak yatim, tapi juga menegaskan gambaran mengenai beberapa hal. Seperti orang-orang yang tidak mau membayar zakat, enggan membantu fakir miskin, dan mempunyai harta yang cukup baik, namun tidak memiliki kepedulian terhadap lingkungannya.

Terkait hal tersebut, Rasulullah SAW pernah bersabda untuk memberikan peringatan yang berbunyi:

"Tidaklah beriman kepadaku seseorang yang bermalam dalam keadaan kenyang, padahal tetangganya yang di sampingnya dalam keadaan lapar sedangkan ia mengetahuinya." (HR Thabrani)

Tafsir Ringkas Kemenag dari ayat 1-3:

Tahukah kamu, wahai Rasul, orang yang mendustakan agama dan mengingkari hisab serta hari pembalasan di akhirat nanti?

Jika engkau ingin tahu, maka dia itulah orang yang menghardik anak yatim, menyakiti hatinya, dan berbuat zalim kepadanya dengan menahan haknya. Dia tidak lagi peduli terhadap anak yang sudah kehilangan tumpuan hidupnya itu.

Dia juga tidak mendorong orang lain untuk memberi makan orang miskin yang tidak mempunyai kecukupan untuk memenuhi keperluan hidupnya sehari-hari. Bila dia enggan mendorong orang lain untuk memberi makan dan memperhatikan kesejahteraan anak yatim, bagaimana mungkin dia, dengan kekikiran dan kecintaannya pada harta, mendorong dirinya sendiri untuk berbuat demikian?

Baca juga: Salat Jumat Dibuat Secara Bergelombang, Begini Penegasan MUI

Tafsir Kemenag

Dalam ayat ini, Allah menghadapkan pertanyaan kepada Nabi Muhammad, "Apakah engkau mengetahui orang yang mendustakan agama dan yang dimaksud dengan orang yang mendustakan agama?" Pertanyaan ini dijawab pada ayat-ayat berikut.

Allah lalu menjelaskan bahwa, sebagian dari sifat-sifat orang yang mendustakan agama. Yaitu, orang-orang yang menolak dan membentak anak-anak yatim yang datang kepadanya untuk memohon belas-kasihnya demi kebutuhan hidupnya. Penolakannya itu sebagai penghinaan dan takabur terhadap anak-anak yatim itu.

Sifat pendusta agama berikutnya adalah, tidak mengajak orang lain untuk membantu dan memberi makan orang miskin. Bila tidak mau mengajak orang memberi makan dan membantu orang miskin, berarti ia tidak melakukannya sama sekali. Berdasarkan keterangan di atas, bila seorang tidak sanggup membantu orang-orang miskin maka hendaklah ia menganjurkan orang lain agar melakukan usaha yang mulia itu.

Baca juga: Tiga Atsar Ramadan: Refleksi di Bulan Syawal

Sedangkan Tafsir Ringkas Kemenag dari ayat 4-7:

Maka binasa dan celakalah orang salat yang memiliki sifat-sifat tercela berikut. Yaitu orang-orang yang menentang salatnya, yang menyetujui tidak memenuhi ketentuannya, mempersiapkannya di luar, bermalas-malasan, dan lalai akan tujuan pelaksanaanya.

Tidak hanya itu, mereka jugalah yang melakukan ria, baik dalam salatnya maupun semua yang dilakukan. Dia beramal tanpa rasa ikhlas, diterima demi mendapat pujian dan penilaian baik dari orang lain.

Dan di samping itu, mereka juga enggan memberikan bantuan kepada sesama, bahkan untuk meminta bantuan barang sehari-hari yang sepele. Hal ini menjadi buruk bagi orang lain. Dengan begitu, lengkaplah keburukan mereka. Selain tidak beridabah kepada Tuhan dengan sempurna, mereka pun tidak membawa komitmen kepada manusia.

Tafsir Kemenag

Dalam ayat-ayat ini, Allah mengungkapkan satu tantangan yaitu, celakalah orang-orang yang mengerjakan salat dengan tubuh dan lidahnya, tidak sampai ke pemulihan. Dia lalai dan tidak menyadari apa yang diucapkan lidahnya dan yang dikerjakan oleh anggotanya. Ia rukuk dan sujud dalam situasi lalai, ia menentang takbir tetapi tidak mengerti apa yang diucapkannya.

Semua itu hanya gerak biasa dan kata-kata hafalan hanya-mata yang tidak bisa apa-apa, tidak ubahnya seperti robot.

Baca juga: Lima Nilai Dahsyat Zakat yang Tersembunyi

Orang-orang yang mendustakan agama, yaitu orang munafik. Ancaman itu tidak ditujukan untuk orang-orang muslim yang awam, tidak mengerti Bahasa Arab, dan tidak tahu tentang apa yang dibacanya. Jadi orang-orang awam yang tidak mengerti makna dari apa yang dibacanya dalam salat tidak termasuk orang-orang yang lalai seperti yang disebut dalam ayat ini.

Allah selanjutnya menambah penjelasan tentang sifat orang pendusta agama, yaitu mereka melakukan perbuatan-perbuatan lahir hanya karena ria, tidak terkesan pada jiwanya untuk meresapi rahasia dan hikmahnya.

Allah menambahkan lagi dalam ayat ini sifat pendusta itu, yaitu mereka tidak mau menyediakan barang-barang yang dibutuhkan oleh orang-orang yang membutuhkannya, sedang barang yang tidak layak diterima, seperti periuk, kapuk, cangkul, dan lain-lain.

Keadaan orang yang membesarkan agama berbeda dengan agama orang yang mendustakan agama, karena yang pertama tampak dalam tata cara yang jujur, adil, terima kasih, pemurah, dan lain-lain. Sementara sifat pendusta agama adalah ria, bebas, aniaya, takabur, kikir, memandang rendah orang lain, tidak mementingkan yang lain selain memercayai sendiri, bangga dengan harta dan kedudukan, dan juga tidak diperbolehkan sebahagian dari hartanya, baik untuk keperluan perseorangan maupun untuk masyarakat.

Reporter: Fitrah Nugraha

Editor: Sumarlin

Baca Juga