Cerita Pemulung Bertahan Hidup di Tengah Pandemi COVID-19
Siswanto Azis, telisik indonesia
Sabtu, 25 April 2020
0 dilihat
Ayu dan rekannya tengah beristirahat di pelataran kantor Wali Kota Kendari. Foto: Dul/Telisik
" Kadang tidak dapat pak, ini saja baru itu yang di gerobak, mungkin sekitar 10 botol tempat aqua, karena banyak toko dan rumah makan yang tutup. "
KENDARI, TELISIK.ID - Pandemi Corona atau COVID-19 berdampak luas bagi masyarakat Indonesia. Terlebih bagi orang-orang yang mengais rezeki harian untuk menyambung hidup.
Ayu (35), asal pulau lombok, yang sudah 10 tahun merantau di Kendari, Sulawesi Tenggara, setiap hari dia memulung barang bekas di Kota Kendari, merasakan dampaknya.
Sebelum pandemi COVID-19, Ibu tiga anak ini bisa mendapatkan uang sebesar Rp 150 ribu sampai Rp 200 ribu sehari, dari hasil penjualan barang bekas yang dia kumpulkan.
"Kadang tidak dapat pak, ini saja baru itu yang di gerobak, mungkin sekitar 10 botol tempat aqua, karena banyak toko dan rumah makan yang tutup," keluh Ayu kepada telisik.id, Sabtu (24/4/2020).
Bencana COVID-19 menghancurkan pendapatannya yang berdampak bagi kehidupan dirinya, suami, dan tiga anaknya yang masih kecil-kecil.
Dengan pendapatan tak sampai Rp 10 ribu, Ayu mengaku dirinya dan suami harus pintar-pintar mencari cara agar anak-anaknya bisa tetap makan.
Baca juga: Pasar Murah Dinilai Menyusahkan, Pemda Busel Diminta Kembalikan Uang Rakyat
Barang bekas yang dikumpulkan itu, dijualnya dengan harga bervariasi ke salah satu pengumpul di Kota Kendari. Kemasan air mineral dijualnya Rp 200 per unit, kardus Rp 800 per Kg dan besi bekas Rp 1000 per Kg.
Untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, Ayu dan tiga orang anaknya mengaku terpaksa meminta panjar kepada pengumpul yang jadi langganannya dan menggantinya pada saat dijual. Selain itu, suami Ayu kadang juga mengayuh becak untuk tambahan penghasilan.
"Itu pun tidak seberapa, karena sekarang becak sudah tidak laku, tidak ada lagi orang yang mau naik becak," ujar Ayu
Namun demikian, dalam situasi pandemi COVID-19 itu, Ayu mengaku kadang ada orang yang datang membawakan sembako dan uang tunai.
"Alhamdulillah, biasa ji dapat bantuan sembako," katanya.
Senada dengan Isnawati, rekannya sesama pemulung, mengatakan pilihannya menjadi pemulung karena tak ada pekerjaan lain. Apalagi, kondisinya yang sudah tua.
Reporter: Dul
Editor: Sumarlin