Mengenal Sosok Indriani, Anak Nelayan yang Sukses Dirikan Perusahaan Online di 34 Provinsi
Andi Irna Fitriani, telisik indonesia
Kamis, 06 Januari 2022
0 dilihat
Dari kiri: Jusniati (ibu), Indriani, Gangka Sabila (adik) dan Abar Saputra (ayah). Foto: Ist
" Indriani sukses dirikan (PT) Boosternesia, Pelopor Pendidikan Indonesia, berbasis online hingga tersebar di 34 provinsi di Indonesia "
KENDARI, TELISIK.ID - Usia muda tentu saja menjadi masa emas bagi yang memilikinya. Bisa belajar dengan tekun, bekerja dengan giat, atau melakukan berbagai hal yang sesuai dengan keinginan.
Seperti halnya Indriani, Perempuan kelahiran Tondowolio, 19 Januari 2002 silam, yang sebelumnya diberitakan, sukses dirikan Perseroan Terbatas (PT) Boosternesia, Pelopor Pendidikan Indonesia, berbasis online hingga tersebar di 34 provinsi di Indonesia.
Indriani, adalah anak pertama, dari pasangan, ayah Abar Saputra (45), seorang nelayan dan Ibu Jusniati (40) penjual sayur, serta memiliki dua orang adik, Gangka Sabila (16) dan Nursalsabila (9).
Sang Ibunda, Jusniati mengaku sangat bersyukur karena memiliki anak seperti Indriani yang saat ini masih menempuh pendidikan di Universitas Sembilanbelas Nobember (USN) Kolaka, tapi sudah bisa menafkahi diri sendiri dan bahkan sudah dapat merintis sebuah perusahaan yang berbasis online.
"Alhamdulillah Indriani itu, dari SD memang juaranya itu satu, dua, tiga, tidak pernah lepas. Pas naik di Tsanawiyah juara satu terus. Pas naik lagi di SMA waktu kelas satu dan dua juara tiga dengan empat, tapi pas naik kelas tiga, juara satu lagi," ujarnya.
Diketahui, Indriani merupakan alumni, SDN 1 Tanggetada, MTSS Annurain Tondowolio, dan SMAN 1 Tanggetada.
Jusniati menceritakan, saat Indriani masih menempuh pendidikan di Tsanawiyah, ia sering merasa terharu jika dipanggil mendampingi sang anak untuk mengambil hadiah.
"Kadang orang biang, bangga sekali katanya punya anak kaya Indriani. Kadang saya merasa terharu mendengar orang berkata seperti itu," katanya.
Jusniati selalu berpesan kepada anak-anaknya, agar tidak pernah meninggalkan shalat lima waktu, diselingi dengan shalat tahajud dan berdoa agar semuanya diberi kemudahan dan kepintaran serta dapat berguna bagi nusa dan bangsa.
Lanjut, ia mengaku saat tengah mengandung Indriani, ia selalu berdoa agar anak yang dikandungnya bisa sukses seperti BJ Habibie.
"Mudah-mudahan anakku selamat dan sukses karena kami tergolong orang yang tidak mampu, dan semoga anakku diberi umur panjang, karirnya semakin membaik, supaya dapat dia terapkan ilmu-ilmunya kesesamanya," harapnya.
Sementara itu, Indriani mengaku memulai semuanya dari nol, karena sadar ia bukan orang kaya yang bisa langsung membuat perusahaan.
"Jadi saya berfikir dari mana ini saya dapat modal untuk bikin PT (perseroan terbatas), karena PT kan juga harus ada modalnya," katanya.
Indriani mengatakan, awalnya hanya mengajar di komunitas dan bukan berniat untuk membentuk perusahaan tapi karena memang ia ingin dan suka mengajar serta saat itu dalam kondisi pandemi dan kampus tengah diliburkan.
"Saya manfaatkan libur itu untuk mengajar supaya tidak lupa dengan pelajaran, jadi saya mengajar terus saya share ke teman-teman saya waktu itu dan banyak yang masuk untuk belajar ternyata," ungkapnya.
Setelah setahun mengajar, banyak perubahan yang ia lihat, dari orang-orang yang tidak bisa bahasa Inggris, langsung bisa bahasa Inggris, dari tidak percaya diri sampai bisa terpilih mewakili sekolahnya, dan itu benar-benar di luar ekspektasinya.
"Jadi di situmi yang kaya memotivasi begitu. Bagaimana ini agar lebih luas lagi jangkauannya keseluruh Indonesia dengan cara ini, supaya diperluas berarti bisa dijadikan sebuah perusahaan, seperti ruang guru yang luas jangkauannya," ujarnya.
Baca Juga: Mahasiswi Anak Nelayan Asal Kolaka Sukses Dirikan Perusahaan Online di 34 Provinsi
Sebelum menjadi PT, ia melakukan uji coba satu program kursus, di mana ia merekrut tutor online dari seluruh Indonesia, yang bisa mengajar sesuai metode yang ia gunakan agar anak Indonesia bisa berkembang bahasa Inggrisnya.
"Karena rata-ratakan bahasa Inggris kaya menakutkan, karena kebanyakan itu fokus ke teori, tapi tidak ada sama sekali praktiknya dan itu yang membuat Indonesia masih sangat rendah kualitas bahasa Inggrisnya maupun pendidikannya," ungkapnya.
Untuk kendalanya sendiri, sebelum akhirnya menjadi sebuah PT pada Desember 2021. Banyak peserta yang keluar masuk karena waktu itu masih bentuk komunitas dan belum memiliki legalitas seperti saat ini.
Ia mengaku, sejak pandemi COVID-19, mindsetnya terbentuk dan sejak saat itu, ia tidak pernah lagi minta uang sama orang tuanya. Baik uang pulsa, uang bayar kost, bahkan untuk membayar keperluan kuliah saja sudah tidak minta karena ia mengerti keadaan ekonomi keluarganya yang sangat susah juga.
"Jadi itu juga yang mendorong saya, kalau misalnya saya sukses mendirikan perusahaan ini, bukan hanya pendidikan Indonesia tapi saya juga bisa mencerahkan masa depan keluarga saya sendiri. Bisa mengangkat derajat keluarga dan juga Indonesia sekaligus," paparnya.
Indriani berpesan, Jika kamu memiliki kemauan untuk sukses, kamu sebenarnya sudah berada dipertengahan jalan suksesmu itu, dan untuk meraih sepenuhnya kamu hanya perlu satu langkah lagi, yaitu mewujudkannya.
Sementara itu, salah seorang mantan siswa Indriani, sebelum akhirnya memiliki perusahaan, Dea Ananda yang justru saat ini sebagai Publik Relation Boosternesia cabang Bali, mengaku awalnya tidak ada ketertarikan sama sekali untuk belajar bahasa Inggris.
Baca Juga: Bukan dari Jepang, Ternyata Orang Tertua di Dunia Ada di Indonesia
Tapi kata dia berkat Indriani, ia jadi suka bahasa Inggris, karena cara mengajarnya yang tidak membuat bosan tapi justru membuat tambah semangat untuk belajar.
"Karena Mam Indri, aku bisa kenal sama diri sendiri dan tau mau ngapain nantinya. Motivasi-motivasi dari Mam Indri buat aku yakin kalau aku bisa menggapai mimpiku jika aku berusaha," tuturnya.
Mantan siswa Indriani yang lain sebelum akhirnya membentuk perusahaan online, yang saat ini menjabat sebagai Manager Cabang Jawa Barat Boosternesia, Dela Sari Wahyu Bestari, awalnya mengaku takut untuk berbahasa Inggris, karena di lingkungannya banyak yang berfikir terlalu kebarat-baratan.
"Akan tetapi, saya akhirnya menemukan tempat yang tepat, di mana saya bisa belajar bahasa Inggris dengan nyaman, dan bahkan memiliki teman belajar yang membuat saya bersemangat untuk mempelajari bahasa Inggris," ungkapnya. (A)
Reporter: Andi Irna Fitriani
Editor: Kardin