Oknum Sipir Diduga Aniaya Napi, Lapas Baubau Didemo
Deni Djohan, telisik indonesia
Selasa, 24 Agustus 2021
0 dilihat
Suasana unjuk rasa oleh FPK. Foto: Dheny/Telisik
" Massa meminta kepada pihak Lapas agar menangani serius kasus dugaan penganiayaan yang dilakukan oleh sejumlah oknum sipir terhadap tiga orang warga binaannya, pada Jumat Lalu. "
BAUBAU, TELISIK.ID - Sejumlah massa yang tergabung dalam Front Pembela Keadilan (FPK) berunjuk rasa di depan Lapas Kelas IIA kota Baubau, Senin (23/8/2021).
Massa meminta kepada pihak Lapas agar menangani serius kasus dugaan penganiayaan yang dilakukan oleh sejumlah oknum sipir terhadap tiga orang warga binaannya, pada Jumat Lalu.
Dalam pernyataan sikapnya, massa FPK masing-masing, Irwan SH bersama Taufik dan Aslan, mengatakan kekerasan terhadap tahanan atau narapidana di dalam lingkungan Lembaga Pemasyarakatan adalah praktik tidak manusiawi yang masih terus terjadi dan telah menjadi rahasia umum.
"Hal ini juga terjadi di Lembaga Pemasyarakatan (LAPAS) Kelas II A Baubau, dimana belum lama ini tepatnya 13 Agustus 2021 telah terjadi Penyiksaan terhadap tiga narapidana di Lapas Kelas II A Baubau," bebernya.
Tiga narapidana yang mengalami penyiksaan tersebut antara lain, La Boko (asal Kota Baubau), Hardin (asal Buton Tengah), dan Jordi (Asal Kota Baubau).
Pertama, pihaknya mengutuk keras tindakan penyiksaan yang terjadi di dalam Lapas Kelas II A Baubau dan dilakukan oleh beberapa oknum petugas Lapas Kelas II A Baubau terhadap tiga narapidana (Warga Binaan) Lapas Kelas II A Baubau.
Indonesia sejatinya telah ikut meratifikasi Convention Against Torture (CAT) melalui UU Nomor 5 Tahun 1998, dimana konvensi ini mewajibkan setiap Negara untuk mengambil langkah-langkah legislative, administrative, yudisial, dan langkah lainnya untuk mencegah penyiksaan.
"Selain itu tindakan penyiksaan tersebut juga melanggar Pasal 33 ayat (1) UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia," tulis Irwan SH dalam rilisnya.
Baca juga: Divonis 12 Tahun Penjara, Putusan Hakim Kasus Eks Mensos Juliari Batubara Tuai Reaksi
Kedua, lanjut dia, meminta kepada Kemenkumham Republik Indonesia dan Kanwil Kemenkumham Sulawesi Tenggara untuk segera mencopot Kalapas Kelas II A Baubau, karena sebagai pimpinan tidak mampu menjalankan Asas Pengayoman serta Asas Penghormatan Harkat dan Martabat Manusia dalam pelaksanaan pembinaan narapidana di Lapas Kelas II A Baubau.
Ketiga, terkait pemeriksaan Internal terhadap oknum beberapa Petugas Lapas Kelas II A Baubau yang terlibat, FPK meminta agar semua informasi tentang hal tersebut bisa disampaikan secara terbuka kepada publik, terkhusus kepada keluarga korban.
Dalam aksi tersebut, massa sempat ditemui oleh beberapa petugas Lapas Baubau yang menyampaikan kesediaan Kalapas Baubau, La Samsuddin, untuk berdiskusi bersama beberapa perwakilan massa aksi. Namun permintaan tersebut ditolak oleh massa aksi.
Sampai dengan berita ini dibuat, Kalapas Kelas IIA Baubau, La Samsuddin, yang dikonfirmasi melalui sambungan telepon, belum memberikan respon.
Sementara itu, salah satu praktisi hukum, Herdiman SH mendesak Kalapas Kelas IIA Baubau, La Samsudin, agar mengambil langkah tegas dengan memproses hukum oknum pegawainya yang diduga melakukan penganiayaan terhadap warga binaannya sendiri.
Menurutnya, jika perbuatan tersebut tidak ditindaki secara tegas, maka dipastikan akan menjadi preseden buruk dan dikuatirkan akan kembali terulang.
"Apapun alasannya, tindakan kekerasan tidak bisa ditolerir. Kalau kemudian warga binaan bersalah, ada prosedur hukuman yang diberikan. Mungkin remisinya dikurangi atau ditunda," kata Herdiman, Senin (23/8/2021).
Mantan aktivis ini menegaskan, Indonesia merupakan negara hukum yang menganut sistim equality before the law. Artinya, semua warga negara punya persamaan dan kedudukan yang sama dimata hukum.
Baca juga: Papua Bergejolak Lagi, Kelompok Kriminal Bersenjata Bunuh 2 Warga Sipil
Oleh karena itu, setiap orang yang melakukan perbuatan melawan hukum, pasti dihukum. Terlebih menyangkut hak manusia satu sama lain.
"Dugaan penganiayaan yang terjadi dalam Lapas oleh oknum pegawai Lapas Baubau, adalah suatu bentuk kejahatan yang secara hukum perbuatan tersebut dapat dihukum berdasarkan pasal 170, dan 351 KUHP," jelasnya.
Terlebih lagi, tambah dia, Kalapas Baubau dalam pemberitaan media, mengaku telah menyelesaikan kasus tersebut secara kekeluargaan. Di sisi lain, korban kekerasan telah diobati dan dirawat.
Artinya, ada tindakan kekerasan dan patut diduga ada tindak pidana atas perbuatan yang dilakukan oleh siapapun.
"Olehnya itu, Kalapas mestinya segera memproses lebih jauh lagi siapa saja yang terlibat di dalam tindakan kekerasan tersebut. Buktinya, korban tindak kekerasan itu telah diobati dan diatur secara kekeluargaan. Artinya memang lagi-lagi di sana ada dugaan tindak pidana," beber Herdiman.
"Terkait siapa pelakunya, saya yakin Kalapas pasti lebih mengetahui. Jadi dibutuhkan tindakan hukum Kalapas secara nyata, tidak samar samar agar hal ini menjadi pembelajaran bersama ke depannya," tegas Herdiman.
Di samping itu, pencurian ataupun tindakan kejahatan yang dilakukan oleh warga binaan, secara tidak langsung menunjukkan kelalaian Lapas dalam melakukan pembinaan. Karena itu, kinerja Kalapas bersama seluruh jajarannya, terutama para sipir, perlu dievaluasi.
Diketahui, tiga orang warga binaan Lapas Kelas IIA Baubau, dilaporkan mendapat tindakan kekerasan dari petugas lapas dengan dugaan pencurian barang sitaan yang disimpan dalam ruangan Kepala Kesatuan Pengamanan Lembaga Pemasyarakatan (KPLP), pada Jumat (15/8/2021) lalu.
Tiga warga binaan yang diduga mendapat tindakan kekerasan, masing-masing berinisial A, LB, dan J. Bahkan dua orang diantaranya harus menjalani perawatan di klinik Lapas. Masing-masing napi kasus narkoba dan penganiayaan. (B)
Reporter: Deni Djohan
Editor: Fitrah Nugraha