Gugatan Izin Tambang PT GKP di Pulau Wawonii Memanas
La Ode Muh Martoton, telisik indonesia
Jumat, 23 Desember 2022
0 dilihat
Masyarakat Konawe Kepulauan usai mendengarkan keterangan ahli dalam sidang lanjutan gugatan terhadap IUP PT GKP di PTUN Kendari, Rabu (21/12/2022). Foto: Ist.
" Sidang gugatan terhadap izin usaha pertambangan (IUP) PT Gema Kreasi Perdana (PT GKP) yang diajukan 29 orang masyarakat Pulau Wawonii, Kabupaten Konawe Kepulauam di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Kendari, mulai memanas "
KENDARI, TELISIK.ID - Sidang gugatan terhadap izin usaha pertambangan (IUP) PT Gema Kreasi Perdana (PT GKP) yang diajukan 29 orang masyarakat Pulau Wawonii, Kabupaten Konawe Kepulauam di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Kendari, mulai memanas.
Sidang gugatan tersebut, ditujukan kepada Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Sulawesi Tenggara, dengan mendengarkan keterangan ahli.
Melalui kuasa hukumnya Indrayana Centre for Government, Constitution and Society (INTEGRITY) Law Firm, para penggugat menghadirkan seorang ahli Dr Ahmad Redi, SH., MH., MSi., Dosen Universitas Borobudur, menerangkan terkait hukum sumber daya mineral dan lingkungan hidup.
Baca Juga: 3 Alat Treatment Kulit Canggih di Kendari Hanya Ada di Enhade Skin Clinic
"Para penggugat sangat yakin keterangan Dr Redi akan menguatkan dalil-dalil gugatan yang dihadirkan dalam persidangan yang sepat memanas," ujar Denny Indrayana, kuasa hukum para penggugat yang juga Wakil Menteri Hukum dan HAM periode 2011-2014.
Lanjut Denny, dalam keterangan ahli, Dr Ahmad Redi, dosen Universitas Borobudur itu, selaku mantan Kasubbid Sumber Daya Alam di Deputi Peraturan Perundang-Undangan, Kementerian Sekretaris Negara menerangkan, terkait hukum sumber daya mineral dan lingkungan hidup, UU Minerba hanya diatur 4 jenis IUP, yaitu persetujuan, pencabutan, perpanjangan dan peralihan.
"Persetujuan perubahan IUP tidak dikenal dalam UU Minerba, sehingga cacat prosedural apabila diterbitkan dan dapat dibatalkan oleh pengadilan," jelas Denny dalam keterangannya.
Denny menambahkan, keterangan Dr Redi yang mengatakan, perubahan IUP hanya terjadi ketika peralihan dari kuasa pertambangan menjadi izin usaha pertambangan pada saat berlakunya UU Minerba Tahun 2009. Selain itu, tidak dikenal lagi adanya perubahan IUP.
"Jika terbit IUP di wilayah tidak diakomodir peruntukannya bagi kegiatan pertambangan, maka hal tersebut telah menyalahi aturan hukum dan dianggap cacat substansi, pengadilan berwenang untuk membatalkan," tambahnya.
Setelah mendengar keterangan ahli dari para penggugat, persidangan dilanjutkan mendengar keterangan saksi fakta dari tergugat II Intervensi yang hadir, yakni Nining selaku pejabat fungsional Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sulawesi Tenggara.
Dalam keterangannya, Nining mengatakan, Dinas ESDM Sulawesi Tenggara tidak pernah melakukan sosialisasi terhadap masyarakat terkait penerbitan IUP.
“Ada 7 IUP di Pulau Wawonii termasuk 2 milik PT GKP. Namun hanya IUP PT GKP saja yang aktif, sedangkan IUP lainnya tidak aktif," ujarnya dalam persidangan. Namun anehnya, Nining tidak mengetahui alasan mengapa IUP lainnya tidak aktif.
Keanehan dalam proses penerbitan perizinan PT GKP juga telah muncul sejak pemeriksaan saksi fakta pada agenda persidangan sebelumnya pada 7 dan 14 Desember 2022.
Sementara salah satu dari keterangan saksi Sahidin, mantan anggota DPRD Konawe Kepulauan periode 2014-2019 yang dihadirkan oleh para penggugat mungungkap fakta baru.
Menurutnya, pada saat rapat dengar pendapat 2 Agustus 2019 lalu, yang dihadiri pihak PT GKP yakni Bambang Murtiyoso, tidak pernah sekalipun dokumen perizinan diserahkan kepada DPRD Konawe Kepulauan meskipun telah diminta secara formal.
Pengabaian seperti ini dapat dikategorikan sebagai pelecehan lembaga parlemen (Contempt Of Parliament), karena mereka sedang menjalankan mandat konstitusi, tetapi tidak mendapatkan penghormatan sebagaimana mestinya.
Sebagaimana persidangan-persidangan sebelumnya, antusiasme masyarakat untuk mendukung para penggugat tidak pernah surut. Kembali, puluhan masyarakat ingin memantau jalannya persidangan yang menentukan nasib mereka memadati ruang sidang utama PTUN Kendari.
Baca Juga: Tahun Baru Lebih Seru dengan New Years Eve di Fortune Frontone Hotel Kendari
“Kehadiran masyarakat tersebut telah dengan sendirinya membantah pernyataan PT GKP yang mengatakan seluruh lapisan masyarakat dan stakeholder setempat mendukung adanya kegiatan pertambangan di Pulau Wawonii," ucap Sahidin.
Nyatanya, mayoritas masyarakat tetap berpegang teguh menolak kehadiran tambang, karena memahami ganti rugi lahan untuk tambang tidak akan menyelamatkan hidup mereka untuk waktu yang lama.
"Justru kerusakan alam pulau kecil yang mereka tinggali sejak dahulu kala, menjadi bencana bagi hajat hidup mereka kelak dan perlahan akan mengusir mereka dari rumah mereka sendiri,” tegas Sahidin. (A)
Penulis: La Ode Muh Martoton
Editor: Kardin
* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS