JPU Didesak Tegakkan Hukum Seadil-adilnya Kasus Dugaan Pelecehan Seksual Prof B
Rasmin Jaya, telisik indonesia
Jumat, 07 April 2023
0 dilihat
Forum Pemerhati Perempuan dan Anak Sulawesi Tenggara minta Jaksa Penuntut Umum (JPU) menegakkan keadilan bagi korban dugaan pelecehan seksual yang dilakukan Prof B. Foto: Ist.
" Forum Pemerhati Perempuan dan Anak Sulawesi Tenggara meminta JPU menegakkan hukum seadil-adilnya terhadap Prof B, pelaku dugaan pelecehan seksual "
KENDARI, TELISIK.ID - Forum Pemerhati Perempuan dan Anak Sulawesi Tenggara meminta kepada Jaksa Penuntut Umum (JPU) agar Prof B, pelaku dugaan pelecehan seksual terhadap mahasiswinya, dihukum seadil-adilnya. Diketahui, Prof B adalah oknum dosen Universitas Halu Oleo (UHO) Kendari.
Forum Pemerhati Perempuan dan Anak Sulawesi Tenggara terdiri dari Aliansi Perempuan Sulawesi Tenggara (Alpen Sultra), Yayasan Lambu Ina Rumpun Perempuan Sultra (RPS), Komunitas Perempuan Muda, Solidaritas Perempuan (SP Kendari) dan Organisasi Jaringan Perempuan Pesisir Sultra (JPPST), mengapresiasi sikap korban mengungkap pengalaman pelecehan seksual, yang terjadi 17 Juli 2022 lalu.
Pengungkapan kasus tersebut merupakan langkah awal mendukung upaya pemulihan korban, memutus imunitas dan mencegah kejadian berulang.
Diakui, pengungkapan ini merupakan hal yang cukup sulit, membutuhkan keberanian untuk mengingat kembali pengalaman traumatis, juga menghadapi serangan balik dari pelaku.
Melihat kesulitan yang harus dihadapi oleh perempuan korban pelecehan seksual, Forum Pemerhati Perempuan dan Anak Sulawesi Tenggara berharap pengungkapan kasus pelecehan seksual dapat menyemangati perempuan korban yang lain untuk juga mau melaporkan kasusnya.
Koordinator Aliansi Perempuan Kendari, Lili Karliani mengatakan, sejauh ini untuk pengawalan dan perkembangan kasusnya, sudah akan dilakukan pembacaan tuntutan tanggal 10 April 2023 pukul pukul 10.00 Wita di Pengadilan Negeri Kendari oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU).
"Kita melakukan aksi ini agar Jaksa Penuntut Umum menuntut terdakwa seadil-adilnya bagi korban. Apalagi melihat hukum yang berlaku kan UU TPKS Nomor 12 tahun 2022," katanya, Jumat (7/4/2023) di Kendari.
Baca Juga: JPU Bakal Bacakan Tuntutan Kasus Pelecahan Prof B Pekan Depan, Ini Harapan Keluarga Korban
Tak hanya itu, terdakwa juga sampai sampai saat ini belum ditangkap dalam hal ini Prof B, dengan alasan usia yang renta dan sakit.
"Jika itu yang menjadi alasan, kenapa pada persidangan terdakwa selalu hadir. Jika dia sakit, mungkin karena menjalani proses hukum apa lagi selalu tersudutkan, dan kenapa juga jika ia dalam kondisi sakit harus melakukan pelecehan kepada korban," terangnya.
Forum Pemerhati Perempuan dan Anak Sulawesi Tenggara juga mengajak semua pihak untuk mendukung upaya korban, dengan mendengarkan pengalaman mereka, jangan disudutkan dan distigma.
Sementara dari Rumpun Perempuan Sulawesi Tenggara, Hani menjelaskan, pengungkapan kasus ini merupakan langkah awal mendukung upaya pemulihan korban, memutus impunitas, dan mencegah kejadian berulang.
"Kami akan terus melakukan advokasi dan pendampingan terhadap korban apalagi kasus ini sejak 2022 yang lalu, dan publik tentu sudah tahu. Kami meminta kepada Jaksa Penuntut Umum agar melakukan tuntutan sesuai hukum yang berlaku dan seadil-adilnya sesuai Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) Nomor 12 tahun 2022," tegas Hani.
Tak hanya itu, Forum Pemerhati Perempuan dan Anak Sulawesi Tenggara akan melakukan langkah-langkah strategis jika tuntutan JPU tidak sesuai harapan.
Kasus pelecehan seksual yang dialami R mengkonfirmasi pola kekerasan seksual di lingkungan perguruan tinggi, yang umumnya menggunakan relasi kuasa dosen.
"Relasi kuasa itu kan kerap berlapis dengan bentuk kekuasaan di antaranya popularitas," ujarnya.
Sehingga upaya penanggulangan kekerasan seksual di lingkungan pendidikan penting mempertimbangkan relasi kuasa timpang tersebut agar upaya pencegahan, penanganan dan pemulihan korban kekerasan seksual dapat dilakukan secara komprehensif dan sistemik.
Berdasarkan pengaduan dan pantauan terhadap kasus ini, Forum Pemerhati Perempuan dan anak Sulawesi Tenggara mengapresiasi kinerja aparat hukum. Walaupun proses penangananya sangat lambat hampir satu tahun dilaporkan, namun kasus ini masih bergulir di ranah hukum.
Dan pada hari Senin (10/4/2023), korban, keluarga korban, masyarakat dan lembaga layanan akan menantikan pembacaan tuntutan oleh Jaksa Penuntut Umum.
Harapan banyak pihak, Jaksa Penuntut Umum dapat bersikap profesional dengan menjalankan fungsi jaksa sebagai penuntut umum dan pelaksanaan putusan hakim yang berkekuatan hukum tetap.
Dari Komunitas Perempuan Muda, Sumi Herna Maliana, menilai jaksa memiliki andil penting dalam penanganan perkara kekerasan terhadap perempuan yang diproses melalui sistem peradilan pidana.
Andil ini berkontribusi dalam mewujudkan upaya Indonesia untuk mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan tentang kesetaraan gender dan tujuan tentang perdamaian, keadilan dan kelembagaan yang tangguh.
UU TPKS memberikan sejumlah mandat kepada Jaksa Penuntut Umum yang menangani perkara di antaranya, koordinasi lintas dengan sub-sistem peradilan pidana (Kepolisian dan Pengadilan), korban atau saksi, pendamping korban dan lembaga layanan korban (rumah aman, LPSK, RS dan lain-lain), penggunaan hukum acara pidana khusus dalam penanganan perkara kekerasan seksual.
Beeikut ini poin-poin tuntutan Forum Pemerhati Perempuan dan Anak di Sulawesi Tenggara kepada JPU.
Baca Juga: Prof B Dipastikan Nonaktif di Perkuliahan Semester Genap UHO
1. Menjalankan mandat untuk memastikan tujuan UU TPKS terwujud yaitu melaksanakan penegakan hukum dan merehabilitasi pelaku dan menjamin ketidakberulangan kekerasan seksual.
2. Memberikan efek jera kepada pelaku dan memberikan perlindungan kepada korban dengan menerapkan hukuman yang maksimal sehingga tidak ada lagi anak dan perempuan yang menjadi korban kekerasan.
3. Menuntut terdakwa atas perbuatannya kepada korban pelecehan seksual sesuai dengan hukum yang berlaku yakni UU Nomor 12 tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual mengupayakan proses hukum yang memutus impunitas memberikan ruang keadilan dan perlindungan bagi korban demi harkat dan martabat korban.
3. Masyarakat sipil dan media massa mendukung upaya korban dan pendamping dalam proses hukum dan pemulihan pada kasus penyiksaan seksual di Jailolo tersebut di atas dan juga dalam mendorong upaya sistemik mencegah pelecehan seksual.
Menyarankan berbagai pihak untuk tidak mengeluarkan tuduhan-tuduhan sepihak yang menyudutkan korban yang bersifat misoginis (membenci korban), rape culture (mengganggap wajar perbuatan pelaku, mengganggap kesialan bagi korban) patriarki (menguatkan relasi kuasa).
Atas nama kemanusiaan, harkat dan martabat perempuan, Forum Pemerhati Perempuan dan Anak di Sulawesi Tenggara meminta kerja sama Jaksa Penuntut Umum (JPU) sebagai lembaga yang diteladani dan agar menegakkan keadilan bagi korban. (A)
Penulis: Rasmin Jaya
Editor: Haerani Hambali
* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS