Heboh Minta 300 Ayat Al-Quran Dihapus, Muballigh Sultra: Ini Dampak Sistem Demokrasi
Fitrah Nugraha, telisik indonesia
Sabtu, 19 Maret 2022
0 dilihat
Muballigh Sulawesi Tenggara (Sultra), Ustaz Yuslan Abu Fikri. Foto: Ist.
" Konsep penting Islam dalam membangun hubungan interaksi umat Islam dengan pemeluk agama di luar Islam adalah Lakum Diinukum Waliyadin (Untukmu Agamamu dan Untukku Agamaku) "
KENDARI, TELISIK.ID - Seorang pendeta bernama Saifuddin Ibrahim yang meminta Menag untuk menghapus 300 ayat Al-Qur’an, menjadi perhatian publik.
Saifuddin menilai 300 ayat Al-Qur’an tersebut menjadi biang intoleransi dan radikalisme di Tanah Air. Berbagai kalangan pun menyoroti pernyataan itu, termasuk Muballigh Sulawesi Tenggara (Sultra), Ustaz Yuslan Abu Fikri.
Menurut Ustaz Yuslan, perlu ditegaskan bahwa konsep penting Islam dalam membangun hubungan interaksi umat Islam dengan pemeluk agama di luar Islam adalah Lakum Diinukum Waliyadin (Untukmu Agamamu dan Untukku Agamaku).
Islam tidak akan ikut campur tangan dengan agama-agama di luar Islam dalam urusan ibadah dan keyakinan mereka. Pada saat yang sama juga, Islam mengharamkan agama-agama di luar Islam turut campur tangan dalam urusan Islam berkaitan dengan akidah atau keyakinan agama Islam.
Adapun dalam urusan muamalah, kata dia, Islam tetap membuka ruang untuk saling berinteraksi dalam rangka mencari kemaslahatan hidup.
"Islam tidak mengharamkan jual beli dengan non muslim, Islam tidak mengharamkan akad ijarah atau bekerja dengan non muslim, Islam tidak mengharamkan melakukan transaksi-transaksi muamalah dilakukan dengan non muslim, tentu selama selama semuanya dilakukan sesuai dengan ketentuan di dalam syariat Islam," katanya, belum lama ini.
Ustaz Yuslan menambahkan, konsep Lakum Diinukum Waliyadin juga berarti memastikan umat Islam hanya terikat dengan akidah dan syariat Islam, tidak boleh keluar dari keterikatan ini. Termasuk tidak boleh menista, mengolok-olok dan menghina aqidah umat yang lain begitupun juga sebaliknya.
Oleh karena itu, lanjut dia, tindakan dan ucapan lancang seorang pendeta Saifuddin ini yang dulunya juga pernah menjalani vonis pidana 4 tahun penjara karena telah melakukan suatu tindak pidana serupa, melakukan pelecehan terhadap agama lain di luar agamanya, yang tentunya dalam hal ini Islam, adalah sesuatu yang sangat jelas-jelas termasuk dalam bentuk penistaan terhadap agama Islam.
Baca Juga: Viral: Pria Ini Minta ke Menteri Agama Hapus 300 Ayat Al-Quran
Bahkan tindakan dan ucapan ini, kata dia, akan sangat berpotensi besar dalam merusak dan menghancurkan kerukunan antar umat beragama serta memecah belah anak bangsa.
Maka sepantasnya dan selayaknya pelaku segera ditangkap dan diberikan ganjaran hukum yang setimpal atas perbuatannya.
"Ini harus dilakukan negara untuk menunjukkan masih adanya keadilan hukum di negeri ini. Negara tidak boleh kalah dari para penista-penista agama ini," ujarnya.
Dalam Islam, Ustaz Yuslan mengungkapkan, keimanan terhadap Al-Qur’an adalah perkara yang sangat penting, termasuk dalam bagian rukun iman yang enam. Umat Islam mengimani dan meyakini bahwa Al-Qur’an adalah kitab suci yang diturunkan Allah SWT melalui perantaraan Malaikat Jibril yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW sebagai mukjizat terbesar beliau SAW.
Kemudian Allah SWT juga memerintahkan untuk menerapkan dan mengamalkan isinya secara kaaffah. Untuk Itu, Islam hanya meminta seorang muslim menjadi Muslim Kaffah yang bertakwa, bukan menjadi muslim radikal radikul apalagi moderat.
"Jadi seluruh ayat yang ada di dalam Al-Qur’an wajib diterapkan secara komprehensif dan menyeluruh. Mulai dari ayat yang pertama sampai ayat terakhir, dari seluruh 30 juz dan dari 6.666 ayat, semuanya tidak boleh ada yang dihapus," katanya.
"Jangankan 300 ayat yang dihapus, satu ayat saja dihapus, bahkan satu huruf saja dihapus, maka itu haram dilakukan dan akan merusak keimanan seorang muslim. Ini perkara penting yang harus dijaga oleh umat Islam," tambahnya.
Baca Juga: BNNP Sultra Gelar Terapi Aktivitas Kelompok di Lapas Kelas II A kendari
Walaupun demikian, ia melanjutkan, perlu kembali disadari pula bahwa di negeri ini yang menganut sistem demokrasi kapitalis sekuler, orang-orang kafir dan munafik liberal bisa berbicara dan bertindak sesuai dengan nafsu dan kepentingannya. Manfaat betul-betul menjadi asas dalam kehidupan.
Dari sistem yang rusak ini melahirkan liberalisme dan kebebasan. Salah satunya kebebasan berbicara yang telah membuat orang-orang berani menista dan menghina Islam.
Di titik inilah, tambah dia, kembali diserukan bahwa secara syar’i dan akal sehat harus menanggalkan sistem demokrasi kapitalis sekuler ini yang telah membawa kehidupan umat pada kerusakan dan malapetaka yang sangat besar.
"Kemudian mengembalikan kehidupan umat ini pada tatanan sistem kehidupan Islam Kaffah, yang dengannya kerahmatan Islam dapat dirasakan dalam seluruh kehidupan umat manusia baik muslim maupun non muslim," pungkasnya. (C)
Reporter: Fitrah Nugraha
Editor: Haerani Hambali