Sempat Seret Nama Ali Mazi, Sengketa Lahan Hotel Sultan Potensi Pidana Baru
Mustaqim, telisik indonesia
Jumat, 08 September 2023
0 dilihat
Kapolri, Jenderal Listyo Sigit Prabowo dan anggota tim Kuasa Hukum PPK GBK, Chandra M Hamzah. Foto: Kolase
" Sengketa lahan Hotel Sultan (dulunya bernama Hotel Hilton) yang sempat menyeret nama mantan Gubernur Sulawesi Tenggara, Ali Mazi, kembali diungkit. Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo di Kantor Kemenko Polhukam pada Jumat (8/9/2023), menegaskan adanya potensi pidana baru "
JAKARTA, TELISIK.ID - Sengketa lahan Hotel Sultan (dulunya bernama Hotel Hilton) yang sempat menyeret nama mantan Gubernur Sulawesi Tenggara, Ali Mazi, kembali diungkit. Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo di Kantor Kemenko Polhukam pada Jumat (8/9/2023), menegaskan adanya potensi pidana baru.
Sengketa lahan Hotel Sultan antara PT Indobuildco dengan Sekretariat Negara (Setneg) ini sudah terjadi sejak tahun 2003. PT Indobuildco merupakan perusahaan yang mengelola Hotel Hilton dengan Presiden Direktur adalah Pontjo Sutowo.
Sementara Ali Mazi sebagai kuasa hukum PT Indobuildco, diberi kuasa oleh Pontjo Sutowo untuk mengurus perpanjangan Hak Guna Bangunan (HGB) yang dimiliki PT Indobuildco pada 3 Juni 1999.
Pontjo dan Ali Mazi sempat menjalani proses persidangan sebagai terdakwa dugaan korupsi perpanjangan HGB Hotel Hilton (sebelum berganti nama menjadi Hotel Sultan). Keduanya kemudian divonis bebas oleh majelis hakim PN Jakarta Pusat pada 12 Juni 2007. Mereka dinyatakan tidak terbukti melakukan perbuatan melawan hukum seperti dakwaan primer jaksa.
Kapolri Jenderal Listyo Sigit menegaskan, ada potensi baru terkait sengketa lahan Hotel Sultan antara PT Indobuildco dengan Setneg. Sigit mengatakan ada keputusan eksekutorial yang berpotensi menimbulkan pidana baru.
Baca Juga: Cak Imin Diperiksa 5 Jam, Ketua KPK: Ini Murni Penegakan Hukum
“Kami juga melihat ada keputusan yang bersifat eksekutorial yang tak dilaksanakan oleh PT Indobuildco dan ini memunculkan potensi pidana baru. Mulai pidana umum maupun yang terkait UU Tipikor,” tegas Sigit usai rapat koordinasi dengan Menko Polhukam, Mahfud MD, dan Menteri ATR/ BPN, Hadi Tjahjanto.
Sigit mengatakan, pihaknya akan terus mengawal prosesnya penanganan kasus itu. Yakni asesmen yang dilakukan berdasarkan aturan terkait pengembalian kembali aset atau lahan, atau memproses potensi pidana baru yang muncul dari peristiwa hukum yang terjadi.
Rapat koordinasi di Kemenko Polhukam, kata Sigit, terkait pendalaman untuk mengambil langkah-langkah pengembalian aset milik negara yang dikuasai PT Indobuildco. Dia mengingatkan, negara sudah menang dalam gugatan perdata oleh Pontjo Sutowo selaku pemilik PT Indobuildco.
“Dan sudah dijelaskan Menteri ATR bahwa hak terhadap pengelolaan lahan HGB sudah berakhir dan tanah itu kembali menjadi milik negara, Setneg. Langkah selanjutnya adalah negara akan mengambil langkah untuk mengambil kembali hak terhadap lahan atau asset,” jelas Sigit.
Tim Kuasa Hukum Pusat Pengelola Kompleks Gelora Bung Karno (PPK GBK) menyesalkan tindakan PT Indobuildco yang belum mau mengosongkan lahan seluas 13 hektar di kawasan GBK Senayan. Chandra Hamzah, anggota Tim Kuasa Hukum PPK GBK mengatakan, lahan itu awalnya dibebaskan negara menggunakan uang negara selama periode 1959 sampai 1962.
Selanjutnya PT Indobuildco diberikan HGB oleh Gubernur DKI Jakarta, Ali Sadikin, pada 1979. Namun HGB-nya habis pada April 2023 lalu.
“Indobuildco punya HGB di sana bukan dengan pembebasan lahan. Mereka punya HGB atas izin Gubernur DKI Jakarta saat itu yaitu Ali Sadikin salama 30 tahun untuk pakai tanah dan bangun hotel,” kata Chandra di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta.
Chandra menceritakan, saat itu Ali Sadikin mewajibkan Indobuildco membangun Balai Sidang Jakarta dan membayar royalti kepada negara sebagai syarat pemberian HGB. Namun uang yang dipakai membangun Balai Sidang Jakarta, termasuk Jakarta Convention Center (JCC) bukan uang Indobuildco.
“Balai Sidang atau yang kita kenal JCC itu dibangun Indobuildco ternyata pakai uang Pertamina,” kata mantan Wakil Ketua KPK ini.
Chandra mengatakan, Indobuildco tetap menggunakan kawasan Hotel Sultan padahal sudah tidak berhak sejak April 2023.
“HGB Maret, April 2023 itu sudah habis. Nah, sejak April itu dikomersialisasikan, mengambil untung terhadap aset negara. Silakakan rekan-rekan simpulkan sendiri,” ujarnya.
Terkait kronologi munculnya sengketa lahan seluas 13 hektare ini, Menteri ATR/ BPN Hadi Tjahjanto menerangkan, HGB PT Indobuilco dikeluarkan pada 1973 dengan jangka waktu 30 tahun.
“Tahun 1989, jadi tengah-tengah jangka waktu ini belum selesai, dikeluarkanlah oleh kantor ATR/BPN, HPL (Hak Pengelolaan, red) hak pengelolaan nomor 1 tahun 1989, untuk seluruh kawasan Gelora Bung Karno,” tutur Hadi.
Setelah itu, PT Indobuildco melihat HPL tersebut secara hukum menjadi atas nama Setneg. Lalu PT Indobuildco ingin memperpanjang HGB pada tahun 1999.
“PT Indobuildco sebelum masa berakhirnya tahun 2002, tahun 1999 juga sudah ingin memperpanjang HGB sebelum berakhir tahun 2002,” ucap Hadi.
Namun perpanjangan HGB itu ditolak pada tahun 1999. Kemudian pada tahun 2002 dikeluarkan izin perpanjangan selama 20 tahun.
“Sehingga 2002 ditambah 20 tahun masa berakhirnya tahun 2023. Ada dua HGB, HGB nomor 26 berakhir tanggal 4 Maret 2023, dan HGB nomor 27 berakhir 3 April 2023,” tuturnya.
Sekarang, kata Hadi, sudah masuk September. Itu berarti status tanah HGB nomor 6 dan 7 sudah habis dan otomatis kembali pada HPL nomor 1 tahun 1989 yang status hukumnya atas nama Setneg. “Jadi sudah tak ada masalah lagi dengan HGB di atas HPL tersebut. Pemilik awal PT Indobuildco sudah tak ada hak lagi atas hak tersebut,” tandas Hadi.
Mengutip laporan Kompas.id, gugatan PT Indobuildco atas Badan Pertanahan sudah muncul sejak 2006 di era Presiden SBY. Ketika itu, yang menjadi pokok persolan adalah sertifikat HGB yang dimiliki Indobuildco dan Surat Keputusan Hak Pengelolaan yang diterbitkan Badan Pertanahan Nasional (BPN). Keduanya terkait lahan yang sama yakni di kawasan GBK, tempat berdirinya Hotel Sultan.
Indobuildco adalah perusahaan yang dimiliki keluarga almarhum Ibnu Sutowo, mantan Direktur Utama PT Pertamina, didirikan pada Januari 1971.
Gelora Bung Karno tak lepas dari penyelenggaraan Asian Games. Bila revitalisasi GBK sepanjang 2016-2018 dilakukan untuk perhelatan Asian Games 2018, Presiden Soekarno membangun GBK awalnya juga karena Indonesia ditunjuk sebagai tuan rumah Asian Games IV tahun 1962.
Saat itu, tanah dibebaskan oleh Yayasan Gelora Senayan yang diketuai Sri Sultan Hamengkubuwono IX. Dana negara digunakan untuk membebaskan tanah rakyat di kawasan Senayan itu. Namun, tanah yang dibebaskan tidak segera dibuat sertifikat.
Menjelang konferensi internasional terkait pariwisata sekitar 1973, dibangun gedung konferensi dan hotel bertaraf internasional. PT Indobuilco menjadi perusahaan yang diberi tugas oleh Pemerintah DKI Jakarta untuk melakukannya. Pemberian HGB di lahan seluas 13,7 hektare untuk jangka waktu 30 tahun pun terbit melalui Surat Keputusan Mendagri.
Setelahnya, Kantor Subdirektorat Agraria Jakarta Pusat (kini Kantor Pertanahan Jakarta Pusat) menerbitkan sertifikat HGB. Jangka waktu 30 tahun terhitung 13 September 1973 hingga 4 Maret 2003.
Adapun sertifikat atas nama Indobuildco itu dipecah menjadi dua, yakni HGB nomor 26 seluas 57.120 meter persegi dan HGB nomor 27 seluas 83.666 meter persegi.
BPN kemudian menerbitkan Surat Keputusan tentang Pemberian HPL kepada Sekretariat Negara cq Badan Pengelola Gelanggang Olah Raga Bung Karno tahun 1989. SK tersebut memasukkan tanah HGB nomor 26 dan 27.
Baca Juga: Yenny Wahid Dukung Prabowo sebagai Representasi Kelompok Gus Dur
Sebelum habis masa pakai HGB, Indobuildco mengajukan permohonan perpanjangan HGB pada 10 Januari 2000. Kepala Kanwil BPN DKI menerbitkan SK Perpanjangan HGB pada 13 Juni 2002, jangka waktunya 20 tahun terhitung 4 Maret 2003.
Penerbitan HGB ini tanpa rekomendasi dari Badan Pengelola Gelora Senayan. Akibatnya, sengketa pun terjadi dan berlarut-larut. Perpanjangan HGB ini dinilai merugikan negara sampai Rp 1,93 triliun. Perkara korupsi pengelolaan aset Gelora Senayan pun disidik Tim Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sejak 27 Oktober 2005.
Adapun status hak pengelolaan lahan digugat Indobuildco pada 2006 mulai dari Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. BPN, Sekretariat Negara cq Badan Pengelola Gelanggang Olah Raga Bung Karno, Kejaksaan Agung, Kanwil BPN DKI Jakarta, Kantor Pertanahan Jakarta Pusat menjadi tergugat.
PN Jaksel memenangkan Indobuildco dan HGB dinyatakan sah berdasarkan hukum, sedangkan SK BPN tentang hak pengelolaan dinyatakan cacat hukum. Sementara itu, hotel yang awalnya bernama Hotel Hilton berganti menjadi Hotel Sultan pada 23 Agustus 2006. Hal ini dilakukan setelah pemutusan kontrak dengan jaringan Hilton Internasional.
Dalam upaya banding, Pengadilan Tinggi DKI Jakarta menolaknya. Dalam vonis perkara nomor 262/PDT/2007/PT.DKI tanggal 22 Agustus 2007, Indobuildco masih dinyatakan menang. Tergugat melanjutkan kasasi ke Mahkamah Agung. MA juga menolak kasasi. Upaya peninjauan kembali dilakukan sejak 2008 dan setelah empat kali, pemerintah memenangkannya. (A)
Reporter: Mustaqim
Editor: Kardin
* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS