Konstruksi Praksis Politik Pilkada 2020
Alamsyah, telisik indonesia
Minggu, 14 Februari 2021
0 dilihat
Alamsyah, Dosen Ilmu Komunikasi Politik dan Media Universitas Islam Syekh Yusuf (UNIS) Tangerang, dan pengurus ICMI Orwil Banten. Foto: Ist.
" Meminjam konsep kritis seorang filsuf dari Prancis, Pierre Bourdieu, ada tiga poin vital pada tataran praksis, yaitu habitus, modal, dan arena. Dan perubahan sosial bisa dilakukan, jika orang memiliki habitus, kapital, dan mampu menempatkan kedua hal tersebut dalam konteks yang tepat di suatu arena. "
Oleh: Alamsyah
Dosen Ilmu Komunikasi Politik dan Media Universitas Islam Syekh Yusuf (UNIS) Tangerang, dan pengurus ICMI Orwil Banten
KONTESTASI politik dalam ruang demokrasi terbuka membentuk proses konstruksi praksis. Perhelatan pemilihan kepala daerah atau Pilkada serentak yang baru-baru ini digelar di Indonesia pada 2020 bisa jadi ajang kandidat dalam mengejawantahkan bangunan praksis politik.
Meminjam konsep kritis seorang filsuf dari Prancis, Pierre Bourdieu, ada tiga poin vital pada tataran praksis, yaitu habitus, modal, dan arena. Dan perubahan sosial bisa dilakukan, jika orang memiliki habitus, kapital, dan mampu menempatkan kedua hal tersebut dalam konteks yang tepat di suatu arena.
Habitus adalah nilai-nilai sosial yang dihayati oleh manusia, tercipta melalui proses sosialisasi nilai-nilai yang berlangsung lama, sehingga mengendap menjadi cara berpikir dan pola perilaku yang menetap di dalam diri manusia itu.
Habitus sangat berpengaruh dalam diri seseorang, sampai mempengaruhi tubuh fisiknya. Habitus yang sudah begitu kuat tertanam serta mengendap menjadi perilaku fisik disebut sebagai Hexis.
Habitus tersebut diperoleh dari penghayatan nilai-nilai yang ada di lingkungan seseorang, yang kemudian mengendap menjadi cara berpikir dan pola perilaku yang dihayatinya sebagai manusia. Sementara kapital adalah modal yang memungkinkan kita untuk mendapatkan kesempatan-kesempatan di dalam hidup.
Ada banyak jenis kapital, seperti kapital intelektual atau pendidikan, kapital ekonomi yang bisa berupa uang, atau materi, dan kapital budaya yakni memiliki latar belakang dan jaringan sosial. Kapital bisa diperoleh, jika orang memiliki habitus yang tepat dalam hidupnya.
Karena memiliki kapital intelektual (pendidikan), orang bisa bekerja sebagai pendidik, dan memiliki uang (kapital ekonomi) untuk hidup. Kapital intelektual juga bisa diubah menjadi kapital budaya (jaringan yang banyak), sehingga bisa memperkaya kapital intelektual itu sendiri. Kapital ekonomi juga bisa diubah, misalnya dengan investasi, sehingga menghasilkan kapital ekonomi dan kapital budaya yang lebih besar.
Arena adalah ruang khusus yang ada di dalam masyarakat. Ada beragam arena, seperti arena pendidikan, arena bisnis, arena seniman, dan arena politik. Jika orang ingin berhasil di suatu arena, maka ia perlu untuk mempunyai habitus dan kapital yang tepat.
Baca juga: Maju Mundur Jadwal Pilkada Lanjutan
Jika seseorang ingin berhasil dalam arena bisnis, ia pun harus memiliki habitus yang tepat seperti ulet dalam bekerja dan hemat, serta kapital bisnis memiliki uang sebagai modal usaha maupun kapital budaya berupa jaringan kenalan yang luas yang tepat.
Jika orang memiliki habitus dan kapital seorang pendidik, dan ia terjun ke dalam dunia bisnis, maka kemungkinan besar, ia tak akan berhasil.
Pilkada yang digelar pada 9 Desember 2020 lalu bisa juga ditelaah sebagai ajang perjuangan dari bentuk politik kekerabatan atau dinasti politik. Sebut saja Pilkada Kota Solo, di mana putra sulung Presiden RI Joko Widodo yakni Gibran Rakabuming Raka tampil sebagai peserta pilkada tersebut.
