Ketua Umum DPP KNPI Minta Kejati Periksa Gubernur Sultra
Siswanto Azis, telisik indonesia
Kamis, 29 Juli 2021
0 dilihat
Haris Pertama. Foto: Repro Oxomedia
" Kasus yang menjerat mantan Kabid Minerba YSM dan mantan Plt Kadis ESDM merupakan kasus yang sangat esensial untuk dituntaskan "
KENDARI, TELISIK.ID - Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Komite Nasional Pemuda Indonesia, Haris Pertama meminta Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tenggara memeriksa Gubernur Sultra Ali Mazi dalam dugaan kasus korupsi di Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Sulawesi Tenggara.
Menurut Haris Pertama, kasus yang menjerat mantan Kabid Minerba YSM dan mantan Plt Kadis ESDM merupakan kasus yang sangat esensial untuk dituntaskan. Mengingat kerugian negara yang ditimbulkan cukup fantastis yakni mencapai Rp 168 miliar.
“Ini harus dituntaskan, sebab kerugian negara yang ditimbulkan bukan main-main. Kisarannya mencapai Rp 168 miliar,” ujarnya Kepada Telisik.id, Kamis (29/7/2021).
Menurutnya, kasus PT. Toshida hanya merupakan salah satu kasus yang terkuak. Ia menduga masih ada beberapa kasus lain yang lebih besar jika dilakukan pengembangan lebih lanjut oleh Aparat Penegak Hukum (APH).
“Kasus PT. Toshida ini hanya salah satu kasus yang terkuak, masih ada kasus lain jika dilakukan pengembangan lebih lanjut. Khususnya mengenai penyalahgunaan wewenang di Dinas ESDM Sultra,” tambahnya.
Haris Pertama berharap pihak Kejati Sulawesi Tenggara berani melakukan pendalaman untuk mencari tahu pihak lain yang terlibat dalam pusaran korupsi di lingkup Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral ini.
“Jadi, yang seharusnya dilakukan adalah mendorong supaya gubernur diperiksa. Jadi, kita nanti bisa tahu duduk perkaranya seperti apa, dan kita tidak lagi terus menduga-duga siapa dalang dari kasus korupsi tersebut," ujarnya.
Haris Pertama menjelaskan, apapun yang dilakukan oleh Yusmin dan mantan Plt Kepala Dinas ESDM Sulawesi Tenggara pasti atas sepengetahuan Ali Mazi, karena yang namanya bawahan pasti selalu berkoodinasi dengan atasannya jika ada permasalahan yang krusial.
“Gubernur Ali Mazi merupakan pejabat tertinggi di Sulawesi Tenggara dan apapun yang dilakukan oleh mantan Plt Kadis ESDM dan mantan Kabid Minerba Dinas ESDM Sultra pasti sepengetahuan Ali Mazi,” jelasnya.
Dia mengatakan, dengan ditetapkanya mantan Plt Kadis ESDM, Buhardiman dan Mantan Kabid Menerba Dians ESDM, Yusmin sebagai tersangka, semestinya menjadi pintu masuk bagi Kejaksaan untuk menelusuri aspek-aspek lain yang berkaitan dan siapa saja yang terlibat dalam kasus tersebut.
“Pentingnya penelusuran aliran dana dari uang suap yang diduga diterima oleh kedua tersangka tersebut, agar Kejaksaan bisa membuktikan apakah ada pihak lain yang turut menikmati uang tersebut,” jelasnya.
Diberitakan sebelumnya, Kejati Sultra menetapkan empat tersangka yaitu Direktur Utama PT Toshida Indonesia LSO, Manager Keuangan PT Toshida Indonesia UMR, eks Plt Kepala Dinas ESDM Sultra BHR, dan mantan kepala bidang Minerba Dinas ESDM inisial YSM.
Modus dugaan korupsi yang dilakukan PT Toshida Indonesia, yaitu perusahaan yang beroperasi di Kabupaten Kolaka mendapatkan Izin Usaha Pertambangan (IUP) tahun 2007 dan Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) tahun 2009.
Namun, sesuai aturan pemerintah, setelah mendapat dua izin tersebut tidak membayarkan kewajiban kepada negara berupa PNBP PKH.
Baca Juga: Kota Kendari Raih Predikat Nindya Kota Layak Anak
Baca Juga: DLHK Kendari Rutin Lakukan Pengawasan Izin Lingkungan
Sehingga dilakukan pencabutan IPPKH pada 30 November 2020, akibatnya negara merugi sekitar Rp 168 miliar, berdasarkan perhitungan dari ahli kementrian kehutanan.
IUP PT Toshida dicabut, namun perusahaan itu diduga masih melakukan aktivitas penambangan, yaitu penjualan dan pengapalan selama empat kali, sehingga menambah kerugian keuangan negara sebesar Rp 75 miliar.
Sebelumnya, Tim Penyidik Kejati Sultra telah melakukan penggeledahan di kantor dinas ESDM provinsi Sultra pada Senin (14/6/2021), dan menyita sejumlah dokumen dan surat-surat terkait dengan kasus dugaan korupsi perusahaan tambang nikel itu. (C)
Reporter: Siswanto Azis
Editor: Haerani Hambali