Viral, Ini Arti Catcalling yang Disebut Anies di Debat Terakhir, Perempuan Harus Dimuliakan
Ibnu Sina Ali Hakim, telisik indonesia
Senin, 05 Februari 2024
0 dilihat
Anies Baswedan kembali menjadi viral di media sosial usai menyinggung masalah catcalling pada perempuan saat debat terakhir, Minggu (4/1/2024). Foto: Repro Detik.com
" Anies menuai pujian dari kalangan perempuan. Pasalnya, dirinya adalah satu-satunya calon presiden (capres) yang mengangkat soal catcalling "
JAKARTA, TELISIK.ID - Calon Presiden Anies Baswedan kembali viral di media sosial usai menyinggung masalah catcalling pada perempuan saat debat capres kelima, Minggu (4/1/2024).
Anies menuai pujian dari kalangan perempuan. Pasalnya, dirinya adalah satu-satunya calon presiden (capres) yang mengangkat soal catcalling. Dalam tanggapannya saat menanyakan masalah pemberdayaan dan perlindungan perempuan, Anies Baswedan mengungkap masih banyaknya kekerasan yang terjadi. Ia menyebutkan, angka kekerasan terhadap perempuan di Indonesia masih cukup banyak.
“Satu perlindungan, karena kita menyaksikan jumlah kekerasan pada perempuan luar biasa tinggi, catatannya ada 3,2 juta kasus selama 8 tahun terakhir ini, itu yang tercatat dan terlaporkan,” kata Anies Baswedan dilihat Telisik.id dari video TikTok yang beredar.
Aksi kekerasan terhadap perempuan tidak bisa disepelekan. Hal ini juga termasuk hal-hal kecil seperti catcalling. Menurutnya, aksi kecil seperti catcalling ini harus ditindak tegas.
“Perempuan harus dimuliakan, harus dilindungi dan kekerasan perempuan tidak boleh disepelekan dianggap isu kecil. Mulai catcalling hingga kekerasan fisik, harus ditindak tegas dan kami akan tindak tegas,” ungkapnya.
Aksi Anies Baswedan yang mengangkat isu catcalling langsung menuai banyak pujian dari warganet. Pasalnya, menurut warganet, catcalling sering banyak disepelekan oleh orang banyak.
Baca Juga: Klaim Prabowo dan Ganjar Setuju Perubahan, Cak Imin Ungkap Alasan Anies Tak Menyerang
Lantas, apa itu catcalling? Mungkin masih banyak yang belum mengetahui arti dari catcalling yang meresahkan para perempuan saat berada di jalan atau tempat umum.
Dilansir Hops.id dari kanal YouTube Opini id, dr. Sophia Hage mengatakan, catcalling termasuk ke dalam pelecehan seksual secara verbal yang berbeda dengan pujian. Lalu, apa bedanya antara pujian dan pelecehan seksual secara verbal?
Menurut dr. Sophia Hage, kita besar di budaya yang sayangnya masih sangat patriarkis sehingga ketika perempuan beraktivitas dan melakukan pekerjaan atau kegiatannya sehari-hari, seringkali masyarakat menghakimi perilaku maupun posisi perempuan di masyarakat.
Jadi, ketika terjadi catcalling, dampak yang terjadi pada korban adalah rasa tidak nyaman, marah, takut bahkan sampai mengubah perilaku, contohnya seperti harus mengubah rute tempat biasa mereka bepergian atau pulang.
"Sehingga, ini yang menyebabkan ada orang asing di pinggir jalan merasa punya hak untuk mengatakan kepada perempuan itu 'mau pulang ke mana? Yuk dianterin, yuk'. Padahal orang itu bahkan nggak kenal sama kita," jelas dia.
Lebih lanjut, ia mengungkapkan berdasarkan hasil survei Lentera Sintas Indonesia bersama organisasi lain seperti perEMPUan dan Hollaback! Jakarta, didapati bahwa selama ini catcalling sering dianggap hanya terjadi pada malam hari.
Ternyata, justru persentase paling banyak terjadi di siang hari dan sore hari diikuti dengan pagi hari.
"Jadi itu bukan masalah kalau kita pulang malam atau cara berpakaiannya. Tapi sebenarnya gimana pelaku catcalling melihat korban, apakah sebagai objek seksual, apakah sebagai manusia yang sedang beraktivitas sehari-hari," ungkapnya.
Baca Juga: Saat Prabowo Tolak Tanya Jawab dengan Wartawan, Anies Malah Foto Bareng
dr. Sophia Hage pun memberikan solusi ketika sedang menghadapi situasi tersebut. Ia mengatakan secara teori ada 5D yang bisa kita lakukan.
Pertama adalah, direct yaitu memimpin konfrontasi secara langsung kepada pelaku. Lalu yang kedua adalah delegate yaitu mendelegasikan tugas itu kepada seseorang, misalkan memanggil satpam kompleks atau tarik teman yang bisa bantu kita.
Lalu, teori ketiga ada document atau mendokumentasikan, entah itu dengan handphone kemudian dipasang di sosial media. Lalu yang keempat adalah dengan distract, yaitu biasanya mengalihkan perhatian, misalnya teriak 'copet' atau 'maling'.
Selanjutnya yang kelima adalah delay atau menunda sampai kejadiannya selesai. "Misalnya menghampiri korban lalu menanyakan 'Mba gak apa-apa? Ada yang saya bisa bantu?'," jelasnya. (C)
Penulis: Ibnu Sina Ali Hakim
Editor: Haerani Hambali
* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS