Realisasi Ganti Rugi Tumpahan Minyak di Busel Tak Sesuai Hitungan Ahli

Deni Djohan, telisik indonesia
Minggu, 14 November 2021
0 dilihat
Realisasi Ganti Rugi Tumpahan Minyak di Busel Tak Sesuai Hitungan Ahli
Suasana tegang saat pertemuan antara warga dan kuasa hukum warga. Terlihat pihak keamanan dan pemerintah desa hadir dalam pertemuan. Foto: Dheny/Telisik

" Kasus tumpahan minyak sawi mentah (CPO) milik PT Kebari Medan Segara di perairan Buton Selatan (Busel) pada 17 Januari 2019 lalu, ternyata belum selesai "

BUTON SELATAN, TELISIK.ID - Kasus tumpahan minyak sawi mentah (CPO) milik PT Kebari Medan Segara di perairan Buton Selatan (Busel) pada 17 Januari 2019 lalu, ternyata belum selesai.

Pasalnya, pihak perusahaan akhirnya merealisasikan ganti rugi terhadap warga terkena dampak tumpahan minyak tersebut.

Namun, ganti rugi yang diberikan perusahan ternyata tidak sesuai dengan hitungan ahli yang diturunkan langsung oleh Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).

Perusahaan hanya sanggup memberikan bantuan tiga unit mobil ambulance. Selebihnya membayar kerusakan wisata pantai jodoh sebesar Rp 110 juta serta Tambak milik warga sebesar Rp 75 juta dan rehabilitasi rumah ibadah masjid sebesar Rp 45 juta.

Sementara berdasarkan hitungan ahli dari KLHK, total kerugian di darat sebesar Rp 3,8 miliar. Sedang kerugian di laut lebih dari Rp 100 miliar. Jika diakumulasi, total kerugian keseluruhan lebih dari Rp 115 miliar.

Hal ini yang kemudian membuat warga terkena dampak geram. Mereka menolak seluruh bantuan tersebut. Apalagi, dalam proses kesepakatan antara pihak perusahaan dan warga terkena dampak tidak pernah diketahui bahkan disetujui oleh warga.

"Harusnya, setiap kesepakatan yang dibangun antara kuasa hukum masyarakat dan pihak perusahaan itu diketahui oleh masyarakat. Tapi kenyataannya, nanti sudah terjadi kesepakatan baru kuasa hukum masyarakat datang menyampaikan ke saya sembari menyodorkan berkas untuk saya tandatangani. Ini yang tidak benar. Makanya saya tolak tandatangan dan ini bantuan," terang koordinator warga Kelurahan Majapahit, Rizal Palapa.

Baca Juga: Pergi Cek Sagu, Kakek Ini Malah Hilang di Hutan Konawe

Pada pekan lalu, lanjutnya dia, semua pihak sudah pernah dipertemukan dalam satu forum. Namun pertemuan itu tidak melahirkan solusi. Pasalnya, kuasa hukum masyarakat tidak bisa mengeluarkan dokumen hasil kesepakatan antara pihak perusahaan dan pihak warga terkena dampak.

Yang dapat ditunjukan hanya dokumen berupa surat persetujuan bersedia menerima bantuan. Surat tersebut ditandatangani langsung oleh koordinator warga Lampanairi dan desa Bola, La Nusia, Pemilik tambak, La Ode Sahtiar, Ketua LPM kelurahan Majapahit, La Ode Jamaluddin, Kepala desa Bola, La Salimuna, Kepala desa Lampanairi, La Ode Syarifuddin dan lurah Majapahit, La Ode Alimuddin.

Surat persetujuan itu juga diketahui Kepala Dinas Lingkungan Hidup Buton Selatan, La Singepu dan Kuasa Hukum masyarakat terkena dampak, Syarifuddin Ihu, SH.

"Sementara dari pihak perusahaan dan koordinator warga Kelurahan Majapahit tidak ada. Ini kan konyol hanya dan sepihak," nilainya.

Karena tidak memiliki titik temu, lanjut dia, Camat Batauga, La Ode Kaimuddin, mengaku akan memfasilitasi kembali pertemuan antara warga dan pihak perusahan.

"Apakah nantinya perwakilan perusahaan yang datang atau perwakilan warga yang kana berangkat ke Jakarta, itu nanti disampaikan," bebernya.

Pada kesempatan itu, penasehat Gerakan Mahasiswa dan Pemuda Penyambung Lidah Rakyat (Gempur) ini meminta agar pihak perusahaan tidak mengukur iman warga dengan uang, mengingat bantuan rumah ibadah itu dianggap tidak tepat sasaran.

