Kilas Balik Hari Bhayangkara, Nama Pasukan Elit Kerajaan Majapahit Melekat dengan Tubuh Polri

Ahmad Jaelani, telisik indonesia
Minggu, 30 Juni 2024
0 dilihat
Kilas Balik Hari Bhayangkara, Nama Pasukan Elit Kerajaan Majapahit Melekat dengan Tubuh Polri
Kendaraan patroli dari Polri saat jaman dulu, mobil bermerek Kijang dari Toyota. Foto: Repro liputan6.com

" Hari Bhayangkara pada 1 Juli setiap tahunnya merupakan peringatan ulang tahun kepolisian di Indonesia atau Polri. Pada tahun ini, Hari Bhayangkara memasuki usia ke-78 tahun "

JAKARTA, TELISIK.ID - Hari Bhayangkara pada 1 Juli setiap tahunnya merupakan peringatan ulang tahun kepolisian di Indonesia atau Polri. Pada tahun ini, Hari Bhayangkara memasuki usia ke-78 tahun.

Peringatan ini tidak hanya menjadi momen untuk mengenang berdirinya kepolisian sebagai lembaga penegak hukum di Indonesia, tetapi juga untuk merayakan peran penting yang dimainkan oleh polisi dalam menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat.

Bhayangkara merupakan pasukan elit pada zaman Kerajaan Majapahit yang dibentuk pada tahun 1293 sebagai pasukan elit keamanan kerajaan, dikutip dari wikipedia.org, Minggu (30/6/2024).

Pasukan Bhayangkara memiliki pengaruh besar bagi Kerajaan karena selalu ikut andil dalam invasi, menjaga keselamatan serta pengawal pribadi Raja serta keluarga kerajaan, menjaga keamanan dan ketertiban rakyat, serta sebagai penegak hukum kerajaan agar tidak muncul gangguan kepada kekuasaan Raja.

Baca Juga: Hadir di Kendari, Arayu Aesthetic Clinic Siap Memberikan Perawatan Kecantikan Terbaik

Pada masa kolonial Belanda, pembentukan pasukan keamanan diawali oleh pembentukan pasukan-pasukan jaga yang diambil dari orang-orang pribumi untuk menjaga aset dan kekayaan orang-orang Eropa di Hindia Belanda pada waktu itu.

Pada 1867, sejumlah warga Eropa di Semarang merekrut 78 orang pribumi untuk menjaga keamanan mereka. Wewenang operasional kepolisian ada pada residen yang dibantu asisten residen. Rechts politie dipertanggungjawabkan pada procureur generaal (jaksa agung).

Pada masa Hindia-Belanda, terdapat beragam struktur kepolisian, seperti veld politie (polisi lapangan), stands politie (polisi kota), cultur politie (polisi pertanian), bestuurs politie (polisi pamong praja), dan lain-lain. Namun, pribumi tidak diperkenankan menjabat hood agent (bintara), inspekteur van politie, dan commisaris van politie.

Untuk pribumi selama menjadi agen polisi diciptakan jabatan seperti mantri polisi, asisten wedana, dan wedana polisi. Kepolisian modern Hindia Belanda yang dibentuk antara 1897-1920 adalah merupakan cikal bakal dari terbentuknya Kepolisian Negara Republik Indonesia saat ini.

Lalu, saat masa pendudukan Jepang, wilayah kepolisian Indonesia terbagi dalam beberapa wilayah, yaitu Kepolisian Jawa dan Madura yang berpusat di Jakarta, Kepolisian Sumatera yang berpusat di Bukittinggi, Kepolisian wilayah Indonesia Timur berpusat di Makassar, dan Kepolisian Kalimantan yang berpusat di Banjarmasin.

Berbeda dari zaman Belanda yang hanya mengizinkan jabatan tinggi diisi oleh orang-orang mereka, saat di bawah Jepang, kepolisian dipimpin oleh warga Indonesia. Akan tetapi, meski menjadi pemimpin, warga pribumi masih didampingi oleh pejabat Jepang yang pada praktiknya lebih berkuasa.

Tidak lama setelah Jepang menyerah tanpa syarat kepada Sekutu, pemerintah militer Jepang membubarkan PETA dan Gyu-Gun. Sedangkan polisi tetap bertugas, termasuk waktu Soekarno-Hatta memproklamasikan kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945.

Inspektur Kelas I (Letnan Satu) Polisi Mochammad Jassin, Komandan Polisi di Surabaya, pada tanggal 21 Agustus 1945 memproklamasikan Pasukan Polisi Republik Indonesia. Hal itu sebagai langkah awal yang dilakukan selain mengadakan pembersihan dan pelucutan senjata terhadap tentara Jepang yang kalah perang.

Pada 19 Agustus 1945, Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) membentuk Badan Kepolisian Negara (BKN). Pada 29 September 1945, Presiden Soekarno melantik RS Soekanto Tjokrodiatmodjo menjadi Kepala Kepolisian Negara (KKN).

Pada awalnya kepolisian berada dalam lingkungan Kementerian Dalam Negeri dengan nama Djawatan Kepolisian Negara yang hanya bertanggung jawab masalah administrasi, sedangkan masalah operasional bertanggung jawab kepada Jaksa Agung.

Namun, sejak terbitnya PP Nomor 11 Tahun 1946, kepolisian negara bertanggung jawab secara langsung kepada presiden. Tanggal 1 Juli inilah yang setiap tahun diperingati sebagai Hari Bhayangkara hingga saat ini.

Pangkat polisi adalah tingkat kedudukan yang menunjukkan peran, fungsi, kemampuan, serta keabsahan wewenang dan tanggung jawab dalam penugasan. Pangkat polisi didapatkan dari masa abdi, prestasi maupun penilaian.

Ada tiga pangkat polisi yakni Perwira, Bintara dan Tamtama. Pangkat polisi Tamtama terbagi lagi menjadi tiga jenjang, yaitu Bhayangkara Kepala (Bharaka), Bhayangkara Satu (Bharatu) dan Bhayangkara Dua (Bharada). Sebutan Bhayangkara diambil dari nama pasukan Kerajaan Majapahit.

Mengutip Tempo,Sejarah  kepolisian di Indonesia dimulai pada masa kolonial Belanda. Kemudian pada 19 Agustus 1945, Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) dalam sidangnya membentuk UUD 1945 sekaligus membentuk berdirinya Badan Kepolisian Negara (BKR).

BKR diciptakan dengan tujuan menjaga keamanan di dalam negeri. Namun, BKR belum memiliki struktur dan sistem yang terorganisasi dengan baik.

Pada tahun 1948, BKR diubah menjadi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI) yang juga bertanggung jawab atas tugas-tugas kepolisian.

Namun, karena ABRI memiliki fokus yang lebih luas, terjadi kebutuhan untuk memisahkan fungsi kepolisian agar dapat lebih efektif dalam menjalankan tugasnya. Penggabungan kekuatan angkatan bersenjata di bawah satu komando bertujuan untuk mencapai efektivitas dan efisiensi dalam menjalankan peran mereka.

Namun, setelah jatuhnya rezim Soeharto, muncul permintaan agar kepolisian dipisahkan dari ABRI. Ini merupakan hasil dari aspirasi reformasi yang bertujuan untuk menghapus sejumlah kebijakan kontroversial ABRI yang ada pada era Orde Baru, seperti Dwifungsi ABRI.

Baca Juga: Begini Strategi Penataan Kota Kendari Sebagai Mitigasi Bencana Banjir

Sebelum dipisah seperti saat sekarang, Kepolisian Republik Indonesia (Polri) dan Tentara Nasional Indonesia (TNI) dulunya sempat tergabung dalam Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI). Penyatuan keduanya dilakukan pada 1962 saat Indonesia menghadapi berbagai ancaman integritas nasional.

Pada 1 April 1999, Presiden BJ Habibie mengeluarkan Instruksi Presiden Nomor 2 Tahun 1999 tentang Langkah-langkah Kebijakan dalam Rangka Pemisahan Kepolisian dari ABRI.

Sejak diterbitkannya instruksi tersebut, Polri yang tadinya di bawah Mabes ABRI ditempatkan di bawah Departemen Pertahanan dan Keamanan (Dephankam). Setelah resmi berpisah dengan TNI, Polri menambah jumlah personelnya sebelum Pemilu 1999. Dalam catatan Tempo, penambahan personel sebanyak 70 ribu orang.

Setelah Pemilu 1999 usai, Habibie tidak lagi jadi presiden, tetapi proses pemisahan Polri dari TNI dilanjutkan oleh presiden berikutnya, Abdurrahman Wahid. (C)

Penulis: Ahmad Jaelani

Editor: Fitrah Nugraha

 

* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS

Baca Juga