PSI dan Peluang Kaesang Calon Gubernur DKI Jakarta

Efriza, telisik indonesia
Minggu, 31 Maret 2024
0 dilihat
PSI dan Peluang Kaesang Calon Gubernur DKI Jakarta
Efriza, Dosen Ilmu Politik di Beberapa Kampus dan Owner Penerbitan. Foto: Ist.

" Ada persepsi dan opini berkembang bahwa langkah memuluskan Kaesang sebagai Cagub DKJ masih terbuka dengan mengikuti preseden naiknya Gibran Rakabuming Raka yang bisa maju sebagai calon wakil presiden (cawapres) karena melalui judicial review di Mahkamah Konstitusi (MK) "

Oleh: Efriza

Dosen Ilmu Politik di Beberapa Kampus dan Owner Penerbitan

JIKA berdasarkan aturan syarat calon gubernur (cagub) Daerah Khusus Jakarta (DKJ) adalah 22 kursi. Maka, Partai Solidaritas Indonesia (PSI) berdasarkan hasil Pemilihan Umum Legislatif (Pileg) Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) DKJ bahwa memperoleh kursi diperkirakan sebanyak 9 kursi sebagai partai urutan ke-7.

PSI hanya mengantongi suara sebanyak 465.936 suara atau 7,68 persen. Ini menunjukkan PSI butuh dua partai politik lainnya untuk membangun koalisi. Njelimetnya adalah PSI masuk dalam kategori partai politik sebagai “pemain baru” untuk urusan Pemilihan Umum Kepala Daerah (Pilkada) DKJ.

Ini menunjukkan berdasar kepartaian maka diyakini PSI akan kurang diperhitungkan. Meski begitu, PSI mencoba menawarkan dua sosok cagub yakni Kaesang Pangarep yang merupakan Ketua Umumnya, dan Wakil Ketua Dewan Pembina Grace Natalie. Tulisan ini ingin menelisik lebih jauh tentang peluang PSI dalam kancah politik lokal Pilkada DKJ, sebagai berikut.

Kaesang Terhalang, Opsi ke MK Mungkin Diabaikan

Kaesang Pangarep anak bungsu dari putra presiden Joko Widodo ini, jika berdasarkan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas UU Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota menyatakan, “minimal usia Calon Gubernur adalah 30 tahun.” Ini menunjukkan usia Kaesang tidak memenuhi persyaratan sebagai cagub DKJ di Pilkada Serentak 2024 ini.

Ada persepsi dan opini berkembang bahwa langkah memuluskan Kaesang sebagai Cagub DKJ masih terbuka dengan mengikuti preseden naiknya Gibran Rakabuming Raka yang bisa maju sebagai calon wakil presiden (cawapres) karena melalui judicial review di Mahkamah Konstitusi (MK).

Sepertinya Presiden Jokowi dan Kaesang tidak akan mau memilih opsi ini. Sebab, malah menjadi blunder yang akan mengganggu stabilitas politik nasional utamanya menjelang pelantikan Prabowo-Gibran yang terpilih sebagai calon presiden (capres) dan cawapres dari hasil Pemilihan Umum Presiden (Pilpres) 2024 ini.  

Disisi lain, Pasangan Koalisi kubu 01 Anies-Muhaimin dan kubu 03 Ganjar-Mahfud sedang berproses dan mencari keadilan di pengadilan MK, untuk mencoba mendiskualifikasi pasangan Prabowo-Gibran akibat keputusan memberikan “karpet merah” kepada Gibran sebagai cawapres. Jadi sepertinya Presiden Jokowi dan Kaesang memilih mencari aman, karena kemungkinan untuk mengajukan judicial review dan peluang diterima oleh MK, sangat kecil.

Bahkan, ketimbang meneruskan upaya membangun politik kekerabatan dan/atau politik dinasti yang sedang keluarga Jokowi bangun tetapi akan dapat berdampak terhadap stabilitas politik negara jika pasangan Prabowo-Gibran dilantik, maka diprediksi memungkinkan lebih baik mengurungkan niat memuluskan Kaesang untuk sebagai cagub DKJ.

Dorong Kaesang sebagai Cawagub

Harus diakui langkah yang terlalu berani dan juga konyol, jika untuk memuluskan Kaesang melalui pengajuan judicial review via MK agar persyaratan yang menghalangi Kaesang sebagai Cagub dihilangkan dengan adanya norma baru dari MK layaknya kasus Gibran.  

Baca Juga: Berebut Kursi Ketua DPR Periode 2024-2029

Presiden Jokowi bisa aja akan memilih bermain aman dengan opsi lainnya yakni menempatkan kembali anaknya untuk posisi calon wakil gubernur (Cawagub) semata. Kasus Kaesang diperkirakan akan bermain bersih dari terjadinya unsur tidak etis dan tidak bermoral jika via MK kembali, seperti sebelumnya untuk memuluskan Gibran menggunakan unsur Pamannya Anwar Usman.

Wajar akhirnya, PSI mencoba menarasikan opsi baru berupa mengajukan Wakil Ketua Dewan Pembina, Grace Natalie. Grace berhasil mendapatkan suara terbanyak pada Pileg 2024 di Daerah Pemilihan (Dapil) Daerah Khusus Ibu kota (DKI) Jakarta III yang meliputi wilayah Jakarta Barat, Jakarta Utara, dan Kepulauan Seribu.

