Empat Tahun Terakhir, Trend Korban Tindak Pidana Perdagangan Orang Meningkat

Marwan Azis, telisik indonesia
Kamis, 30 Juli 2020
0 dilihat
Empat Tahun Terakhir, Trend Korban Tindak Pidana Perdagangan Orang Meningkat
Wakil Ketua LPSK, Edwin Partogi. Foto: Internet

" Menjadi tantangan dari situasi itu ialah karena negara-negara menyesuaikan prioritas mereka selama pandemi. "

JAKARTA, TELISIK.ID - Angka permohonan perlindungan korban tindak pidana perdagangan orang (TPPO) setiap tahunnya  menunjukkan trend kenaikan jumlah korbannya.

Berdasarkan catatan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), pada 2015 terdapat 46 permohonan, meningkat menjadi 117 permohonan pada 2017 dan 176 permohonan pada 2019, sedangkan pada Juni di tahun 2020 telah ada 120 permohonan.

Total, sebanyak 704 jumlah korban TPPO yang mengajukan permohonan perlindungan ke LPSK sejak 2015 hingga Juni 2020. Sebagian besar korbannya perempuan sebanyak 438 dan 266 laki-laki, di antara korban itu masih berusia anak. 126 dari 147 anak yang jadi korban adalah perempuan.

“Bila dilihat domisili korban TPPO, Provinsi Jawa Barat berada pada posisi teratas dengan angka 28,98 persen, diikuti DKI Jakarta 14,77 persen dan NTT 8,24 persen,” Kata Wakil Ketua LPSK, Edwin Partogi di Jakarta, Kamis (30/7/2020).

Menurut Edwin, memerangi perdagangan manusia bukanlah hal yang mudah karena sifat tersembunyi dari perdagangan manusia membuat hampir tidak mungkin untuk memahami ruang lingkup dan skala penuh dari masalah ini. Di tengah pandemi COVID-19, ini menjadi lebih menantang.

Bahkan kata Edwin, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) sendiri kuatirkan bahwa COVID-19 membuat tugas mengidentifikasi korban perdagangan manusia semakin sulit. Mereka berpotensi terkena virus, minim pencegahannya dan memiliki sedikit akses kesehatan untuk memastikan pemulihan mereka.

Baca juga: Polres Diduga Rekayasa Laporan, Ratusan Buruh Unjukrasa

“Menjadi tantangan dari situasi itu ialah karena negara-negara menyesuaikan prioritas mereka selama pandemi,” ujarnya.

Edwin menuturkan, saat ini, Indonesia mengalami surplus demografi dengan angka usia produktifnya 68 persen dari 267 juta penduduk (2019), tak bisa dipungkiri beberapa di antaranya menjadi korban tindak pidana perdagangan orang (TPPO).

"Perbudakan modern yang dialami warga Indonesia tidak hanya terjadi di dalam negeri namun juga di luar negeri. Jenis pekerjaan para korban dari dunia hiburan, ABK, pertanian dan asisten rumah tangga hingga lakukan transplantasi ginjal," kata Edwin.

Ia menambahkan, persoalan beberapa WNI memilih menjadi Pekerja Migran Indonesia (PMI). Berdasarkan penelusuran LPSK, alasan mereka menjadi pekerja Migran karena kurang mendapat kesempatan kerja di dalam negeri, upah yang lebih tinggi di luar negeri, dampak positif terhadap aspek sosial ekonomi rumah tangga, serta meningkatkan prospek kerja jangka panjang.

Edwin meminta pemerintah agar memberikan alokasi anggaran yang memadai bagi perlindungan dan pemenuhan hak para saksi dan korban. Mengingat para korban yang mengalami tindak kekerasan dapat mengalami penderitaan baik fisik maupun psikis yang memerlukan perawatan dalam jangka panjang.

Alokasi anggaran juga diperlukan sampai dengan tingkat pemerintah daerah bagi terpenuhinya bantuan rehabilitasi psikososial bagi korban.

Reporter: Marwan Azis

Editor: Kardin

Artikel Terkait
Baca Juga