Gibran yang berpasangan dengan Teguh Prakosa (calon Wakil Walikota Solo-red) berhasil memenangkan pemilihan kepala daerah yang digelar di Kota Solo itu.
Penulis berpendapat kehadiran Gibran Rakabuming dalam memperebutkan kursi Walikota Solo adalah sebuah konstruksi praksis politik. Seperti yang kita ketahui bahwa Gibran merupakan sosok yang tak asing lagi dan populer lantaran putra seorang Presiden RI, Joko Widodo.
Karir politik sang bapak yang moncer di mana pernah menjadi Walikota Solo, Gubernur DKI Jakarta, dan kini menjadi Presiden RI dalam masa dua periode secara tak langsung bertahun-tahun membimbing Gibran hadir dalam lingkungan politik ke dalam entitas habitus.
Setelah menjalani proses habitus Gibran pun telah memiliki kapital di mana modal yang memungkinkannya mendapatkan kesempatan terjun ke gelanggang politik. Latar belakang sang ayah yang sukses dalam karier politik, jaringan organisasi sosial politik yang luas, serta kapital ekonomi yang mumpuni semakin membuka lebar peluang Gibran meraih sebuah cita-cita politik.
Dan, tampil menjadi salah-satu kandidat pada Pilkada Kota Solo pada 2020 lalu kehadiran Gibran Rakabuming pun sangat diperhitungkan terutama kans memenangkan kompetisi demi memenangkan pemilihan kepala daerah tersebut.
Kemenangan Gibran Rakabuming pada Pilkada Kota Solo 2020 bisa dikatakan sebagai bentuk praksis politik yang tepat. Sebuah arena dalam bentuk pemilihan umum yang digelar secara langsung bukanlah hal yang mudah bagi kandidat untuk meraih kemenangan politik.
Baca juga: Revisi UU Pemilu hanya Memperluas Kekuasaan
Hal ini tak lepas dari penempatan kekuatan habitus dan kapital ke dalam sebuah konteks yang harus tepat di suatu arena pemilihan umum tersebut.
Ada beberapa varian yang menurut asumsi penulis terkait kesuksesan Gibran Rakabuming bertaruh di arena Pilkada Kota Solo 2020.
Pertama, Gibran Rakabuming dan Teguh Prakosa didukung oleh partai politk dominan, sementara kandidat lain yang merupakan rival hadir di arena sebagai pasangan calon (paslon) independen atau tidak diusung dari partai politik. Dengan demikian, tingkat akseptabilitas Gibran-Teguh begitu tinggi mengingat parpol pengusung memiliki jaringan suara politik besar.
Kedua, terlepas adanya polemik pro kontra terhadap politik kekerabatan, dan ditambah faktor sebagai anak seorang pejabat politik yang masih berkuasa tingkat popularitas Gibran semakin tinggi.
Dan ketiga, dengan tidak adanya paslon petahana yang tampil di arena pilkada membuat Gibran dan Teguh, setidaknya peluang untuk memenangkan kompetisi Pilkada di Kota Solo sangat besar.
Kemenangan Gibran Rakabuming pada kontes pemilihan Walikota Solo tersebut hanyalah salah-satu contoh dari sebuah kontruksi praksis politik di arena Pilkada Serentak 2020 Indonesia.
Dan praksis politik ini juga terjadi di sejumlah daerah pemilihan yang lainnya, misalnya pasangan calon Benyamin Davnie-Pilar Saga Ichsan yang ditetapkan KPU sebagai pemenang pada Pilkada Kota Tangerang Selatan.
Pilar Saga merupakan putra kandung Bupati Serang Ratu Tatu Chasanah. Selain itu, ada Rezita Meylani Yopi yang memenangkan kursi bupati pada Pilkada Indragiri Hulu (Inhu) 2020. Rezita Meylani merupakan istri dari Yopi Arianto yang sebelumnya merupakan Bupati Inhu dengan menjabat selama dua periode.
Lalu ada Etik Suryani yang memenangkan Pilkada Kabupaten Sukoharjo. Etik Suryani akan meneruskan suaminya, Wardoyo, yang sudah dua periode menjabat Bupati Sukoharjo. (*)