Begini Asal Cerita Tuyul dan Babi Ngepet Doyan Curi Uang

Ahmad Jaelani, telisik indonesia
Minggu, 11 Agustus 2024
0 dilihat
Begini Asal Cerita Tuyul dan Babi Ngepet Doyan Curi Uang
Cerita babi ngepet dan tuyul, cerita yang sudah melegenda di Indonesia. Foto: Repro beautynesia

" Tuyul dan babi ngepet dipercaya sebagai entitas yang ditugaskan oleh seseorang untuk mencuri uang dari rumah ke rumah. Fenomena ini bukanlah hal baru, karena sudah ada dalam alam pikir masyarakat sejak lama "

JAKARTA, TELISIK.ID - Takhayul untuk mendapatkan kekayaan instan seringkali dipercaya oleh masyarakat Indonesia. Mereka kerap mengaitkan cara mendapatkan kekayaan dengan bantuan makhluk halus seperti tuyul dan babi ngepet.

Keduanya dipercaya sebagai entitas yang ditugaskan oleh seseorang untuk mencuri uang dari rumah ke rumah. Fenomena ini bukanlah hal baru, karena sudah ada dalam alam pikir masyarakat sejak lama.

Budayawan Suwardi Endraswara dalam bukunya, Dunia Hantu Orang Jawa (2004) menyebutkan bahwa kepercayaan akan tuyul dan babi ngepet ini sudah mendarah daging di kalangan orang Jawa, seperti dilansir dari CNBC Indonesia, Minggu (11/8/2024).

Namun, apakah pernah terpikirkan mengapa tuyul hanya mencuri dari rumah ke rumah? Mengapa mereka tidak mencuri uang di bank yang menyimpan banyak sekali uang? Atau minimal, mencuri saldo e-money?

Pertanyaan-pertanyaan tersebut biasanya dijawab dengan jawaban mistis. Hal ini memang menarik sebagai cerita, namun cukup getir jika dipandang sebagai fakta. Tuyul dan babi ngepet sebenarnya bukan sekadar cerita mistis, tetapi lebih sebagai produk dari kecemburuan sosial yang terjadi di masyarakat pada zaman dahulu, khususnya di kalangan petani.

Baca Juga: Jejak Sejarah, 5 Nama Indonesia Sebelum Kemerdekaan

Pada awalnya, para petani hidup dalam kondisi yang sederhana. Namun, keadaan ini berubah drastis setelah adanya liberalisasi ekonomi pada tahun 1870. Menurut Jan Luiten van Zanden dan Daan Marks dalam bukunya Ekonomi Indonesia 1800-2010 (2012), liberalisasi ekonomi ini memunculkan rezim kolonial baru, yang di dalamnya terjadi pengambilalihan perkebunan rakyat untuk diubah menjadi perkebunan besar dan pabrik gula.

Kondisi ini kemudian membuat kehidupan masyarakat, khususnya para petani kecil di Jawa, semakin terpuruk. Mereka kehilangan kuasa atas lahan perkebunan yang sebelumnya menjadi sumber mata pencaharian. Di sisi lain, ada kelompok masyarakat yang justru semakin sejahtera akibat sistem ini, yaitu para pedagang, baik dari kalangan pribumi maupun Tionghoa, yang menjadi kaya raya dalam waktu singkat.

Kekayaan mereka yang meningkat pesat membuat para petani yang semakin miskin merasa iri dan bingung. Mereka tidak bisa memahami dari mana asal kekayaan para pedagang tersebut, karena bagi mereka, kekayaan hanya bisa diperoleh melalui kerja keras yang jelas terlihat, seperti bertani. Namun, mereka tidak melihat proses itu pada para pedagang, sehingga muncullah rasa cemburu.

Pandangan mistik yang kental dalam masyarakat membuat para petani menganggap bahwa kekayaan para pedagang tersebut diperoleh dengan bantuan makhluk halus seperti tuyul dan babi ngepet. Mereka percaya bahwa pencurian uang dari rumah ke rumah adalah hasil kerja sama antara orang kaya dan makhluk supranatural yang kasat mata.

Alhasil, tuduhan bahwa orang kaya baru menggunakan cara-cara haram untuk memperoleh kekayaan menjadi semakin sering muncul. Tuduhan ini membuat para pedagang dan pengusaha sukses kehilangan status sosial di masyarakat, karena mereka dianggap "hina" karena dianggap memupuk kekayaan dari cara-cara haram dengan bersekutu dengan setan.

Tuduhan ini semakin memperkuat popularitas cerita tentang tuyul dan babi ngepet sebagai subjek mistis terkait kekayaan. Hingga saat ini, cerita tentang kedua makhluk ini masih dipercaya oleh banyak orang di Indonesia. Fenomena tuyul bahkan menjadi sorotan Clifford Geertz, seorang antropolog yang menulis karya fenomenal The Religion of Java (1976). Dalam pengamatannya, Geertz mencatat bahwa memang ada orang-orang yang memelihara tuyul.

Biasanya, mereka melakukan perjanjian dengan roh di tempat-tempat keramat. Orang yang memelihara tuyul seringkali memiliki ciri-ciri seperti kaya mendadak, kikir, sering menggunakan pakaian bekas, sering mandi di sungai bersama para kuli miskin, dan lebih memilih menyantap makanan orang miskin seperti jagung dan singkong dibandingkan nasi.

Ciri-ciri tersebut dianggap sebagai cara pemelihara tuyul untuk mengelabui orang-orang agar tidak menganggap mereka kaya, padahal di rumahnya mungkin penuh dengan emas batangan. Namun, karena tuyul dan babi ngepet hanya sebatas realitas kepercayaan di masyarakat, tentu sulit untuk mengaitkannya dengan fakta sebenarnya, apalagi jika dikaitkan dengan pencurian uang di bank.

Baca Juga: Mistik: Asal Usul Hantu Banaspati dengan Teror Nyala Api Melayang di Udara

Menurut kepercayaan masyarakat, babi ngepet adalah praktik pesugihan yang melibatkan siluman babi dengan tujuan untuk meraup uang sebanyak-banyaknya dari orang lain. Begitu juga dengan tuyul, yang dipercaya diperoleh dan dipelihara melalui pesugihan ilmu hitam yang bersekutu dengan jin.

Ahli medium interdimensional, Furi Harun, menyatakan bahwa fungsi babi ngepet dan tuyul sama-sama untuk mencuri uang orang lain. Babi ngepet melibatkan manusia yang bersekutu dengan siluman babi, sementara tuyul adalah makhluk berbentuk anak kecil yang hanya mengenakan kolor, bersumber dari newsokezone.com.

Menurut Furi, siluman babi ngepet hanya mengenal satu pecahan mata uang. Artinya, ketika diperintah untuk mengambil uang pecahan Rp100 ribu, maka hanya pecahan itu yang dikenali oleh babi ngepet. Saat mengambil uang, babi ngepet biasanya melakukannya secara acak dan tidak mengambil semua uang yang ada di rumah.

Meskipun cerita tentang tuyul dan babi ngepet sangat menarik sebagai bagian dari folklore Indonesia, tentu sulit untuk memverifikasi kebenarannya. Apalagi jika dikaitkan dengan teknologi modern seperti saldo e-money atau sistem perbankan.

Namun, cerita ini terus hidup dan berkembang dalam masyarakat, menjadi bagian dari kepercayaan yang diwariskan dari generasi ke generasi. Dengan demikian, tuyul dan babi ngepet tetap menjadi simbol dari kecemburuan sosial yang pernah terjadi dalam sejarah Indonesia. (C)

Penulis: Ahmad Jaelani

Editor: Haerani Hambali

 

* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS

Baca Juga