Tradisi Berjualan Sayur Bobor ketika Menyapih Anak

Affan Safani Adham, telisik indonesia
Minggu, 21 Juni 2020
0 dilihat
Tradisi Berjualan Sayur Bobor ketika Menyapih Anak
Sayur bobor bagi sebagian masyarakat Jawa identik dengan proses menyapih anak. Foto: Affan Safani Adham/Telisik

" Menu lengkap dhaharan di Yogyakarta terdiri dari nasi yang dilengkapi dengan jangan dan lawuh. Jangan adalah masakan dari sayuran. Sedangkan lawuh adalah lauk-pauk teman sayuran. "

YOGYAKARTA, TELISIK.ID - Budaya serta tempat wisata bersejarah, bukanlah satu-satunya daya tarik Kota Yogyakarta. Ketika mampir ke pasar tradisional, kita bakalan terperangah merasakan kuliner enak yang harganya murah meriah.

Makanan sudah menjadi bagian dari kebutuhan manusia sehari-hari. Dalam sebuah tradisi orang Jawa, hal yang tersedia di meja makan yakni dhaharan -- atau dikenal dengan istilah makanan -- menjadi hal yang selalu diperhatikan.

Kata dhaharan berasal dari bahasa Jawa dhahar yang berarti makanan. Dhaharan adalah makanan besar bagi masyarakat Yogyakarta.

Menu lengkap dhaharan di Yogyakarta terdiri dari nasi yang dilengkapi dengan jangan dan lawuh. Jangan adalah masakan dari sayuran. Sedangkan lawuh adalah lauk-pauk teman sayuran.

Selain itu, dhaharan juga dilengkapi dengan pelengkap berupa sambal dan kerupuk.

Menurut buku "Ensiklopedi Yogyakarta", dhaharan para Kanjeng Sinuwun, kerabat ndalem di Keraton, dan di rumah-rumah para pangeran, memiliki beragam sajian dan lengkap. Dhaharan tersebut berupa sega, jangan, lawuh, serta pelengkap. Ada pula yang berkaitan dengan upacara yang disebut suguhan. Ada juga yang menjadi dhaharan sehari-hari. Untuk hal ini dikenal aneka macam nasi lengkap dengan aneka jangan dan lawuh.

Di Yogyakarta terdapat berbagai macam dhaharan dengan sayur yang sudah dikenal berabad-abad, antara lain bobor, lodeh kluwih, brongkos, opor, besengek, dan mangut pindang.

Untuk sayur bobor, jenis sayur ini juga menjadi kegemaran sang Sultan. Terbuat dari daun singkong dan labu siam, sayur ini memiliki cita rasa yang unik.

Perpaduan gurih dan manis didapat dari kuah yang diberi campuran santan dengan tambahan bumbu rempah khas. Sayur ini sangat nikmat disantap bersama sambal terasi saat hujan turun.

Baca juga: Hari Ayah Sedunia Diperingati Hari Ini, Begini Sejarahnya

Sayur bobor merupakan salah satu masakan yang banyak ditemukan di wilayah Yogyakarta, Jawa Tengah dan sekitarnya.

Masakan yang sudah ada sejak zaman dahulu ini merupakan sayur berkuah santan encer dengan isian bayam, kangkung, daun singkong atau daun kacang.

Kandungan pada bayam yang kaya nutrisi seperti vitamin A, B, C, K, magnesium, zat besi, asam folat, kalsium, potasium dan sodium membuat santapan ini begitu menyehatkan.

Sayur bobor bagi sebagian masyarakat Jawa, identik dengan proses menyapih anak. Lho, memang ada hubungannya? Ada dong! Sebagian masyarakat Jawa tersebut memiliki tradisi berjualan sayur bobor ketika menyapih anaknya.

Itu zaman dulu. Dan saat ini kita sudah jarang mendapati orang yang melakukan tradisi tersebut. Mungkin dikarenakan di zaman yang serba modern ini orang lebih suka praktisnya saja. Enggan melakukan hal-hal yang merepotkan dan mungkin juga memakan biaya. Padahal, ditilik dari nilai filosofisnya, bagus juga lho.

Masih tersimpan jelas dalam ingatan sebagian orang Yogyakarta, dulu para tetangga datang ke rumah yang sedang memiliki gawe (masak). Mereka berduyun-duyun membawa mangkuk dan mengantre untuk membeli sayur bobor. Tak hanya membawa mangkuk. Mereka juga membawa kreweng (pecahan genteng).

Pecahan genteng itu untuk membeli sayur bobor dalam tradisi menyapih. Krewenglah yang digunakan sebagai uang atau alat bayarnya. Seru, bukan?

Pengertian menyapih sendiri adalah proses bertahap, yaitu mula-mula mengurangi frekuensi pemberian ASI sampai dengan berhentinya proses pemberian ASI dari ibu pada anaknya.

Baca juga: Pria Memaksa Masuk ke Mako Brimob Miliki Riwayat Gangguan Jiwa

Di kalangan orang Jawa, menyapih anak biasanya dimasakkan sayur bobor yang terdiri dari daun bayam, labu siam, serta daun kemangi. Sebagai pelengkap, sayur tersebut biasanya disertai sambal dari parutan kelapa -- seperti bumbu gudangan, tapi tidak manis -- yang disebut sambal jenggot.

Menyapih biasanya dilakukan saat anak sudah saatnya berhenti menyusu dari ibunya. Biasanya ketika berusia 18-24 bulan.

Berdasarkan yang kita lihat dulu-dulu, seorang anak ada yang mudah bisa disapih dan ada pula yang sulit dipisahkan dari ASI. Oleh karena itu, dilakukanlah tradisi berjualan sayur bobor ini.

Mengapa keluarga si anak yang disapih berjualan sayur bobor? Hal tersebut dilakukan agar anak yang disapih merasa senang karena banyak orang berdatangan ke rumahnya.

Harapannya, tentu saja agar perhatiannya ke ASI akan teralihkan. Dan, mengapa para pembeli harus membawa kreweng sebagai alat bayarnya? Dalam bahasa Jawa, ada sebuah kata majemuk gembeng-kreweng, yang berarti cengeng sekali (gembeng = cengeng, rewel).

Dengan digunakannya kreweng sebagai alat bayar, dimaksudkan agar anak yang sedang disapih tidak rewel atau nangis terus. Oleh karena gembengnya sudah bersatu dengan kumpulan kreweng yang nantinya akan dibuang.

Selain itu, apa yang terkandung dalam sayur bobor juga menyehatkan.

Bagaimanapun, sebagian masyarakat suka dengan apa yang dimaksudkan dalam tradisi berjualan sayur bobor. Alasannya, tentu saja agar bisa mendapatkan sayur bobor bermodal pecahan genteng.

Reporter: Affan Safani Adham

Editor: Haerani Hambali

Artikel Terkait
Baca Juga