Praktisi Hukum Ini Sebut MK Tak Berwenang Membatalkan Paslon
Sunaryo, telisik indonesia
Jumat, 08 Januari 2021
0 dilihat
Praktisi Hukum, Abdul Razak Said Ali. Foto : Sunaryo/Telisik
" Proses Pilkada belum juga berakhir akibat pasangan calon (Paslon) bupati-wakil Bupati mengajukan permohonan gugatan perselisihan hasil pemilihan (PHP) di Mahkamah Konstitusi (MK). "
MUNA, TELISIK.ID - Proses Pilkada belum juga berakhir akibat pasangan calon (Paslon) bupati-wakil Bupati mengajukan permohonan gugatan perselisihan hasil pemilihan (PHP) di Mahkamah Konstitusi (MK).
Salah satunya yang dilakukan Paslon Bupati-Wakil Bupati Muna, LM Rajiun Tumada-La Pili (RAPI) telah mendaftarkan gugatan permohonan PHP.
Berdasarkan salinan PDF yang dimohonkan Paslon nomor urut 2 itu, salah satu petitumnya memohon kepada MK untuk membatalkan Paslon, LM Rusman Emba-Bachrun Labuta (TERBAIK) selaku peraih suara terbanyak dengan dalil adanya pelanggaran administrasi.
Menyikapi hal tersebut, Abdul Razak Said Ali yang merupakan Praktisi Hukum menilai, pengajuan permohonan PHP pada MK merupakan hak konstitusional yang dijamin oleh UU. MK pun berwenang untuk memeriksanya.
Namun, perlu diingat, kewenangan MK untuk memeriksa perselisihan perolehan suara hasil Pilkada adalah kewenangan yang terbatas dan hanya tunduk pada ketentuan UU Pilkada, yaitu memeriksa dan memutus perkara perselisihan penetapan perolehan suara hasil (vide, Pasal 157 ayat (3) UU 10/2016).
Baca juga: Gugatan di MK, Hanya Konsel Penuhi Ambang Batas Sengketa Pilkada 2020 di Sultra
"MK itu hanya berwenang memeriksa dan memutus perselisihan penetapan perolehan suara hasil, bukan mengenai pelanggaran administrasi," kata Razak, Jumat (8/1/2021).
Razak yang juga advokat itu menerangkan, untuk pelanggaran administrasi dalam rezim Pilkada sejatinya telah disediakan pranata penyelesaian sengketa proses pada setiap tahapan dan kualifikasinya, yaitu persoalan sengketa administrasi oleh Bawaslu dan KPU.
Kemudian, sengketa adanya keputusan terkait penetapan calon oleh Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), tindak pidana oleh Sentra Gakkumdu, pelanggaran kode etik oleh DKPP dan pelanggaran perundang-undangan lainnya oleh instansi yang berwenang.
"Seharusnya kewenangan masing-masing kelembagaan berjalan sesuai koridor yang ditentukan regulasi yang ada dan tidak saling tumpang tindih kewenangan," ujarnya.
Razak meyakini, MK sangat mustahil akan memeriksa permohonan Paslon RAPI. Pasalnya, MK akan menabrak putusan-putusannya yang pernah ada pada Pilkada sebelumnya, yaitu putusan Pilgub Maluku Utara tahun 2018 (putusan nomor 36/PHP.GUB-XVI/2018 ), putusan Pilkada Kuantan Singingi tahun 2015 (putusan nomor 65/PHP.BUP-XIV/2016 ) dan putusan Pilkada Jayapura tahun 2017 (putusan nomor 59/PHP.BUP-XV/2017 ).
Baca juga: Siap Maju Pilwali Kendari, AJP Tunggu Tahapan KPU
"Kami yakin, MK akan konsiten tidak akan mengabulkan permohonan untuk membatalkan atau mendiskualifikasi Paslon, karena bukan menjadi kewenanganya," ujarnya.
Sementara itu, terkait dengan adanya perbedaan nama Paslon pada KTP-el dan ijazah terakhir, Razak beranggapan bahwa dugaan pelanggaran administrasi yang seharusnya selesai pada lembaga yang berwenang.
Apalagi, untuk persoalan demikian, oleh KPU RI telah menerbitkan pedoman teknis untuk menyelesaikan hal serupa (vide, keputusan KPU RI nomor 394/PL.02.2-Kpt/06/KPU/VIII/2020). Dengan demikian, persoalan tersebut seyogyanya telah selesai dan tidak relevan untuk diajukan untuk dijadikan dalil di MK. (B)
Reporter: Sunaryo
Editor: Fitrah Nugraha