Kontroversi Penyebaran Nyamuk Wolbachia: Ditolak di Bali, Dilanjutkan di Lima Kota di Indonesia
Mustaqim, telisik indonesia
Sabtu, 18 November 2023
0 dilihat
Penyebaran nyamuk wolbachia tetap dilanjutkan di lima kota di Indonesia meski percobaan di Bali ditolak oleh masyarakat setempat. Foto: Repro Antara
" Nyamuk wolbachia ramai diperbincangkan dan mengundang kontroversi. Nyamuk ini dianggap ampuh untuk menanggulangi Demam Berdarah Dengue (DBD) "
JAKARTA, TELISIK.ID – Nyamuk wolbachia ramai diperbincangkan dan mengundang kontroversi. Nyamuk ini dianggap ampuh untuk menanggulangi Demam Berdarah Dengue (DBD). Meski jutaan telur nyamuk wolbachia telah disiapkan untuk disebar di Denpasar dan Buleleng, Provinsi Bali, dalam November 2023, rencana ini akhirnya ditunda.
Sebelumnya, Wali Kota Denpasar, I Gusti Ngurah Jaya Negara mengatakan, pihaknya akan menyebar nyamuk wolbachia jika dilakukan oleh Kementerian Kesehatan RI, bukan oleh pihak ketiga.
Penyebaran nyamuk bionik ini dikhawatirkan membawa risiko bagi kesehatan masyarakat, yakni bisa menimbulkan penyakit baru yang berbahaya.
Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI, Siti Nadia Tarmizi, mengakui adanya penundaan penyebaran nyamuk wolbachia.
“Penundaan lebih kepada kurang optimalnya penyiapan masyarakat, sehingga ada pihak yang merasa belum mendapatkan informasi yang sebenarnya,” kata Nadia di Jakarta, Jumat (17/11/2023).
Walau masih ada kontroversi di Bali, Nadia memastikan bahwa pilot project penyebaran wolbachia akan tetap dilanjutkan di wilayah lain di Indonesia.
Upaya melanjutkan kebijakan penyebaran wolbachia ini, menurut Nadia, mengacu pada Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor HK.01.07/MENKES/1341/2022 tentang Penyelenggaraan Pilot Project Penanggulangan Dengue dengan Metode Wolbachia.
Baca Juga: MUI Siap Cabut Sertifikat Halal Produk yang Dukung Agresi Israel ke Gaza
Uji coba penyebaran nyamuk wolbachia di Yogyakarta dan Bantul pada 2022, kata Nadia, menunjukkan hasil positif. Di lokasi ini, wolbachia mampu menekan kasus DBD hingga 77 persen dan menurunkan proporsi rawat inap sampai 86 persen.
“Pemanfaatan teknologi wolbachia juga telah dilaksanakan di sembilan negara lain, termasuk Brasil, Australia, dan Vietnam. Hasilnya menunjukkan efektivitas yang signifikan dalam pencegahan Dengue,” ujar Nadia.
Penyebaran nyamuk wolbachia di Indonesia, sering juga disebut sebagai ‘nyamuk Bill Gates’, telah menuai kontroversi dari publik setelah viral di berbagai media sosial video yang menarasikan dampak penyebaran nyamuk wolbachia.
Sebagian publik menuding proyek nyamuk bionik ini merupakan misi tersembunyi mantan CEO Microsoft, Bill Gates, untuk membentuk genetik LGBT dan membuat virus baru yakni Japanese Ensefalitis (JE) yang mematikan.
Ahli kesehatan dari Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Profesor Zubairi Djoerban, menjelaskan bahwa proyek ini dikembangkan oleh World Mosquito Program (WMP) yang merupakan bagian dari Monash University, Australia.
“Mungkin karena proyek ini mendapatkan dukungan dari Bill & Melinda Gates Foundation, maka banyak dikenal sebagai nyamuk Bill Gates,” ujar Zubairi.
Menurut dokter spesialis penyakit dalam subspesialisasi Hematologi Onkologi Medik ini, tujuan utama proyek tersebut untuk menurunkan penyebaran DBD, demam kuning, dan chikungunya.
“Bakteri wolbachia ini dapat melumpuhkan virus dengue yang terkandung dalam nyamuk aedes aegypti. Ini seperti vaksin, tapi yang divaksin itu nyamuknya agar tidak menyebarkan virus ke manusia,” jelas Zubairi.
Zubairi menyebut bahwa penolakan di masyarakat muncul karena kekhawatiran terjadinya mutasi yang bisa mengarah pada sifat ganas nyamuk dan adanya metode lain dalam pembasmian nyamuk.
