Menelisik Sejarah Hari Buruh Sedunia di Indonesia
Kardin, telisik indonesia
Jumat, 01 Mei 2020
0 dilihat
Presiden pertama Indonesia, Soekarno saat berpidato di peringatan Hari Buruh. Foto: Ist.
" Peringatan hari buruh di Indonesia pertama kali terjadi pada masa kolonial Belanda yang dilakukan di Surabaya pada 1 Mei 1918.. "
Hari Buruh Sedunia atau yang lebih dikenal dengan sebutan May Day dirayakan setiap 1 Mei di hampir setiap negara, termasuk di Indonesia.
Peringatan hari buruh di Indonesia pertama kali terjadi pada masa kolonial Belanda yang dilakukan di Surabaya pada 1 Mei 1918.
Menelisik sejarahnya, 102 tahun silam, ratusan anggota Serikat Buruh Kung Tang Hwee Koan menggelar peringatan Hari Buruh di Surabaya. Sneevliet dan Bars yang merupakan tokoh Indische Sociaal Democratische Vereeniging (ISDV) atau Perkumpulan Sosialis Demokrat Hindia Belanda menghadiri perayaan itu dan menyampaikan pesan ISDV di sana.
Serikat Buruh Kung Tang Hwee Koan itu sebetulnya bermarkas di Shanghai, tetapi punya ratusan anggota di Surabaya.
Dalam tulisan "Peringatan 1 Mei Pertama Kita", Sneevliet tidak menutupi rasa kekecewaannya atas perayaan itu. Meskipun sudah dipublikasikan secara luas dan besar-besaran, tetapi perayaan itu hanya menarik orang-orang Eropa dan hampir tidak ada orang Indonesia.
Meskipun begitu, sejarah kemudian mencatat bahwa perayaan 1 Mei 1918 di Surabaya itu adalah peringatan Hari Buruh Sedunia pertama kali di Indonesia, bahkan juga disebut-sebut pertama kali di Asia.
Perayaan Hari buruh bukan hanya didominasi oleh golongan komunis, tetapi juga oleh serikat-serikat buruh non-komunis. Misalnya, pada Hari Buruh 1921, Tjokroaminoto, ditemani muridnya, Soekarno, naik ke podium untuk berpidato mewakili Serikat Buruh di bawah pengaruh Sarekat Islam.
Sejak 1918 hingga 1926, gerakan buruh mulai secara rutin memperingati Hari Buruh Sedunia itu, yang biasanya dibarengi dengan pemogokan umum besar-besaran. Hari Buruh Sedunia tahun 1923, misalnya, Semaun sudah menyampaikan kepada sebuah rapat umum VSTP (Serikat Buruh Kereta Api) di Semarang untuk melancarkan pemogokan umum.
Dalam selebaran pemogokan yang disebarkan VSTV, isu utama yang diangkat mencakup: jam kerja 8 jam, penundaan penghapusan bonus sampai janji kenaikan gaji dipenuhi, penanganan perselisihan ditangani oleh satu badan arbitrase independen dan pelarangan PHK tanpa alasan.
Pada tahun 1926, menjelang rencana pemberontakan PKI melawan kolonialisme Belanda, peringatan Hari Buruh ditiadakan. Pada saat itu, karena cerita mengenai rencana pemberontakan sudah menyebar dari mulut ke mulut, maka banyak pihak yang menduga peringatan Hari Buruh Internasional sebagai momen pecahnya pemberontakan.
Baca juga: Cegah Krisis Pangan, Hugua Minta Masyarakat Mulai Menanam
Menurut Ruth T McVey dalam Kemunculan Komunisme Indonesia, karena penguasa kolonial Belanda sangat mempercayai gosip itu dan sudah mempersiapkan langkah antisipasi, maka pemimpin PKI memutuskan untuk tidak menyelenggarakan peringatan 1 Mei demi mencegah penangkapan kader-kader yang tenaganya amat dibutuhkan.
Setelah meletus pemberontakan bersenjata pada tahun 1926 dan 1927, peringatan Hari Buruh Sedunia sangat sulit untuk dilakukan. Pemerintah kolonial mulai menekan Serikat Buruh dan melarang mereka untuk melakukan perayaan.
Peringatan Hari Buruh Sedunia kembali diperingati pada tahun 1946. Berikut kesaksian menarik Hardoyo, seorang pelajar Sekolah Rakyat saat itu: “Peringatan 1 Mei 1946 betul betul meriah, terjadi di semua kantor, perusahaan, pabrik, sekolah dan bahkan di desa-desa. Di desa dipimpin Pak Lurah atau orang-orang pergerakan lama yang masih hidup dan dihormati. Di desa kami dipimpin oleh seingatku Bapak Parta yang cukup sepuh usianya dan beliau adalah mantan orang komunis yang dibuang ke Digul, orang bilang itulah tokoh Digulis pejuang sejati bangsa berani melawan kekuasaan penjajah Belanda."
Pada peringatan Hari Buruh tahun 1947 di Jogjakarta, sebuah dokumen Amerika bercerita bagaimana massa membawa spanduk bergambar palu-arit, photo wajah Karl Marx, Lenin dan Stalin. Meski begitu, golongan kiri agak tersinggung karena sedikitnya golongan tentara yang ikut dalam perayaan itu.
Pada tahun 1948, kendati dalam situasi agresi militer Belanda, perayaan Hari Buruh Sedunia berlangsung besar-besaran. Saat itu, 200 ribu hingga 300 ribu orang membanjiri alun-alun Jogjakarta, untuk memperingati Hari Buruh Sedunia.
Menteri Pertahanan, Amir Sjarifoeddin, memberikan pidato kepada massa buruh dan rakyat di alun-alun itu. Selain Amir, Menteri Perburuhan dan Sosial Kusnan dan Ketua SOBSI, Harjono juga memberi pidato. Hatta dan Panglima besar Jend. Soedirman juga hadir dalam perayaan itu.
Dan, di tahun 1948, dikeluarkan UU Kerja Nomor 12/1948 yang mengesahkan 1 Mei sebagai tanggal resmi Hari Buruh. Dalam pasal 15 ayat 2 UU No. 12 tahun 1948 itu dikatakan: "Pada hari 1 Mei buruh dibebaskan dari kewajiban bekerja".
Begitulah, sekilas sejarah perjalanan peringatan Hari Buruh Sedunia di Indonesia mulai dari penjajah Kolonial Belanda hingga masuk pada pemerintahan Bung Karno berjalan dan secara resmi diakui oleh negara.
Reporter: Kardin
Editor: Rani