Aktivitas suku Bajo Lamanggau di Pulau Tolandona. Foto: Eka Putri Puisi for Telisik.id
" Di kemudian hari. Bahkan pada anak cucu mereka yang sudah meninggalkan kebiasaan menyelam. Kemampuan itu tetap diwariskan. Itu artinya, tubuh manusia mempunyai kemampuan beradaptasi dengan lingkungan tempat tinggalnya. "
Oleh: Eka Putri Puisi
Redaktur Media Perempuan Wa To'ombuti
SUKU Bajo Lamanggau berada di Pulau Tolandona, yang masuk dalam wilayah Kecamatan Tomia, Kabupaten Wakatobi. Perjalanan ke tempat ini bisa ditempuh menggunakan perahu pompom, atau ojek perahu. Dengan waktu tempuh kurang lebih 10 menit dari pelabuhan Waiti’i.
Rumah warga nampak beberapa masih berdiri di atas laut: berupa rumah panggung papan dengan tiang penyangga, menancap langsung ke dasar laut. Untuk menghubungkan antara satu rumah dengan rumah yang lain, masyarakat Bajo menggunakan jembatan kayu dengan luas tak seberapa. Jadi, jika kamu tak punya keahlian dan nyali cukup, untuk meniti jembatan sempit, mesti berhati-hati jika melintasi jembatan ini.
Sebagian rumah warga Bajo sudah di pinggir laut. Dengan fondasi bebatuan, disusun sedemikian rupa, untuk menyanggah rumah. Selebihnya, banyak yang telah mendirikan rumah di daratan.
Di kejauhan sana, dari atas sebuah perahu, tertangkap seorang bapak melompat ke dalam laut. Burrrr…. Tubuh bapak itu masuk ke dalam laut "Satu menit…dua menit…lima menit…" saya terus menghitung dalam hati dengan perasaan takjub bercampur heran. Beliau mampu bertahan lama di dalam laut. Tanpa bantuan alat.
Sebuah studi yang dipublikasikan pada Jurnal Cell menyebutkan bahwa; keahlian menyelam suku Bajo adalah hasil mutasi gen, yang merupakan hasil dari adaptasi mereka yang terus menyesuaikan dengan lingkungannya, di atas laut.
Di kemudian hari. Bahkan pada anak cucu mereka yang sudah meninggalkan kebiasaan menyelam. Kemampuan itu tetap diwariskan. Itu artinya, tubuh manusia mempunyai kemampuan beradaptasi dengan lingkungan tempat tinggalnya.
17 bahkan 25 menit bukanlah waktu yang singkat bagi manusia lain. Namun suku bajo mampu bertahan selama itu di dalam laut. Tanpa bantuan alat apapun. Ini bahkan bisa dilakukan hingga kedalaman 70 meter, dengan hanya berbekal kacamata renang.
Tidak mengherankan jika tubuh suku Bajo kemudian mengalami evolusi demikian, mengingat mereka adalah manusia-manusia yang hidup dan melangsungkan kehidupan di laut.
Suku ini terkenal dengan sebutan "sea gipsy" yang hidup nomaden di atas laut. Namun kemudian menetap dan tersebar di beberapa negara, termasuk Indonesia. Tersebar di beberapa pulau, salah satunya di kepulauan Wakatobi. Nah, di Pulau Tolandona ini lah sebagian dari mereka bermukim, yakni di Desa Lamanggau, yang lalu dikenal dengan suku Bajo Lamanggau.
Menyambangi suku Bajo di sini, kita juga kadangkala diizinkan untuk ikut berlayar menggunakan perahu bersama warga setempat. Dan, beruntung sekali saya bisa menyaksikan langsung kemampuan menyelam para penyelam tangguh ini.
Aktivitas menyelam bahkan menyita nyaris 60% waktu mereka dalam sehari. Jika ingin menyaksikan para penyelam tangguh, sambangilah suku Bajo, utamanya suku Bajo Lamanggau. Dengan berbagai macam keunikan dan kearifan lokal yang masih terjaga dalam hidup keseharian mereka.
Bagi kamu yang ingin berkunjung ke tempat ini. Sebaiknya mengambil waktu perjalanan antara April hingga Juni. Atau Oktober hingga Desember. Pada waktu-waktu ini bertepatan dengan musim teduh. Nantinya perjalanan kamu bakal nyaman dan aman.
Mengingat kondisi Kabupaten Wakatobi sebagai kepulauan, yang menggunakan transportasi laut sebagai sarana penghubung. Oke, sampai ketemu di Wakatobi! (*)