Urgensi Penilaian Kesehatan Bakal Calon Presiden dan Wakil Presiden 2024

Zaenal Abidin, telisik indonesia
Minggu, 03 September 2023
0 dilihat
Urgensi Penilaian Kesehatan Bakal Calon Presiden dan Wakil Presiden 2024
Zaenal Abidin, Ketua Umum PB Ikatan Dokter Indonesia Periode 2012-2015. Foto: Ist.

" PB IDI menyurat kepada HIMPSI agar mengirimkan psikolog terbaiknya guna menyertai tim dokter spesialis kedokteran jiwa. Dan juga meminta kepada perhimpunan dokter spesialis terkait untuk menunjuk dua dokter terbaiknya, dengan syarat: anggota IDI, STR dan SIP masih berlaku, telah bekerja sebagai dokter 20 tahun dan 15 tahun sebagai dokter spesialis "

Oleh: Zaenal Abidin

Ketua Umum PB Ikatan Dokter Indonesia Periode 2012-2015

BERDASARKAN informasi KPU: https://infopemilu.kpu.go.id., pemungutan dan perhitungan suara pemilihan Presiden dan Wakil Presiden berlangsung 14 Februari 2024 dan 15 Februari 2024. Artinya, kurang lebih lima bulan lagi pesta demokrasi tersebut akan berlangsung. Kita sangat berharap agar seluruh rangkaiannya berlangsung lancar dan tanpa menyisakan polemik sesudahnya.  

Masih segar dalam ingatan kita, terjadinya polemik serius terkait status kesehatan Presiden yang terpilih di dalam Sidang Umum MPR RI, 1999. Paling menonjol setelah empat orang dokter menyampaikan surat rekomendasi kepada Ketua DPR RI dan terpublikasi luas, Maret 2001. Isinya menjelaskan status kesehatan Presiden ditinjau dari tiga faktor: saraf, kejiwaan, dan penglihatan.

Karena itu, menjelang Pemilu 2004, melalui suratnya, KPU meminta bantuan PB IDI sebagai organisasi profesi dokter satu-satunya, yang imparsial untuk menilai kesehatan bakal calon (balon) Presiden dan Wakil Presiden 2004. Secara kebetulan, di dalam UU No.23 Tahun 2003 tentang Pemilu Presiden dan Wakil Presiden terdapat syarat, “mampu secara rohani dan jasmani”.

KPU beralasan, ingin meletakkan keputusannya dalam kerangka positif, profesional, dan bersifat teknis adminatratif (bukan politis) guna menjamin proses pemilihan Presiden dan Wakil Presiden yang berkualitas. Karena itu, PB IDI pun menyambut baik ajakan KPU dan juga berusaha meletakkan dalam kerangka tanggung jawab profesi kepada bangsa dan negara.  

Penyusunan Panduan Penilaian

Setelah KPU memberi sinyal akan meminta bantuan IDI maka PB IDI segera melakukan rapat terbatas. Rapat yang dipimpin oleh Ketua Umum PB IDI (Prof. Farid A. Moeloek) didampingi Wakil Ketua Umum (dr. Fachmi Idris) tersebut langsung masuk kepada inti persoalan. Dokter Fachmi mengatakan bahwa IDI belum memiliki pengalaman dan belum punya panduan penilaian kesehatan balon Presiden dan Wakil Presiden. Karena itu, perlu penyusunan panduan yang mengacu standar profesi dokter.

Sebelum menyusun panduan, PB IDI kembali bertemu KPU guna menanyakan syarat sehat seperti apa yang dimintanya. Namun KPU belum bisa memberi jawaban sebab syarat  yang tercantum di dalam UU No. 23 Tahun 2003 sebab sangat normatif. Karena itu PB IDI minta penjelasan mengenai tugas utama Presiden dan Wakil Presiden dalam kesehariannya? KPU kemudian menjelaskan secara singkat dan selebihnya meminta IDI untuk menginterpretasikan sebagaimana syarat yang ada di dalam undang-undang.  

Berdasarkan permintaan KPU tersebut, PB IDI mengadakan rapat dengan dewan penasehat, ketua-ketua majelis, dan beberapa dokter senior. Hadir pula Karumkit RSPAD yang telah berpengalaman melakukan medical check up perajurit TNI. Rapat terbilang alot, sebab membahas interpretasi kalimat, “Calon Presiden harus memenuhi syarat mampu secara rohani dan jasmani untuk melakukan tugas dan kewajiban sebagai Presiden dan Wakil Presiden.”

Dari rapat tersebut diambil konsensus, kata “mampu” diinterpretasikan sebagai sehat. Sementara kata “rohani" diinterpretasikan sebagai mental atau jiwa. Bahwa kata rohani mempunyai makna yang amat luas, termasuk ide, sikap dan perilaku beragama atau kepercayaan, namun itu tidak diperiksa sebab cukup sulit dan tidak menjadi domain kesehatan. Intepretasi didasarkan atas definisi sehat menurut WHO dan pengertian kesehatan menurut Undang-Undang No.23 Tahun 1992 tentang Kesehatan.

Baca Juga: Urgensi Mitigasi Risiko Penyelenggara Pemilu 2024

Rapat juga menyepakati bahwa Calon Presiden dan Wakil Presiden tidak harus bebas dari penyakit, impairment (kecacatan), namun setidaknya ia harus mampu melakukan kegiatan fisik sehari-hari secara mandiri tanpa gangguan (disabilitas) selama lima tahun ke depan. Dan tidak memiliki gangguan jiwa sehingga kehilangan kemampuan melakukan observasi, menganalisa, mengambil keputusan, dan mengomunikasikannya.

Bagian yang harus diperiksa sehubungan tugas utama Presiden Wakil Presiden juga disepakati. Seperti MMPI (Minnesota Multiphasic Personality Inventory) untuk kesehatan jiwa. Penyakit dalam, jantung dan pembuluh darah, paru, bedah, urologi, ortopedi, obstetri-ginekologi (perempuan), neurologi, mata, THT-KL, gigi dan mulut untuk kesehatan jasmani.  

Pemeriksaan lain, yakni: pemeriksaan penunjang (wajib dan atas indikasi), pemeriksaan laboratorium (darah dan urin, petanda tumor atas indikasi, dan papsmear bagi calon perempuan). Karena banyak pemeriksaan, sehingga perlu disepakati spesialisasi yang akan terlibat.

Terkait tim pemeriksa, PB IDI menyurat kepada HIMPSI agar mengirimkan psikolog terbaiknya guna menyertai tim dokter spesialis kedokteran jiwa. Dan juga meminta kepada perhimpunan dokter spesialis terkait untuk menunjuk dua dokter terbaiknya, dengan syarat: anggota IDI, STR dan SIP masih berlaku, telah bekerja sebagai dokter 20 tahun dan 15 tahun sebagai dokter spesialis.  

Syarat lain, tim pememiksan adalah independen. Bukan anggota partai, bukan dokter pribadi balon Presiden dan Wakil Presiden atau anggota Dokter Kepresidenan, bukan bawahan langsung dari balon Presiden dan Wakil Presiden akan diperiksan, terpercaya dan mempunyai reputasi baik di atas rata-rata peer grupnya, serta mendapat mandat dari perhimpunan spesialisnya.  

Seluruh tim dokter tersebut akan bersama dengan tim rumah sakit untuk melakukan pemeriksaan. PB IDI juga menyurat kepada lima fakultas kedokteran tertua di Indonesia agar mengirimkan guru besarnya untuk menjadi tim pengarah.

Rapat pada hari atau pekan berikutnya adalah rapat rutin menyusun panduan. Rapat ini terkait bidang keilmuan dan keahlian. Karenanya, tidak jarang terjadi perdebatan ilmiah tingkat tinggi, sampai anggota tim harus menunjukkan beberapa buku teks dan jurnal terbaru guna pendukung argumentasinya.  

Setelah panduan selesai, dilakukan survei rumah sakit sesuai kriteria yang ada di buku panduan. Pada tahun 2004, tiga rumah sakit rujukan nasional di Jakarta yang disurvei, RSPAD Gatot Subroto, RSCM, dan RSP Pertamina. Berdasarkan laporan tim survei serta berbagai pertimbangan, disepakati RSPAD sebagai tempat pemeriksaan.

Berikutnya, PB IDI menerbitkan Surat Keputusan (SK) Tim Penilai dan Panduan, serta rekomendasi rumah sakit tempat pemeriksaan kepada KPU, guna mendapatkan pengukuhan dengan SK KPU. Setelah SK KPU terbit sahlah Panduan Penilaian, resmi pula Tim Penilai dan RSPAD sebagai tempat pemeriksaan. Artinya, semua bekerja atas permintaan dan atas nama KPU. Hasilnya akan dilaporkan kepada KPU untuk dijadikan pertimbangan.

Pemeriksaan oleh Tim Independen yang Kompeten

Seluruh anggota tim pemeriksa betul-betul independen, imparsial, kompeten, serta sadar bahwa pemeriksaan kesehatan yang akan dilakukan selama minimal delapan jam, bukan medical check up (MCU) biasa. Penuh harapan dan konsekuensi, sehingga perlu kehati-hatian. Bila semua pasangan lolos tentu tidak ada masalah. Namun, bila ada yang tidak lolos maka KPU hasus menyurat kepada parpol pengusung untuk mengganti balon yang tidak lolos. Dan selanjutnya mengikuti jadual pemeriksaan pada gelombang kedua.

Karena itu, jauh hari sebelum pemeriksaan, KPU sudah harus menyampaikan panduan penilaian, protokol pemeriksaan, jadual pemeriksaan kepada parpol pengusung serta  semua pasangan balon. Mengapa? Sebab balon perlu mengikuti beberapa protokol sebelum diperiksa. Misalnya: berpuasa satu hari sebelumnya, pada jam 06.30 balon diminta minum air putih sebanyak dua gelas dan tidak boleh buang air kecil sampai selesainya pemeriksaan USG (08.00-08.25). Bagi balon perempuan, agar 10 hari sebelum hari pemeriksaan (papsmear) tidak melakukan hubungan seksual.

Sehari sebelum pemeriksaan, seluruh anggota tim telah berkumpul di rumah sakit tempat pemeriksaan untuk melakukan simulasi. Dan pada hari pemeriksaan, setiap jam 07.00 seluruh anggota tim berkumpul di ruang rapat rumah sakit untuk melakukan briefing yang dipimpin Penanggung Jawab (Ketua Umum PB IDI), didampingi Ketua Tim Pengarah, Ketua Tim Pelaksana, Ketua Tim Pemeriksa, dan Karumkit. Hadir pula Anggota KPU sebagai Penasihat. Briefing selalu diawali dengan pembacaan doa dan pengucapan Sumpah Dokter Indonesia.  

Setelah briefing, seluruh anggota tim menuju ruang pemeriksaan di MCU dan tempat lain yang telah ditentukan. Tes kepribadian dan psikopatologi MMPI (Minnesota Multiphasic Personality Inventory) merupakan salah satu penilaian yang menyita waktu cukup lama, 90 menit.

Baca Juga: Hilirisasi vs Korupsi, Mari Kita Bicara

Sore hari, setelah rangkaian pemeriksaan usai, seluruh anggota tim penilai kembali berkumpul di ruang rapat untuk melakukan rapat pleno yang dipimpin oleh Penanggung Jawab. Mendengarkan laporan pemeriksaan dokter pemeriksa, kemudian mengambil kesimpulan mengenai ada/tidaknya disabilitas berdasarkan konsensus ilmiah dan evidence based. Sebuah penyimpulan profesi yang indah dan harmoni.

Menjelang Pemilu 2024

Menjelang Pemilu 2024, penulis ingin mengajukan tujuh catatan sekaligus rekomendasi: Satu, agar tidak terulang polemik sebagaimana pasca Sidang Umum MPR RI 1999, sangat penting menilai status kesehatan balon Presiden dan Wakil Presiden.

Dua, IDI telah memiliki buku “Panduan Teknis Penilaian Kemampuan Rohani dan Jasmani Bakal Calon Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia”, yang dilindungi UU No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta, serta masih relevan untuk dipergunakan.

Paduan yang mendapatkan Surat Pencatatan Ciptaan bernomor 000499341 ini telah empat kali digunakan IDI untuk menilai kesehatan balon Presiden dan Wakil Presiden (2004, 2009, 2014, 2019) serta pejabat negara lainnya. Tiga, IDI adalah satu-satunya organisasi profesi dokter di Indonesia yang independen, imparsial dan berpengalaman, sangat tepat untuk menilainya.

Empat, menurut IDI, syarat “mampu secara rohani dan jasmani” adalah keadaan kesehatan jiwa dan jasmani yang bebas dari gangguan/disabilitas dalam menjalankan tugas dan kewajiban, merupakan konsensus profesional, berlandaskan penilaian ilmiah, obyektif, dan evidence-based.  

Lima, rumusan konsensus IDI terkait syarat “mampu secara rohani dan jasmani” tersebut sangat penting sebagai satu standar profesi yang tunggal, satu etik kedokteran, serta satu hasil penilaian kesehatan yang bersifat final.  

Enam, KPU sebagai penyelenggara pemilu sebaiknya mulai berkomunikasi dengan PB IDI guna menyiapkan segala sesuatu terkait rencana penilaian kesehatan 2024. Tujuh, seluruh kebutuhan biaya dalam rangka penilaian hendaknya tetap ditanggung KPU. Wallahu a'lam bishawab. (*)

 

* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS

Artikel Terkait
Baca Juga