Upaya pemerintah melalui Kementerian Kesehatan RI untuk melawan DBD dengan menyebarkan nyamuk wolbachia juga mendapat kritik keras dari mantan Menteri Kesehatan, Siti Fadillah Supari. Dia mengaku heran karena masyarakat Indonesia hanya dijadikan sebagai kelinci percobaan dari proyek tersebut.
“Ini adalah sesuatu ketidaknyamanan bagi kami, bagi rakyat Indonesia kalau ada hal yang seperti ini. Mungkin harus ada tata cara bagaimana kalau rakyat itu digunakan satu penelitian, jadi jangan begitu saja rakyat itu dipakai seperti itu,” kritik Siti dalam sebuah tayangan video yang diunggah di akun YouTube, seperti dikutip Telisik pada Jumat (17/11/2023).
Kemenkes, menurut Siti, selama ini cukup berhasil mengendalikan DBD sehingga tidak ada kasus kematian yang membuat heboh. Siti kemudian mempertanyakan riset baru yang dilakukan secara tidak transparan.
“Kami tidak menolak penelitian oleh siapapun. Tetapi kalau mereka menggunakan masyarakat kita dalam penelitian itu harusnya ada cara yang lebih transparan,” harap Menkes era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ini.
Karena itu, Siti mendukung sikap masyarakat Bali yang menolak disebarkannya jentik nyamuk berbakteri wolbachia di lingkungan mereka.
“Jadi ini adalah programnya WMP, meliputi dari 11 negara, yaitu Vanuatu, Indonesia, Australia, kemudian Sri Lanka, Vietnam, Kolombia, Meksiko, Fiji dan Kiribati. Sementara Singapura tidak jadi, tetapi di Indonesia apakah betul masyarakat kita menyetujui atau tidak saya tidak tahu,” ujarnya.
Selain di Indonesia, pemanfaatan teknologi wolbachia juga telah dilaksanakan di sembilan negara lain untuk pencegahan DBD. Sembilan negara yang dimaksud adalah Brasil, Australia, Vietnam, Fiji, Vanuatu, Mexico, Kiribati, New Caledonia (Kaledonia Baru), dan Sri Lanka.
Teknologi wolbachia melengkapi strategi pengendalian yang berkasnya sudah masuk ke Stranas (Strategi Nasional). Sebagai pilot project di Indonesia, inovasi ini akan dilaksanakan di lima kota, yakni Kota Semarang, Jakarta Barat, Kota Bandung, Kota Kupang, dan Kota Bontang.
Lima kota tersebut ditetapkan berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1341 tentang Penyelenggaraan Pilot project Implementasi Wolbachia sebagai Inovasi Penanggulangan Dengue.
Baca Juga: Penonton Antre Sejak Siang di GBK, Massa Geranati LGBT Tolak Konser Coldplay dan Salat di Jalan
Data Kemenkes RI mencatat 131.265 kasus DBD di Indonesia pada tahun 2022, 40 persen di antaranya terjadi pada anak usia 0-14 tahun. Jumlah kematian tercatat 1.135 kasus.
Wolbachia adalah bakteri yang sangat umum dan terdapat secara alami pada 50 persen spesies serangga, termasuk beberapa nyamuk, lalat buah, ngengat, capung, dan kupu-kupu. Wolbachia hidup di dalam sel serangga dan diturunkan dari satu generasi ke generasi berikutnya melalui telur.
Nyamuk aedes aegypti biasanya tidak membawa wolbachia, namun banyak nyamuk lainnya yang membawa wolbachia. Mengutip situs resmi WMP, ketika nyamuk aedes aegypti membawa wolbachia, bakteri tersebut bersaing dengan virus lain seperti demam berdarah, zika, chikungunya, dan demam kuning.
Hal ini mempersulit virus untuk berkembang biak di dalam tubuh nyamuk. Artinya, kecil kemungkinan nyamuk menyebarkan virus dari orang ke orang. Sehingga ketika nyamuk aedes aegypti membawa bakteri wolbachia alami, penularan virus seperti demam berdarah, zika, chikungunya, dan demam kuning berkurang.
Dalam program ini, WMP membiakkan nyamuk ber-wolbachia. Melalui kemitraan dengan masyarakat setempat, wolbachia dilepasliarkan ke wilayah yang terkena penyakit yang ditularkan oleh nyamuk. Hal ini berarti lebih sedikit risiko penyakit di komunitas dimana wolbachia terdapat pada populasi nyamuk lokal. (A)
Penulis: Mustaqim
Editor: Haerani Hambali
* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS