Polemik PP 56/2021 tentang Pengelolaan Royalti Hak Cipta Lagu

Andi Sulthan Mujahidin, telisik indonesia
Sabtu, 10 April 2021
0 dilihat
Polemik PP 56/2021 tentang Pengelolaan Royalti Hak Cipta Lagu
Ilustrasi musisi. Foto: Repro google.com

" Yang dianggap berkewajiban membayar royalti ini apabila penggunaannya untuk kebutuhan komersil. "

KENDARI, TELISIK.ID - Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 56 Tahun 2021 tentang Pengelolaan Royalti Hak Cipta Lagu dan/atau Musik diteken oleh Presiden RI beberapa waktu lalu, menjadi polemik di masyarakat.

Pasalnya, pada empat 14 sub sektor pada PP tersebut memuat item-item yang masih perlu penjabaran.

Menanggapi hal itu, Lawyer Lembaga Bantuan Hukum Bakti Keadilan Nusantara (LBH-BKEN), Ahmad Fauzan SH menjelaskan, hadirnya PP ini lebih spesifik menjelaskan pengelolaan royalti tersebut.

"Yang dianggap berkewajiban membayar royalti ini apabila penggunaannya untuk kebutuhan komersil," ungkapnya, Jum'at (9/4/21)

Ahmad Fauzan kembali menjelaskan aturan ini tidak mengikat kepada kegiatan yang bertujuan untuk pengembangan pendidikan. Hal ini dikarenakan kegiatan pendidikan tidak memiliki tujuan komersial melainkan untuk pengembangan ilmu pengetahuan.

"Dalam UU Hak Cipta nomor 28 Tahun 2014 telah menjelaskan untuk kegiatan pendidikan tidak dikenakan royalti," ujarnya.

Baca juga: Selama 2020, RTH di Kendari Bertambah

Ia menambahkan, aturan ini hadir sebagai bentuk perlindungan bagi musisi atau pencipta musik di Indonesia, baik dari segi moral maupun ekonomi.

"PP 56 Tahun 2021 ini, pelaksanaan dari UU di atasnya yang menjelaskan bentuk pelaksanaan dari UU Hak Cipta Nomor 28 Tahun 2014," ungkapnya.

IPP 56 Tahun 2021 kata dia, tidak hanya menjelaskan mengenai royalti tetapi juga menjelaskan lembaga yang menjadi pengelola dari royalti untuk didistribusikan kepada pencipta musik tersebut.

Lembaga Management Kolektif (LMK) tersebut adalah Lembaga non profit yang didirikan dengan mendapatkan kuasa dari minimal 200 orang pencipta musik.

"Ada badan tersendiri untuk pengelolaan royalti, LMK yang swasta maupun Lembaga Management Kolektif Nasional (LMKN) yang akan keliling untuk menagih, melist pusat-pusat kegitan komersil mana yang memutar lagu dari pencipta dan dipakai sebagai salah satu bagian dari produksi bisnisnya," ungkapnya.

Sedang untuk Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) yang sifatnya komersil atau bisnis diwajibkan membayar royalti, tetapi mendapatkan potongan dari estimasi nominal royalti tersebut.

Baca juga: 4 Kios di Pasar Anduonohu Terbakar Akibat Kebocoran Selang Tabung Gas

"Dalam PP 56 Tahun 2021 ini, UMKM tetap membayar royalti tetapi mendapat potongan, nominal potongan tersebut akan diatur oleh menteri," ungkapnya.

Lebih lanjut, ia menjelaskan, untuk kalangan pelaku usaha agar tidak khawatir kekurangan pendapatan.

"Jika kita fair dalam memenuhi hak-hak musisi yang menjadi bagian penting dalam produksi komersilnya mendapatkan kepastian hukum bagi semua pihak, yang pada akhirnya kepastian hukum inilah yang akan meningkatkan investasi ataupun pendapatan," jelasnya.

Ia kembali menjelaskan, semestinya masyarakat, terlebih khusus musisi agar lebih fokus untuk menyikapi kedudukan Lembaga Management Kolektif (LMK) agar kejadian-kejadian seperti contohnya salah satu Pencipta Lagu Bento yang tidak mendapatkan perhatian tidak terjadi lagi.

"LMK harus mengumumkan minimal 1 tahun sekali tentang pertanggung jawaban dari pengelolaan royalti tersebut dan masyarakat boleh menagih itu untuk keterbukaan informasi," tegasnya.

Akhirnya, ia mengajak masyarakat untuk menyambut baik aturan ini serta mengharapkan agar pemerintah lebih rinci lagi mengatur tentang wewenang dan kedudukan kenerja dari LMK.

"Mari kita menyambut baik aturan ini, dan ini adalah langkah maju dari pemerintah," pungkasnya. (B)

Reporter: Andi Sulthan Mujahidin

Editor: Fitrah Nugraha

TAG:
Artikel Terkait
Baca Juga