Membincangkan Usul Hak Angket DPR

Efriza, telisik indonesia
Minggu, 05 November 2023
0 dilihat
Membincangkan Usul Hak Angket DPR
Efriza, Dosen Ilmu Politik di Beberapa Kampus dan Owner Penerbitan. Foto: Ist.

" PDIP kecewa berat karena Gibran memilih menjadi calon wakil presiden (cawapres) mendampingi Prabowo Subianto, padahal Gibran diberikan tugas oleh PDIP sebagai juru kampanye dan juru bicara dari pasangan Ganjar-Mahfud "

Oleh: Efriza

Dosen Ilmu Politik di Beberapa Kampus dan Owner Penerbitan

RAPAT Paripurna ke-8 Masa Persidangan II Tahun Sidang 2023-2024 diwarnai salah satunya interupsi yang dilakukan oleh Anggota DPR dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP). Masinton Pasaribu mengusulkan agar DPR menggulirkan hak angket terkait polemik yang terjadi saat ini di tubuh Mahkamah Konstitusi (MK).

Masinton mengungkapkan, protesnya berkaitan dengan upaya menjaga mandat konstitusi, mandat reformasi, dan demokrasi. Masinton menilai, saat ini Indonesia berada dalam ancaman-ancaman terhadap konstitusi, termasuk juga mengenai penyelenggaraan negara yang bebas dari kolusi, korupsi, dan nepotisme (KKN) Berkaitan dengan itu, Masinton mengajukan hak angket DPR terhadap MK. Untuk itu, dalam interupsinya, ia mengusulkan untuk DPR melakukan hak angket (DPR.go.id, 01/11/2023).

Dari interupsi Masinton yang menginginkan DPR menggulirkan hak angket terhadap MK menimbulkan polemik di tengah masyarakat. Tulisan ini ingin membahas polemik dari upaya menggulirkan usul hak angket DPR terhadap MK, yang diperkirakan akan dikoordinatori oleh PDIP sebagai partai dari Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Menerka Tujuan PDIP Usulkan Hak Angket

Guliran usul Hak Angket ditenggarai PDIP sangat sakit hati kepada Jokowi dan keluarganya utamanya Gibran maupun Kaesang. PDIP kecewa berat karena Gibran memilih menjadi calon wakil presiden (cawapres) mendampingi Prabowo Subianto, padahal Gibran diberikan tugas oleh PDIP sebagai juru kampanye dan juru bicara dari pasangan Ganjar-Mahfud.

Ini menunjukkan interupsi Masinton agar DPR menggulirkan hak angket, ditujukan bukan semata-mata untuk menyelidiki dari hasil Putusan MK yang berkaitan dengan perubahan aturan terkait batas usia seseorang untuk bisa berkompetisi sebagai Calon Presiden (Capres) dan Calon Wakil Presiden (Cawapres).

Namun juga ditenggarai kekecewaan teramat dalam sehingga PDIP diyakini bukan saja tak bisa move on tetapi memang ingin mencoreng nama baik dari  Jokowi dan Gibran secara personal dengan strategi politik melalui persepsi publik.

Strategi PDIP dengan tujuan menggiring respons dan opini negatif dari masyarakat untuk Jokowi dan Gibran. Strategi politik ini bagi PDIP memang ditenggarai mesti dilakukan, sebab jika PDIP tampak pasif, datar, dan terkesan diam saja atas polemik dari Putusan MK yang menyebabkan Gibran bisa jadi cawapres. Maka dikhawatirkan masyarakat akan memberikan respons negatif terhadap PDIP, ini tentu saja yang ingin dihindari oleh PDIP.

Berikutnya PDIP mencoba untuk membuka peluang untuk pengguliran hak angket DPR, adalah juga bagian dari strategi politik PDIP yang berusaha meningkatkan elektabilitas dengan harapan terjadinya peningkatan perolehan suara, sebab PDIP ingin mendapatkan point plus bahwa PDIP menjadi aktor yang mengawal ekspresi kekesalan dan kekecewaan masyarakat terhadap Penguasa Politik Jokowi dan Gibran terkait putusan MK tersebut.  

Jadi tujuan besarnya sebuah harapan agar terjadinya peningkatan perolehan suara PDIP, ini bisa terjadi jika terjadinya peralihan suara pendukung loyal Jokowi secara personal beralih kepada PDIP karena kecewa kepada Jokowi atas Putusan MK tersebut.

Baca Juga: Dinamika Politik Pasca Pendaftaran Pasangan Capres-Cawapres

PDIP juga secara tidak langsung berharap bukan saja merebut pemilih loyal personal Jokowi, tetapi sekaligus berharap pemilih dengan dasar pertimbangan nasionalisme juga beralih dari Gerindra kepada PDIP, sebab putusan MK tersebut tak bisa dilepaskan dari pasangan Gibran yakni Capres Prabowo Subianto yang diusung oleh Gerindra.

Strategi politik ini memang bagus. Hanya saja juga bisa menjadi bumerang bagi PDIP. Sebab, memungkinkan masyarakat jengah dan sekaligus kesal dengan menganggap PDIP sekadar menjadikan kekesalan masyarakat terhadap Jokowi dan Gibran untuk sekadar mendongkrak suara PDIP semata.

Seolah-olah, PDIP kesal dengan Jokowi juga melakukan serangkaian serangan politik terhadap Jokowi untuk kepentingan masyarakat, padahal Jokowi adalah tetap kader dari PDIP, bahkan tak bisa dimungkiri bahwa Jokowi adalah Presiden yang terpilih dari PDIP.

Sisi lain, jangan lupakan pula PDIP juga sempat melirik bahkan Gibran masuk menjadi enam nama yang dipertimbangkan menjadi kandidat cawapres Ganjar Pranowo. Nama Wali Kota Solo Gibran Rakabuming Raka menjadi yang teranyar dalam daftar tersebut.

Namun, tergantung keputusan MK terkait permohonan uji materi mengenai ambang batas minimal syarat capres dan cawapres. Hanya saja Putusan MK menghadirkan polemik sekaligus respons negatif dari publik, sehingga tak kurang dari dua hari pasca putusan MK, PDIP mengumumkan Mahfud MD sebagai cawapres Ganjar pada 18 Oktober 2023. Ini menunjukkan pilihan mengusung Mahfud sebagai cawapres juga adalah strategi sekaligus mencegah respons negatif masyarakat terhadap PDIP.

Artinya, adanya upaya strategi politik dari PDIP, tetapi juga strategi ini memungkinkan blunder berupa penurunan kepercayaan masyarakat terhadap PDIP. Sehingga, bukan mendongkrak perolehan suara PDIP, malah membuat masyarakat tak mempercayai PDIP.

Menggunakan bahasa Sarkas anak muda sekarang, PDIP sedang melakukan lawak politik. Seperti menyerang Jokowi, tetapi Jokowi adalah tetap bagian dari kader PDIP. Apalagi jelas, PDIP tetap ingin membiarkan Jokowi menjabat sebagai Presiden hingga berakhir sesuai ketentuan konstitusi semata.

Polemik Dorongan Hak Angket DPR

Harus diakui bahwa memang melalui hak angket DPR diharapkan akan terbuka dan memungkinkan terjawab terkait apakah adanya intervensi dari Eksekutif kepada MK, sehingga putusan MK itu telah mencoreng lembaga ini.

Berdasarkan rujukan Pasal 199 Undang-Undang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3) tentang Hak Angket dijelaskan bahwa, syarat hak angket adalah 25 (dua puluh lima) orang dan lebih dari 1 (satu) fraksi. Hal terberat usul hak angket adalah materi kebijakan dan/atau pelaksanaan undang-undang yang akan diselidiki, dan alasan penyelidikan, kedua hal ini yang berat untuk dirumuskan dari pengusul hak angket.

Jika PDIP hanya menggunakan hak angket terkait Gibran semata, kemudian dimaksudkan digunakan untuk menyelidiki putusan MK seperti keinginan Masinton Pasaribu, tentu saja ini adalah kesalahan fatal. Ini harus ditolak oleh DPR, sebab DPR akan terjebak kepada kepentingan PDIP dengan konsekuensi langsung bahwa hak angket ditujukan langsung dan tak langsung terjadinya intervensi terhadap independensi pengadilan oleh lembaga legislatif.

Oleh sebab itu, jika DPR ingin melakukan penggunaan hak angket yang tepat. Sebaiknya, DPR  menunggu keputusan Mahkamah Kehormatan MK. Sebab dari hasil penyelidikan dan Putusan Mahkamah Kehormatan MK, diyakini bisa terungkap misalnya, adakah Jokowi yang merupakan penguasa politik sebagai terduga telah melakukan perilaku yang melibatkan kekuasaan yang dimiliki dirinya sebagai presiden sehingga terjadinya Putusan MK yang menguntungkan Gibran Rakabuming Raka. Artinya, terbukti adanya intervensi dari lembaga eksekutif (Pemerintah) terhadap lembaga yudikatif (MK).

Blunder dan Usul Hak Angket

Usul Hak Angket DPR jika diajukan memang memungkin ditolak, sebab merujuk Pasal 199 ayat (3) yang berbunyi: “usul sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjadi hak angket DPR apabila mendapat persetujuan dari rapat paripurna DPR yang dihadiri lebih dari 1/2 (satu per dua) jumlah anggota DPR dan keputusan diambil dengan persetujuan lebih dari 1/2 (satu per dua) jumlah anggota DPR yang hadir.”

Diterimanya usul ini tergantung dinamika koalisi Pemilihan Presiden Langsung (Pilpres) saat ini, sebab konfigurasi politik dari Koalisi Indonesia Maju (KIM) pengusung Prabowo-Gibran memiliki kursi mayoritas di Parlemen. Jangan lupakan pula, Jokowi didukung penuh oleh partai-partai di Senayan kecuali Partai Keadilan Sejahtera (PKS) semata. Ini menunjukkan guliran usul hak angket dapat memungkinkan sia-sia saja, karena kekuatan partai-partai besar di koalisi Prabowo-Gibran.

Sekali lagi disampaikan bahwa ditenggarai PDIP mengajukan perguliran usul hak angket untuk kepentingan menyusutkan dan memberikan persepsi negatif langsung oleh masyarakat kepada Jokowi dan Gibran.

Baca Juga: Demi Kepentingan Gibran

Sehingga diharapkan dari polemik interupsi pengusulan hak angket ini dapat menghadirkan penurunan elektabilitas dari Pasangan Prabowo-Gibran, juga menggerus simpatik dukungan serta suara dari pasangan Prabowo-Gibran saat di Pemilu 2024 nanti.

Utama sasarannya adalah untuk merebut suara pemilih loyal dari personal Jokowi untuk memilih PDIP dan pasangan Ganjar-Mahfud.

Sisi lain yang perlu disampaikan adalah dikhawatirkan hak angket ini jika bergulir, layaknya hak angket sebelumnya yang pernah dilakukan oleh partai pendukung pemerintah untuk sekadar mendapatkan respons positif berupa dukungan publik terhadap partai itu dan citra positif terhadap institusi DPR semata.

Namun, tak menutup kemungkinan seperti Hak Angket Century sekadar mengungkapkan nama-nama yang bertanggung jawab atas polemik dari Putusan MK, tetapi tidak diikuti adanya upaya serius tindak lanjut berikutnya.

PDIP sebenarnya juga sedang melakukan perilaku politik janggal, karena Jokowi adalah kader PDIP, partainya yang mengusung Jokowi. PDIP juga menunjukkan sikap ingin Jokowi menyelesaikan akhir jabatannya sesuai dengan konstitusi.

Bahkan, Megawati Soekarnoputri selaku Ketua Umum dan Ikon PDIP, malah menunjukkan sikap negarawan sejati. Megawati diyakini memang jengkel tetapi tak bereaksi keras terhadap sikap Jokowi dan Gibran.

Megawati seakan menyampaikan pesan kepada publik bahwa ia telah memaafkan, membiarkan saja, tetapi tidak melupakan “dansa politik” dari Jokowi dan Gibran.  

Ini menghadirkan persepsi di Publik bahwa di tubuh PDIP yang bereaksi dengan susah move on terhadap perilaku Jokowi maupun Gibran bukanlah para elite-elite papan atas dari kandang banteng moncong putih, melainkan sekadar elite papan tengah saja yang mungkin saja sedang mencari sensasi agar terpilih kembali di Senayan.

Sehingga, usul hak angket oleh PDIP untuk meninjau perilaku Presiden dari PDIP sendiri, memungkinkan hak angket sekadar ngotot diawal, kemudian kehilangan tenaganya ditengah perjuangan, dan/atau malah kisah akhirnya memungkinkan menggantung. Tetapi bagi PDIP, setidaknya sudah membuat nama Presiden Jokowi dan Gibran memperoleh sentimen negatif dan citra negatif. (*)

 

* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS 

Artikel Terkait
Baca Juga