Ki Dahlan Tokoh Pendidikan Sebelum Ki Hajar

Haidir Muhari, telisik indonesia
Sabtu, 02 Mei 2020
0 dilihat
Ki Dahlan Tokoh Pendidikan Sebelum Ki Hajar
KH Ahmad Dahlan. Foto: Repro muhammadiyah.id

" Salah satu tokoh pendidikan adalah Kiai Haji Ahmad Dahlan. Bahkan sebelum Ki Hajar Dewantara atau R.M. Suwardi Suryaningrat mendirikan Taman Siswa pada 3 Juli 1929, KH Ahmad Dahlan telah mendirikan sekolah di kompleks keraton Yogyakarta. "

KENDARI, TELISIK.ID - Salah satu tokoh pendidikan adalah Kiai Haji Ahmad Dahlan. Bahkan sebelum Ki Hajar Dewantara atau R.M. Suwardi Suryaningrat mendirikan Taman Siswa pada 3 Juli 1929, KH Ahmad Dahlan telah mendirikan sekolah di kompleks keraton Yogyakarta.

Ahmad Dahlan dilahirkan di Kauman, Yogyakarta, 1 Agustus 1868. Ayahnya adalah KH. Abu Bakar dan ibunya Siti Aminah binti K.H. Ibrahim. Terlahir dengan nama Muhammad Darwis, Ki Dahlan merupakan anak ke empat dari tujuh orang bersaudara.

Bagaimana pemikiran-pemikiran Ki Dahlan tentang pendidikan? Berikut ini telisik.id meramukan enam pemikiran penting Ki Dahlan.

1. Berpikiran Maju

Pada 1 Desember 1911 di lingkungan Keraton Yogyakarta Ki Dahlan mendirikan sekolah dasar dengan kurikulum modern. Ini berarti 18 tahun sebelum Ki Hajar mendirikan taman siswa.

Dari sarana dan prasarana sekolah ini telah menggunakan kursi dan bangku, seperti di sekolah modern milik Belanda. Di masa itu merebak pemikiran bahwa apapun yang datang dari orang kafir, termasuk menggunakan sarana prasarana yang sama dengan milik orang kafir  (baca Belanda) termasuk dalam kelompok kafir itu.

Ki Dahlan juga memadukan sistem pendidikan gubernermen dengan sistem pendidikan Islam. Di kisaran masa itu, ada dualistik pendidikan yaitu, pesantren yang mengajarkan kitab kuning dan pendidikan Belanda yang mengajarkan ilmu-ilmu eksak dan pengetahuan umum. Pemikiran ini telah kita adopsi saat ini. Ki Dahlan mengintegrasikan itu, mengintegrasikan islam dan ilmu, dan kita lakoni hingga kini.

Baca juga: Manarfa, Sosok Pendidikan di Buton

2. Pendidikan semesta

Selain memberikan pembelajaran kepada laki-laki, Ki Dahlan juga memberikan pengajaran kepada kaum ibu muda dalam forum pengajian Sidratul Muntaha. Bahkan pada suatu kesempatan Ki Dahlan pernah memotivasi kaum perempuan untuk belajar benar-benar seperti yang ditempuh oleh laki-laki.

Dalam buku Pesan & Kisah Kiai Ahmad Dahlan dalam Hikmah Muhammadiyah (2007) karya Abdul Munir Mulkhan, Ki Dahlan pernah berujar , "Jika malu, mengapa ketika kalian sakit lalu pergi ke dokter laki-laki? Apalagi ketika hendak melahirkan anak. Jika kalian memang benar-benar malu, hendaknya terus belajar dan belajar dan jadilah dokter, sehingga akan ada dokter perempuan untuk kaum perempuan.”

Di zaman itu pemikiran Ki Dahlan terhitung nyeleneh. Bahkan di beberapa daerah mungkin masih ada pemikiran yang meminorkan peran perempuan dalam pendidikan. Adagium konvensional yang mengatakan perempuan tidak perlu sekolah tinggi-tinggi, toh ujung-ujungnya kembali ke dapur. Ki Dahlan berpendapat bahwa perempuan juga harus menempuh pendidikan sebagai seorang manusia yang merdeka, sama seperti halnya laki-laki.

3. Pendidikan Seumur Hidup

Jadilah guru sekaligus jadilah murid. Demikianlah pesan Ki Dahlan pada suatu momen. Pemikiran terbuka Ki Dahlan ini mengamanatkan pendidikan seumur hidup. Bahwa manusia siapapun termasuk guru mestilah terus belajar, dimanapun, dan kapanpun, bahkan berguru kepada siswa sekalipun, seperti memberikan ruang kepada siswa untuk mengajar.

Selamanya manusia akan selalu fakir dalam samudera ilmu yang sangat luas. Semakin belajar, seorang pembelajar mestinya semakin bodoh, karena semakin tahu banyak hal yang tidak diketahuinya. Sikap demikian memancarkan  kerendahan hati, keterbukaan terhadap hal-hal baru, kesediaan dikoreksi.

Baca juga: Mengenal Pemikiran Ki Hajar Dewantara Tentang Pendidikan

4. Ilmu Amaliah

Beberapa kali pertemuan Ki Dahlan terus mengajarkan Surat Al-Maun, hingga pada satu kesempatan muridnya menyanggah bahwa mereka telah memahami pengajaran Surat Al-Maun itu. Lalu Ki Dahlan bertanya, "Sudahkah kalian amalkan?"

Ilmu yang sesungguhnya tidak hanya jadi konsep-konsep yang menumpuk di dalam kepala tapi kering manfaat. Gelarnya berjubel berderet-deret, tapi tak mampu melakukan transformasi dan pemecahan masalah-masalah sosial. Ki Dahlan mengajarkan bahwa semakin berilmu seseorang mestinya semakin sosialis, semakin peka terhadap kondisi lingkungan, blusukan ke tengah-tengah masyarakat, lalu menuntun mereka memecahkan masalah yang dihadapinya, gayeng dalam gerak filantropi.

Sejalan dengan pemikiran Toto Rahardjo dalam buku Sekolah Biasa Saja, mengatakan apa gunanya sekolah, jika hanya mengajarkan ilmu-ilmu pergi. Banyak nian kita temui dalam kehidupan, semakin tinggi pendidikan seseorang, semakin menjauhi desa. Desa atau kampung dengan pertaniannya seperti tempat jorok, kolot, bau yang harus dijauhi. Orang hanya yang berpendidikan kini, hanya berbondong-bondong mengejar gaji yang besar dan bekerja di perusahaan-perusahaan ternama.

5. Kedisiplinan

Selain Al-Maun yang diajarkan berkali-kali, Ki Dahlan juga mengajarkan Al-Ashr. Bahkan periode pengajarannya lebih lama dari mengajarkan Surat Al Maun. Surat Al-Ashr adalah surat ke-103 dalam al-Quran. Surat ini berpesan tentang kedisiplinan dan memanfaatkan waktu untuk hal-hal yang bermanfaat.

Hal yang juga paling kejam di dunia ini adalah waktu. Setelah ia berlalu tak seorangpun dapat memungutnya kembali. Maka penting warga belajar

6. Keteladanan

Pada suatu momen yang lain Ki Dahlan pernah mengamanatkan bahwa "teladan yang baik adalah khutbah yang jitu". Ki Dahlan Warga belajar penting untuk menampilkan sikap keteladanan. Hal yang sudah sangat renggang dalam kehidupan kita.

Keteladanan ini telah Ki Dahlan buktikan dengan mendirikan Muhammadiyah pada tanggal 18 November 1912. Kini Muhammadiyah telah memiliki 4.623 taman kanak-kanak, 71 sekolah luar biasa, 2.604 Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama (SMP)/ Madrasah Tsanawiyah 1.772, Sekolah Menengah Atas (SMA)/SMK/MA 1.143, dan jumlah total Perguruan tinggi Muhammadiyah sebanyak 172.

Selamat hari pendidikan nasional. Semoga pendidikan Indonesia semakin maju.

Reporter: Idi

Editor: Sumarlin

Baca Juga