Kemudian mobil ambulance yang diberikan juga dianggap malah semakin membebani warga. Sebab terdapat biaya operasional berupa harga BBM, biaya Honor sopir serta ongkos kerusakan kendaraan nantinya.

Sementara itu, kuasa hukum warga, Syarifuddin Ihu mengatakan, bila seluruh tuduhan itu tidak benar. Ia semata-mata hanya memperjuangkan hak-hak warga terkena dampak.

Terkait dengan sisa uang dari perusahan, ia mengaku tak pernah mengambil atau menggelapkan itu.

"Tidak mungkin saya sembunyikan uang itu. Saat itu perjalanannya ini sudah simalakama. Kita mau masuk di pengadilan kondisinya kita sekarat. Kita mau mundur kita sudah habis habisan di Jakarta. Intinya, jawaban perusahan itu hanya sebatas itu kemampuannya. Hanya apapun saya ceritakan hari ini masyarakat sudah tidak percaya," ungkap Sarifuddin, Minggu (14/11/2021).

Ia juga tak mungkin mengakui bila masih terdapat sisa uang dari perusahan mengingat jumlah bantuan dan hasil hitungan ahli KLHK terdapat selisih jauh. Sebab itulah kesiapan perusahaan untuk merealisasikan ganti rugi kepada warga terkena  dampak tumpahan minyak.

"Kalau saya akui saya mau ambilkan dimana uang itu. Karena memang tidak ada uang yang diberikan perusahaan selain yang tertuang dalam kesepakatan itu. Kalau tidak percaya silakan tanya langsung kepada pihak perusahaan atau KLHK sekalian," tambah Sarif.

Selain itu, ia mengaku pernah menyampaikan adanya bantuan perusahaan kepada koordinator masyarakat Majapahit, Rizal Palapa. Hanya Rizal, menolak untuk bertandatangan. Alasannya, belum ada kepastian terkait dengan uang tunai yang didapat masyarakat.

"Saya sampaikan kembali bahwa bukan hanya mobil ini bentuk ganti rugi warga. Namun ada juga uang tunai untuk pemilik pantai dan tambak. Mungkin di sini nanti kita bisa ambilkan disitu bersama. Hanya memang nilainya tidak besar. Karena sejak awal kita sama-sama," ungkapnya.

Saat ditanya, apakah pertemuan bersama Rizal itu sebelum atau sesudah kesepakatan bersama perusahaan terjadi? Ia mengaku, sudah terjadi kesepakatan bersama perusahaan. Hanya saja, kesepakatan itu sebatas lisan bukan tulisan.

Pada kesempatan itu, dirinya juga mempersalahkan pihak perusahaan yang tidak menyampaikan langsung kesepakatan itu kepada masyarakat sehingga tak ada saling curiga antara kuasa hukum dan warga.

"Sebenarnya, pak La Ode Budi (Bakal calon Bupati Busel), ingin sekali turun menyampaikan langsung kepada masyarakat. Hanya keterbatasan anggaran makanya tidak jadi," kesalnya.

Baca Juga: Sempat Jadi Tersangka, Yusuf Mundu Kini Bebas dari Kasus Penganiayaan

Kendati begitu, ia mengaku bila kasus ini belum final. Masih ada pertemuan berikutnya bersama KLHK. Dalam pertemuan itu, dirinya akan menyampaikan seluruh keluhan warga, termasuk penolakan bantuan yang telah ada.

"Kita akan tampung dulu semua. Nantinya kita tau juga, berapa orang yang bersedia dan berapa Orang yang menolak," bebernya.

Terkait dengan ganti rugi wisata pantai jodoh yang sebelumnya tidak masuk dalam hitungan ahli kemudian dimasukan, lanjut dia, itu sudah dibahas dipertemuan kedua bersama seluruh pihak.

Alhasil, kerusakan itu dihitung berdasarkan luasan, bukan berdasarkan wilayah kelurahan atau desa. Dan pantai jodoh yang posisinya berada di tengah Desa Bola dan Lampanairi masuk dalam wilayah terkena dampak.

"Sebenarnya dengan Desa Lakulepa itu masuk. Hanya kadesnya saat itu mengaku akan berurusan sendiri dengan pihak perusahaan," pungkasnya. (A)

Reporter: Deni Djohan

Editor: Fitrah Nugraha

Baca Juga