Dari Dapil itu, Grace berhasil mendapatkan perolehan 193.556 suara. Ini yang membuat PSI optimis bahwa Grace telah membuktikan juga dipercaya oleh warga Jakarta Barat hingga Jakarta Utara. Wajar pula jika Grace dinilai layak sebagai figur internal PSI yang layak menjadi cagub dan cawagub DKJ.

Tak bisa dimungkiri memang ketika mengajukan Kaesang sebagai cagub juga dapat menghadirkan persepsi lainnya bahwa telah terjadinya persaingan tak sehat dari keluarga Jokowi. Persepsi dimaksud seperti adanya “matahari kembar” antara Gibran dan Kaesang, yang keduanya putra dari Presiden Jokowi tampak diperkirakan berebut pengaruh di kancah politik nasional ke depannya.

Oleh sebab itu, Kaesang masih punya opsi lain. Hanya saja Kaesang menurunkan levelnya yakni untuk calon wakil gubernur (cawagub), karena syarat usianya 25 tahun. Sedangkan Kaesang diketahui lahir pada 25 Desember 1994 yang artinya sudah cukup layak diajukan karena berusia sudah diatas minimal yakni 29 tahun.

Artinya, Kaesang lebih memenuhi persyaratan sebagai cawagub ketimbang cagub, juga ini menunjukkan sepertinya Kaesang akan lebih memungkinkan didorong sebagai cawagub ketimbang posisi cagub yang tak memenuhi persyaratan.  

Apa Kaesang Punya Daya Tarik?

Langkah Wakil Ketua Dewan Pembina PSI, Grace Natalie yang mengusulkan memposisikan Presiden Jokowi sebagai Ketua dari koalisi besar Koalisi Indonesia Maju (KIM) episode kedua ini, disinyalir ada gerakan untuk memuluskan Kaesang sebagai cawagub.

Ini memungkinkan, langkah Presiden Jokowi diposisikan sebagai ketua koalisi pemerintahan adalah sebagai "cawe-cawe" episode kedua pasca Pilpres agar dapat memuluskan politik kekeluargaan dari anak-anaknya.

Jika langkah ini akan dipilih dan dilakukan, maka tampak wajar beberapa minggu ini ada upaya bahwa koalisi pemerintah sedang diupayakan untuk dijadikan koalisi besar dan/atau koalisi plus dari para pendukung pemerintahan.  

Presiden Jokowi diperkirakan sedang mengupayakan agar bisa segera menggagalkan koalisi kubu 01 dan 03 untuk bersama berkoalisi di Pilkada DKJ. Dengan mengambil satu atau dua partainya seperti Nasdem dan PKB. Maka, bukan semata koalisi pemerintahan besar sebagai pendukung pemerintahan Prabowo-Gibran jika terpilih, tetapi juga koalisi ini bisa diarahkan untuk memuluskan pengajuan Kaesang sebagai cawagub DKJ.

Baca Juga: PPP Terlempar dari Senayan

Hanya saja pertanyaannya siapa yang akan diperkirakan sebagai cagub pendamping Kaesang. Diprediksi kemungkinan besar dari tiga partai besar pendukung pemerintahan dari koalisi besar, mengandaikan, yakni Gerindra, Partai Golkar atau Partai Nasdem.

Ini menunjukkan bahwa kans Kaesang masih besar dalam Pilkada DKJ 2024 dengan perkiraan mengisi posisi cawagub. Tetapi syaratnya Presiden Jokowi harus kembali "cawe-cawe" untuk membangun dinasti politik dari keluarganya.  

Meski peluang Kaesang masih ada dua yakni sebagai cagub dan cawagub, hanya saja resiko besar jika memilih cagub DKJ. Sebab, terjadi episode kedua atas tragedy ketatanegaraan berupa tindakan tidak etis dan kurang bermoral dari Presiden Jokowi yang membantu anaknya meraih jabatan di republik ini.

Jika opsi itu dipilih dan dipaksakan, memungkinkan gelombang protes penolakan terhadap Kaesang, karena ada preseden Gibran yang akhirnya terpilih, disinyalir karena cawe-cawe Presiden Jokowi yang sekaligus Ayah dari Gibran. Jadi yang rasional adalah Kaesang dimajukan sebagai cawagub.

Namun, karena posisi PSI sebagai “partai pemain baru” perlu adanya upaya membangun koalisi besar plus. Rasanya jika tanpa itu, Kaesang masih memungkinkan turut serta berkompetisi tetapi belum tentu menang. Jadi diperkirakan, Presiden Jokowi masih akan “cawe-cawe” untuk mengarahkan pembentukan koalisi dan memuluskan kiprah politik Kaesang.

Jadi menjelang Pilkada DKJ ini memungkinkan PSI ingin bisa bermain di kancah politik nasional dan politik lokal lebih greget, sehingga bisa dianggap dan diperhitungkan oleh partai-partai politik lainnya.

Diperkirakan tetap adanya dorongan dari ayahnya Kaesang yang merupakan Presiden saat ini untuk memuluskan kiprah PSI dan kiprah politik Kaesang. Wajar akhirnya, PSI mengatakan partainya berideologi “jokowisme,” partai politik yang sangat ketergantungan kepada Jokowi sebagai presiden. (*)

 

* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS 

Artikel Terkait
Atlit

Atlit

Kolumnis Selasa, 17 Maret 2020
Baca Juga