Kisah Ibu Tunggal Mengais Rezeki di Lampu Merah Kota Kendari

Erni Yanti, telisik indonesia
Jumat, 10 Januari 2025
0 dilihat
Kisah Ibu Tunggal Mengais Rezeki di Lampu Merah Kota Kendari
Penjual kerupuk dan tisu di lampu merah Jl. Syech Yusuf, Kelurahan Korumba, Kota Kendari. Foto: Erni Yanti/Telisik

" Di tengah hiruk-pikuk kota yang tak pernah tidur, seorang ibu tunggal bernama Hastitin (30) menjalani kehidupan penuh perjuangan "

KENDARI, TELISIK.ID - Di tengah hiruk-pikuk kota yang tak pernah tidur, seorang ibu tunggal bernama Hastitin (30) menjalani kehidupan penuh perjuangan.

Setiap hari, mulai pukul 9 pagi hingga 4 sore, ia berjualan kerupuk dan tisu di lampu merah. Selama tujuh tahun terakhir, pekerjaan ini dilakukannya demi membesarkan anaknya dan memberikan kehidupan yang lebih baik, meski menghadapi berbagai kesulitan.

Saat berjualan, Hastitin mengenakan topi dan kaos tangan untuk melindungi diri dari terik matahari. Panas tidak membuatnya gentar. Begitu lampu merah menyala, ia mulai menawarkan dagangannya kepada pengendara yang berhenti.

Hastitin menjadi ibu tunggal setelah bercerai dengan suaminya tiga tahun lalu. Sejak itu, ia menjadi satu-satunya penopang keluarga, mengurus anaknya tanpa bantuan dari pemerintah. Meski begitu, ia tidak pernah mengeluh.

"Kalau kita tidak jualan, siapa yang kasih makan dan kasih sekolah anak," ujarnya sambil menatap jauh ke depan, berharap anaknya bisa hidup lebih baik dari dirinya.

Dalam sehari, Hastitin biasanya mendapat keuntungan sekitar Rp 70 ribu dari hasil jualannya. Kerupuk dijualnya seharga Rp 5.000 per bungkus dan tisu Rp 15.000.

Baca Juga: Libur Sekolah, Bocah 13 Tahun Bantu Orang Tua dengan Berjualan Buroncong

Bagi banyak orang, angka tersebut mungkin terlihat kecil, namun bagi Hastitin, hasil itu sangat berarti untuk kelangsungan hidup dan pendidikan anaknya.

Namun, perjuangan ini tidak selalu mulus. Saat lampu merah menyala, ia sering diabaikan oleh pengendara. Tak jarang, ia harus berhadapan dengan petugas Satpol PP yang melarangnya berjualan di lokasi tersebut. Meski sering dikejar-kejar atau bahkan ditangkap, ia tetap bertahan.

"Saya harus jualan, kalau tidak ada Satpol PP saya menjual," katanya dengan mata berkaca-kaca, mengingat perjuangannya selama ini.

Hastitin tidak menerima bantuan dari pemerintah, yang membuatnya merasa semakin terisolasi dalam perjuangannya. Meski lelah dan nyaris putus asa, ia terus melangkah maju.

Setiap hari ia berjualan dengan mengenakan jilbab, topi, dan kaos tangan untuk melindungi tubuhnya dari panas matahari.

Meski kadang dagangannya tidak laku, ada saja orang yang memberinya nasi bungkus sebagai bentuk empati. Saat lelah dan tidak ada pengendara yang membeli, ia duduk sejenak di bawah lampu merah, mengumpulkan tenaga sebelum melanjutkan perjuangannya.

Ia berharap anaknya kelak bisa sukses dan tidak harus menjalani kehidupan yang penuh perjuangan seperti dirinya.

Seorang pembeli bernama Tiana, yang kebetulan membeli kerupuk dari Hastitin, mengaku terharu melihat kegigihan ibu tersebut.

Baca Juga: Juru Parkir KFC Kendari: Kerja Ikhlas Walau Penghasilan Tergerus Pembayaran Nontunai

"Kadang sedih juga melihat dia menawarkan dagangannya tidak direspon. Panas matahari tidak membuatnya cepat beristirahat," ujarnya.

Tiana mengatakan, melihat perjuangan para penjual di jalanan membuka mata dan pikirannya untuk lebih bersyukur atas apa yang dimiliki.

"Kadang kita lupa bersyukur dengan apa yang kita miliki, padahal masih banyak di luar sana yang berjuang keras hanya untuk mencari makan," tambahnya. (B)

Penulis: Erni Yanti

Editor: Fitrah Nugraha

 

* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS 

TAG:
Baca Juga