Jimly Asshiddiqie: MK Bisa Ubah Putusan KPU, Titi Prediksi PSU Karena Pelanggaran TSM

Mustaqim, telisik indonesia
Selasa, 09 April 2024
0 dilihat
Jimly Asshiddiqie: MK Bisa Ubah Putusan KPU, Titi Prediksi PSU Karena Pelanggaran TSM
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi, Jimly Asshiddiqie dan anggota Dewan Pembina Perludem, Titi Anggraeni. Foto: Kolase

" Mahkamah Kontitusi (MK) akan memutuskan hasil sidang sengketa perselisihan hasil pemilihan (PHPU), khususnya pemilihan presiden-wakil presiden (Pilpres) 2024, pada Senin, 22 April 2024 "

JAKARTA, TELSIK.ID – Mahkamah Kontitusi (MK) akan memutuskan hasil sidang sengketa perselisihan hasil pemilihan (PHPU), khususnya pemilihan presiden-wakil presiden (Pilpres) 2024, pada Senin, 22 April 2024.

Putusan itu diharapkan bisa memberi rasa adil bagi semua pihak. Namun, mantan Ketua MK, Jimly Asshiddiqie, mengingatkan bahwa putusan MK nantinya tidak selalu dapat memuaskan semua pihak yang terlibat.

Jimly mengatakan, sifat dari putusan pengadilan tidak mungkin memuaskan semua pihak, begitu pun dengan orang yang divonis bersalah tidak akan merasa puas.

Dalam konteks pengadilan, menurut Jimly, yang kalah akan merasa tidak puas. “Namun, itulah realita dalam negara demokrasi yang dijalankan tidak berdasarkan keinginan individu melainkan melalui sistem hukum yang berlaku,” jelas Jimly, Selasa (9/4/2024).

Baca Juga: Sidang Sengketa Pilpres 2024: Risma Sebut Tak Bagikan Bansosa Langsung Seperti Jokowi

Proses sidang sengketa Pilpres 2024 di MK, Jimly tak menampik beberapa pihak menginginkan pemilihan ulang atau diskualifikasi terhadap calon tertentu. Namun, dia Kembali mengingatkan bahwa semua itu adalah bagian dari proses hukum.

“(Jadi) Akhir dari sebuah perjuangan adalah keputusan pengadilan,” ujarnya.

Karena itu, Jimly meminta masyarakat menghormati keputusan hukum untuk menghindari perdebatan yang tidak produktif. Walau sebelumnya dalam persidangan argumen masing-masing pihak telah didengarkan, termasuk permintaan untuk pemilihan ulang atau diskualifikasi terhadap salah satu paslon.

“Keputusan akhir yang dibuat MK dapat membalikkan hasil yang sebelumnya diumumkan oleh KPU. Sebagai negara demokrasi, kita harus mematuhi asas hukum. Keputusan hukum adalah final dan kita harus menerimanya, puas atau tidak,” tandas Jimly.

Dosen tidak tetap di Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Titi Anggraeni, memprediksi MK berpeluang memutuskan pemungutan suara ulang (PSU) berdasarkan berbagai pertimbangan hukum dari fakta-fakta persidangan sebelumnya.

Sidang sengketa Pilpres 2024, menurut Titi, MK tidak hanya fokus pada perselisihan hasil tapi juga pada proses pilpres yang ditengarai penuh kecurangan dengan melibatkan pejabat dan penyelenggara negara. Terutama saat penyeluran bantuan sosial (bansos) jelang Pilpres 2024.

Sidang sengketa Pilpres 2024 dengan MK yang fokus pada proses, menurut Titi, diindikasikan dengan memanggil empat menteri yang dianggap sangat mengetahui proses pengadaan bansos jelang pilpres saat sidang pada 5 April 2024.  

“Tinggal apakah MK melihat relevansi antara bansos dengan politisasi perangkat desa dan biokrasi, untuk kemudian memerintahkan pemungutan suara ulang di titik-titik yang terdampak,” kata Titi.

Anggota Dewan Pembina Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) ini meyakini majelis hakim MK lebih fokus pada konstitusionalitas proses. Khususnya perihal dugaan pelanggaran pemilu yang terstruktur, sistematis, dan masif (TSM).

“Saya meyakini akan ada kejutan dari putusan MK. Sesuatu yang akan berkontribusi bagi perbaikan pemilu Indonesia, terdekat setidaknya menjadi pembelajaran untuk Pilkada 2024,” ujar Titi.

Mahkamah Konstitusi memulai rapat permusyawaratan hakim (RPH) sejak Sabtu (6/4/2024) lalu untuk menentukan putusan dari seluruh proses sidang sengketa Pilpres 2024.

“Sabtu sudah mulai RPH, terus-menerus itu karena ada PHPU Pemilihan Legislatif (Pileg) 2024 juga,” jelas Hakim MK, Enny Nurbaningsih.

Dalam RPH para hakim konstitusi menyampaikan pandangan masing-masing terhadap seluruh rangkaian sidang sengketa Pilpres 2024, termasuk jika ada pihak yang menyampaikan kesimpulan.

Selama RPH berlangsung, kata Enny, MK mempersilakan jika ada pihak yang ingin menyampaikan kesimpulan dalam bagian penanganan sengketa Pilpres 2024. Penyampaian kesimpulan paling lambat diserahkan pada 16 April 2024 pukul 16:00 WIB.

“Walaupun itu libur, tetapi MK tidak libur ya,” ujar Enny.

Baca Juga: Sidang Sengketa Pilpres 2024: MK Minta KPU Serahkan Bukti Rekapitulasi Perolehan Suara Kecamatan

Enny memastikan tidak akan ada lagi pemanggilan untuk mendapatkan keterangan dari sengketa Pilpres 2024. Pemanggilan terjadap empat menteri Kabinet Indonesia Maju serta Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) pada Jumat (5/4/2024) merupakan sidang sengketa penutup.

Empat menteri yang dimintai keterangan saat sidang di MK adalah Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK), Muhadjir Effendy; Menko Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto; Menteri Keuangan, Sri Mulyani; dan Menteri Sosial, Tri Rismaharini.

Penyampaian kesimpulan, jelas Enny, bukan hal yang wajib karena tidak diatur di Peraturan Mahkamah Konstitusi (PMK). Namun tahapan tersebut diadakan sesuai keputusan dari RPH.

“Itu tidak memberikan pemberatan kepada para pihak, malah menguntungkan juga buat mereka membuat kesimpulan,” jelasnya. (A)

Reporter: Mustaqim

Editor: Fitrah Nugraha

 

* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS

Artikel Terkait
Baca Juga