DPRD Busel Batalkan Pansus Dugaan Ijazah Palsu Lewat RDP

Deni Djohan, telisik indonesia
Selasa, 30 Juni 2020
0 dilihat
DPRD Busel Batalkan Pansus Dugaan Ijazah Palsu Lewat RDP
Suasana rapat pembentukan Panitia Khusus (Pansus) hak angket DPRD Buton Selatan (Busel) terkait dugaan penggunaan ijazah palsu Bupati Busel, H. La Ode Arusani. Foto: Deni Djohan/Telisik

" Sehingga pansus tersebut dianggap cacat hukum dan dibatalkan. "

BUTON SELATAN, TELISIK.ID - Desakan pembubaran Pantia Khusus (Pansus) dugaan penggunaan ijazah palsu milik Bupati Buton Selatan (Busel), H. La Ode Arusani, terus dilakukan.

Ratusan massa yang menamakan dirinya Gerakan Cinta Busel (GCB) kembali menggelar aksi unjuk rasa di Sekretariat DPRD Busel, Senin (29/6/2020). Mereka menilai, Pansus yang dibentuk beberapa waktu lalu cacat hukum.

Salah satu peserta aksi, Sakiyuddin, mengatakan, pansus dianggap inprosedural lantaran terdapat beberapa tahapan yang tidak dilalui. Misalnya tak ada undangan dan tak disertakan lagu Indonesia raya saat paripurna.

"Kemudian soal proses hukum. Kasus itu sudah di-SP3 oleh Polres Mimika dan Polda Sultra. Jadi semua kasus itu sudah selesai," teriak Sakiyuddin dalam orasinya.

Setelah berorasi secara berganti, massa kemudian masuk menemui anggota DPRD yang sudah menanti. Massa diterima Ketua DPRD Busel, La Ode Armada. Setelah melakukan telaah dan fakta-fakta mengenai proses terbentuknya pansus 23 Juni lalu, rapat dengar pendapat (RDP) tersebut melahirkan kesimpulan pencabutan SK Nomor 03/DPRD/2020 tentang pembentukan Pansus dugaan penggunaan ijazah palsu milik Bupati Busel, H. La Ode Arusani.

"Rapat digelar tanpa pemberitahuan Ketua DPRD Busel, sehingga cacat hukum karena tidak sesuai prosedur, jadi dibatalkan," ungkap Sekretaris DPRD Busel, La Ode Nurnani, saat membacakan kesimpulan rapat.

Kedua, lanjutnya, pengambilan keputusan baik pada rapat Bamus dan paripurna tersebut sama sekali tidak pernah dikoordinasikan kepada Ketua DPRD Busel. Kemudian pada saat pengambilan keputusan, baik rapat Bamus dan rapat paripurna, sebagian anggota DPRD tidak dilibatkan atau disampaikan melalui undangan antara lain, Dodi Hasri (PDIP) dan La Ode Taufik Mansur (Gerindra).

"Sementara kedua anggota DPRD itu memiliki hak untuk mengambil sikap dalam pembentukan pansus," tambahnya.

Baca juga: Belum Seminggu Terbentuk, Pansus Dugaan Ijazah Palsu Sudah Kantongi Tiga Bukti

Ia melanjutkan, rapat paripurna terkait usul hak angket, pengusul tidak mengusulkan dokumen terkait dugaan ijazah palsu yang dimaksud, untuk dijadikan dasar pandangan masing-masing fraksi sebagai mana yang dimaksud pada pasal 73 ayat (2) dan 74 ayat (1) PP nomor 12 tahun 2018 tentang pedoman penyusunan tata tertib (tatib) DPRD provinsi dan kabupaten/kota.

"Sehingga pansus tersebut dianggap cacat hukum dan dibatalkan," tambahnya.

Dalam kesimpulan tersebut, enam orang anggota, termasuk Ketua DPRD, membubuhkan tanda tangannya. Selain anggota, sekretaris dewan, La Ode Nurnani, juga ikut bertandatangan dalam hasil rapat tersebut.

Keenam anggota tersebut masing-masing, Ketua DPRD Busel, La Ode Armada, anggota DPRD partai PDIP, Dodi Hasri, anggota DPRD Partai Keadilan Sejahtera (PKS), La Muhadi, anggota DPRD Partai PDIP,  Wa Ode Rohania, anggota DPRD Partai PDIP, H. Harnu dan anggota DPRD Partai Gerindra, La Ode Taufik Mansur.

Menanggapi hasil rapat tersebut, pendukung Pansus dari Pemuda dan Masyarakat Kepton Barakati, Irwan Marsaoli, mengatakan, pembatalan Pansus yang terbentuk melalui putusan rapat paripurna, harusnya juga dilakukan melalui mekanisme paripurna yang dihadiri 3/4 dari jumlah anggota.

"Apa yang diputuskan pada rapat tersebut menurut saya cacat hukum karena mengenyampingkan Undang-Undang 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dan PP Nomor 12 tahun 2018 Tentang Penyusunan Tata Tertib Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, Kabupaten dan Kota," tegasnya.

Selain itu, lanjutnya, sangat tidak rasional sebuah rapat dengar pendapat (RDP) DPRD dapat menggugurkan putusan paripurna.

"Disini letak kekeliruan DPRD yang tidak mengerti mekanisme dalam pengambilan sebuah keputusan. Sebab harusnya, putusan paripurna dibatalkan dengan paripurna juga, bukan RDP," tutupnya.

Reporter: Deni Djohan

Editor: Haerani Hambali

Artikel Terkait
Baca Juga