Sejumlah Perusahaan Merasa Rugi Baru Tahu UMP 2022 Cuma 2,5 Juta
Adinda Septia Putri, telisik indonesia
Senin, 05 Desember 2022
0 dilihat
Disnaker Sulawesi Tenggara melakukan revisi terhadap UMP 2022 yang tidak pernah diketahui sebelumnya oleh pihak HRD perusahaan. Foto: Adinda Septia Putri/Telisik
" Penetapan Upah Minimum Provinsi (UMP) 2023 di berbagai wilayah Sulawesi Tenggara telah diberitahukan secara masif melalui surat keputusan (SK) gubernur "
KENDARI, TELISIK.ID - Penetapan Upah Minimum Provinsi (UMP) 2023 di berbagai wilayah Sulawesi Tenggara telah diberitahukan secara masif melalui surat keputusan (SK) gubernur.
Sebelumnya, Pj Sekretaris Daerah Sulawesi Tenggara, Asrun Lio mengumumkan secara langsung UMP 2023 naik sebesar 7,1 persen atau Rp 182.997, dari sebelumnya Rp 2.576.016 menjadi Rp 2.758.984.
Hal ini nyatanya menjadi pertanyaan bagi beberapa pihak perusahaan. Bukan tentang kenaikan UMP 2023, tapi mengenai UMP 2022 yang hanya Rp 2.576.016, jumlah ini disebut tidak sesuai dengan apa yang mereka ketahui dan terapkan untuk menggaji pekerjanya selama ini sebesar Rp 2.710.595.
Baca Juga: Dinkes Sulawesi Tenggara Harap Vaksinasi Booster Juga Diberikan pada Masyarakat Umum
SK Gubernur Sulawesi Tenggara Nomor 607 Tahun 2021 tentang Penetapan UMP 2022 yang dikeluarkan November 2021 menetapkan UMP sebesar Rp 2.710.595, rupanya sempat mengalami revisi menjadi SK Gubernur Nomor 121 Tahun 2022 yang dikeluarkan Januari 2022, isinya berupa perubahan UMP 2022 yang menjadi Rp 2.576.016.
Seorang Human Resource Development (HRD) dari perusahaan jasa di Kota Kendari yang tidak mau disebutkan namanya, mengaku, tidak pernah diberitahu oleh Dinas Ketenagakerjaan (Disnaker) atau pihak terkait manapun mengenai SK revisi tersebut.
Dirinya sudah terlanjur menggaji karyawannya dengan ketetapan SK sebelum revisi sebesar Rp 2.710.595. Ia sendiri baru mengetahui SK revisi tersebut beberapa hari yang lalu via grup Whatsapp HRD Sulawesi Tenggara.
“Kami menerapkan UMP 2,7, kok semakin ke sini baru ketahuan kalo UMP itu 2,5. Kenapa tidak di awal pemberitahuannya,” ungkapnya kesal.
Ia berterus terang dari pihaknya sebagai perusahaan yang mengeluarkan biaya produksi seminimal mungkin, merasa sangat dirugikan dengan penggajian yang lebih dari batas yang telah ditentukan.
HRD lain dari perusahaan tambang di Konawe Selatan juga mengungkap perasaan yang sama, ia mengatakan dirinya baru mengetahui ada SK revisi UMP 2022 tiga hari yang lalu.
Ia menganggap pemerintah main-main dalam penetapan UMP 2022, karena sangat tidak masuk akal jika UMP bisa mengalami revisi, bahkan diturunkan besarannya sementara perusahaan sudah mengumumkan kenaikan kepada pekerja.
Oleh karena itu, kenaikan UMP 2023 saat ini baginya dan pekerjanya dirasa tidak berpengaruh apa pun, karena jumlah tersebut (Rp 2.7 juta) telah diterapkan di sistem penggajian perusahaannya.
“Sekarang 2022 ke 2023 naiknya 7,1. Gak usah lah disebut-sebut naik 7 persen. Pasti itu akan menjadi keluhan teman-teman pekerja nanti, katanya 7 persen kok cuma segini naiknya. Nanti pihak perusahaan yang disalahkan,” ujarnya via WhatsApp.
Terpisah, Kepala Bidang Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Disnaker Provinsi Sulawesi Tenggara, I Nengah Suaryo turut mengklarifikasi keluhan yang datang dari HRD tersebut.
Ia mengatakan, revisi UMP 2022 sebelumnya dilakukan karena ada kesalahan rumus pengupahan yang dibuat pihaknya, sehingga saat diserahkan ke Pemerintah Pusat, Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) melakukan koreksi terhadap SK tersebut. Menurutnya hal tersebut wajar karena bukan hanya Provinsi Sulawesi Tenggara saja yang mendapat koreksi saat itu.
Baca Juga: Ice Bakery Tawarkan Berbagai Menu Menarik di Toko Pertama Kota Kendari
Adapun mengenai perusahaan yang tidak mengetahui revisi tersebut, ia mengaku hal itu disebabkan kurangnya sosialisasi oleh pemerintah daerah karena kendala teknis, biaya dan waktu yang sempit, belum lagi saat itu awal 2022 masih dalam masa pandemi COVID-19 yang tidak memungkinkan untuk mengundang para perusahaan.
Nengah Suaryo menambahkan, UMP hanya berlaku untuk pekerja yang masih di bawah setahun masa kerjanya, lebih dari itu perusahaan wajib membayar lebih kepada pekerja. Oleh karena itu menurutnya bukan masalah jika perusahaan terlanjur menggaji pekerja dengan nominal Rp 2,7 juta.
Sebagai pemerintah yang memihak buruh, ia justru berterima kasih kepada perusahaan karena hal tersebut menunjukkan sudah banyak perusahaan yang memberi upah dengan standar UMP yang ditetapkan. (A)
Penulis: Adinda Septia Putri
Editor: Kardin
* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS