Asal Muasal Sejarah Perayaan Tahun Baru Masehi yang Perlu Anda Ketahui
Fitrah Nugraha, telisik indonesia
Senin, 28 Desember 2020
0 dilihat
Ilustrasi perayaan tahun baru. Foto: Repro blog.triv.co.id
" Terlepas dari itu, berikut Telisik.id menyajikan asal-muasal sejarah perayaan tahun baru yang menarik untuk Anda ketahui. "
KENDARI, TELISIK.ID - Pergantian tahun dari 2020 menjadi 2021 tinggal menghitung hari. Biasanya di tahun-tahun sebelumnya, setiap malam pergantian tahun masehi kebanyakan masyarakat merayakan dengan berbagai cara.
Namun untuk tahun ini sedikit berbeda, mengingat pandemi COVID-19 masih terus menghantui masyarakat. Alhasil, pemangku kebijakan pun telah mengeluarkan berbagai maklumat terkait perayaan tahun baru 2021.
Terlepas dari itu, berikut Telisik.id menyajikan asal-muasal sejarah perayaan tahun baru yang menarik untuk Anda ketahui.
Dilansir dari tirto.id yang ditulis oleh Iswara N Raditya, cikal-bakal sejarah perayaan tahun baru sebenarnya berawal sejak zaman Kekaisaran Romawi, tepatnya pada era pemerintahan Julius Caesar, meskipun saat itu masih terhitung masa Sebelum Masehi (SM).
Arthur M. Eckstein dalam buku Senate and General: Individual Decision-making and Roman Foreign Relations 264-194 B.C. (1987) menuliskan, tahun 45 SM, tidak lama setelah dinobatkan sebagai kaisar, Julius Caesar memberlakukan penanggalan baru untuk menggantikan kalender tradisional yang sudah digunakan sejak abad ke-7 SM.
Julius Caesar dan Senat Romawi kemudian memutuskan tanggal 1 Januari sebagai hari pertama dalam kalender baru itu. Istilah Januari diambil dari nama salah satu dewa dalam mitologi bangsa Romawi, yakni Dewa Janus.
Baca juga: GeNose Pendeteksi COVID-19 dari UGM, Lebih Murah hingga Sampelnya Embusan Napas
Buku New Year's Celebrations (2007) yang disusun oleh Katie Kubesh, Niki McNeil, dan Kimm Bellotto, memaparkan alasan dipilihnya nama Dewa Janus sebagai awal tahun baru dalam kalender anyar Romawi itu, serta tradisi awal masyarakat Romawi untuk merayakan pergantian tahun.
Dijelaskan, Dewa Janus memiliki dua wajah yang menghadap ke depan dan belakang. Dalam kepercayaan orang Romawi, Janus diyakini sebagai dewa permulaan sekaligus dewa penjaga pintu masuk.
Maka, sejak diberlakukan kalender anyar itu, setiap tengah malam jelang pergantian tahun, yakni 31 Desember, orang-orang Romawi menggelar perayaan untuk menghormati Dewa Janus. Mereka membayangkan, satu wajah Janus melihat ke tahun lama dan wajah lainnya menatap hari-hari ke depan di tahun baru.
Orang-orang Romawi pun memulai tradisi dengan saling memberikan hadiah pada malam tahun baru. Menurut keyakinan mereka, akhir tahun lama dan awal tahun baru adalah saat yang tepat untuk memberikan hadiah bermakna, biasanya berupa ranting dari pohon-pohon keramat, atau perak dan emas, yang melambangkan keberuntungan.
Beberapa jenis makanan disajikan, terutama madu dan permen yang dianggap sebagai simbol kedamaian. Rumah dan lingkungan sekitar dihias dengan lampu berwarna-warni dengan harapan satu tahun ke depan akan dilalui dengan penuh dengan cahaya atau kecemerlangan dalam hidup.
Tidak lupa, sebagai wujud penghormatan kepada Dewa Janus, orang-orang Romawi mempersembahkan koin-koin emas dengan gambar dewa mereka itu. Harapannya, Dewa Janus akan selalu memberkati mereka dalam kehidupan setahun ke depan.
Baca juga: Kendari Undercover: Tukang Ojek Online Dapat Tawaran Cinta dari PSK, Ini Kisahnya
Penetapan tanggal 1 Januari sebagai awal tahun dalam kalender baru itu punya rumusan sendiri. Dalam menyusun penanggalan anyar itu, seperti tertulis dalam Astronomical Observations (2009) suntingan Erik Gregersen, Julius Caesar meminta bantuan seorang ahli astronomi dan matematika dari Alexandria (Iskandariyah) bernama Sosigenes.
Sosigenes menyarankan agar kalender baru dibuat dengan mengikuti perputaran matahari seperti yang sudah diterapkan oleh orang-orang Mesir Kuno, satu tahun dihitung 365 seperempat hari. Julius Caesar setuju dan menambahkan 67 hari pada 45 SM sehingga tahun 46 SM dimulai pada 1 Januari.
Untuk menghindari kejanggalan dalam rumusan kalender baru itu, Julius Caesar menyarankan supaya ditambahkan satu hari pada bulan kedua (Februari) setiap empat tahun. Inilah asal-muasal tahun kabisat. Penanggalan anyar ini kemudian dikenal dengan nama Kalender Julian, diambil dari nama Julius (Juli) Caesar.
Saat Kalender Julian diterapkan memang belum memasuki tahun Masehi. Tahun Masehi dihitung sejak kelahiran Yesus (Isa Al-Masih) dari Nazaret yang mulai diadopsi di Eropa Barat pada abad ke-8 untuk menghitung tanggal Paskah berdasarkan tahun pendirian Roma.
Kalender Julian kemudian dimodifikasi menjadi Kalender Gregorian dan disetujui oleh pemimpin tertinggi umat Katolik di Vatikan, Paus Gregory XIII, pada 1582. Di tahun yang sama, Paus menetapkan 1 Januari sebagai tahun baru pertama. Sejak saat itu, setiap malam pergantian tahun kian dirayakan dengan meriah di seluruh belahan dunia. (C)
Reporter: Fitrah Nugraha
Editor: Haerani Hambali