Mengaku Disogok, Keluarga PDP Serbu Rumah Sakit di Manado

Fitrah Nugraha, telisik indonesia
Selasa, 02 Juni 2020
0 dilihat
Mengaku Disogok, Keluarga PDP Serbu Rumah Sakit di Manado
Keluarga pasien meninggal dibayar, sejumlah orang marah di rumah sakit GMIM Pancaran Kasih Manado. Foto: Ist.

" Saya atas nama direksi dan seluruh karyawan RS GMIM Pancaran Kasih, turut berbelasungkawa atas kepergian almarum yang meninggal di rumah sakit kami siang tadi (kemarin, red). "

MANADO, TELISIK.ID - Media sosial kini dihebohkan dengan tersebarnya video keributan pihak keluarga di Rumah Sakit Gereja Masehi Injili di Minahasa (GMIM) Pancaran Kasih Kota Manado, Sulawesi Utara, pada Senin (1/6/2020) sore.

Video itu jadi viral, setelah keluarga salah satu pasien yang mengatakan pihak RS menyogok agar jenazah pasien tersebut dimakamkan sesuai protap COVID-19.

Dalam video tersebut salah satu anak dari pasien memperagakan saat dirinya, bersama satu saudaranya dan Pak Imam diberikan sejumlah uang pecahan Rp50 ribu oleh pihak rumah sakit.

"Ambi jo.." 

"Uang apa ini?"

"Ambi jo, ini dari RS," 

"Tidak,"

"Ambi joo," ungkap anak pasien meninggal saat ditanyai sejumlah wartawan dan juga warga.

Selain itu, dalam salah satu video terkait yang berdurasi 1.85 menit, terlihat sejumlah orang mendobrak pintu rumah sakit, lalu membawa pulang jenazah secara beramai-ramai untuk dimakamkan sesuai syariat Islam.

Baca juga: Video : Terbongkar, Pasien Meninggal RS Pancaran Kasih Manado, Dipaksa Positif Corona

Seperti yang diketahui pasien tersebut yang merupakan warga Kelurahan Ternate Baru, Lingkungan I, Kecamatan Singkil, Kota Manado meninggal dunia usai mengalami pneumonia setelah sebelumnya tak sadarkan diri.

Sementara itu, dilansir dari Manadopost.id, Direktur Utama (Dirut) RS Pancaran Kasih Manado, dr Frangky Kambey mengungkapkan bahwa, isu menawarkan uang sogok kepada keluarga pasien, tidak benar. 

“Saya atas nama direksi dan seluruh karyawan RS GMIM Pancaran Kasih, turut berbelasungkawa atas kepergian almarum yang meninggal di rumah sakit kami siang tadi (kemarin, red),” katanya.

Lanjutnya, setiap pasien yang masuk RS, baik ODP, PDP, dan positif COVID-19, langsung dinotifikasi ke Gugus Tugas Kota Manado dan Pemprov Sulut. Apabila pasien meninggal, juga diberi tahu ke Gugus Tugas. Ada protokol yang dilakukan jika pasien meninggal. Yakni protokol jenazah, karena situasi wabah.

“Di RS kami, yang meninggal ada pasien yang beragama Kristen Protestan, Katolik, Muslim, Budha, dan Hindu. Masing-masing ada penanganan sesuai agamanya. Kebetulan pasien ini beragama Muslim. Jadi kami menggunakan fatwa MUI nomor 18 tahun 2020 tentang pedoman pengurusan jenazah Muslim yang terinfeksi COVID-19,” jelasnya.

Baca juga: Batal Berangkat Haji Tahun 2020, Dana Pelunasan Dapat Ditarik Kembali

Di pasal 7 katanya, disebutkan jenazah bisa dimandikan, dikafani, dan disalatkan oleh pemuka agama yang beragama muslim.

“Di kami ada kebijakan, karena ini bukan yang pertama, biasanya kami memberikan insentif kepada yang memandikan, mengkafani, dan mensalatkan jenazah. Mengingat mereka menanggung resiko yang besar, dalam hal ini tertular, maka harus menggunakan APD level 3. Biasanya kami berikan insentif sebesar Rp 500 ribu per orang,” ungkapnya.

Lanjut Kambey, kebetulan yang terjadi adalah yang memandikan, mengkafankan dan mensalatkan hanya satu orang, biasanya tiga. Sehingga petugas RS melaporkan, ada dua insentif yang tertinggal. Sehingga dia menginstruksikan, berikan saja ke siapa saja yang di situ. Kebetulan yang ada di situ keluarga.

“Menurut petugas, keluarga tidak menerima. Jadi sebenarnya ada kesalahpahaman. Kalaupun kami salah, kami minta maaf. Tapi dari lubuk hati yang terdalam, kami hanya menjalankan kebijakan. Misalnya pun kalau diterima, anggaplah itu sebagai ungkapan belasungkawa kami, bukan seperti yang diisukan bahwa kami menyogok untuk mengatakan pasien ini positif COVID-19,” urainya, sembari mengatakan, pasien tersebut terdiagnosa sebagai PDP.

Karena itu, protokol yang digunakan adalah penanganan jenazah COVID-19.

Baca juga: Mahasiswa Sultra di Jogja: PHP ini Pemprov

Kambey juga mengklarifikasi, pihaknya tidak pernah membolehkan jenazah pasien dibawa pulang.

“Kalau kami membolehkan, kami bisa diproses karena melanggar protokol. Semua pasien yang meninggal, baik statusnya ODP, PDP, dan positif, harus dinotifikasi ke Gugus Tugas Manado. Jadi kami sudah melakukan tugas dan kewajiban kami, yakni menangani dan melaksanakan apa yang menjadi protokol. Prinsip kami adalah menjalankan tugas, dan menunaikan misi kemanusiaan tenaga kesehatan. Kalaupun ada kesalahan, mungkin miskomunikasi antara dua belah pihak, kami mohon maaf,” tukasnya.

Sementara itu, dalam status di akun Facebook yang diposting pukul 22.29 Wita tadi malam, anak pasien tersebut menjelaskan apa yang menjadi keberatan pihak keluarga.

“Sedikit mau diperjelaskan supaya tidak timbul fitnah atau cerita-cerita lain, kalau almarhum sakit ginjal bukan COVID-19 dan dari pihak RS Pancaran Kasih mengizinkan jika almarhum dimakamkan di penguburan Ketang Baru (Kombos). Yang jadi permasalahan, keluarga tidak terima ketika jenazah mau dipetikan (taruh dalam peti) karena kami orang Muslim seharusnya taruh di keranda. Karena pasien negatif bukan positif,” tulis akun FB dengan nama Khairullah Lasarika itu.

Reporter: Fitrah Nugraha

Editor: Sumarlin

Baca Juga