Ini Alasan Mengapa Pejabat Sering Terlibat Suap dan Korupsi

Nur Khumairah Sholeha Hasan, telisik indonesia
Selasa, 14 Maret 2023
0 dilihat
Ini Alasan Mengapa Pejabat Sering Terlibat Suap dan Korupsi
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melaporkan, jumlah tersangka kasus korupsi sebanyak 149 orang sepanjang tahun 2022. Foto: Repro Headtopic.com

" Teori GONE mengungkapkan bahwa seseorang yang korupsi pada dasarnya serakah dan tak pernah puas. Tidak pernah ada kata cukup dalam diri koruptor yang serakah "

KENDARI, TELISIK.ID - Pemberitaan tentang korupsi seakan tak pernah berhenti mewarnai layar kaca. Para pelaku korupsi umumnya adalah para pegawai atau pejabat pemerintahan yang menempati posisi strategis.

Seperti yang belum lama ini terjadi pada Sekda Kota Kendari, Ridwansyah Taridala, ia ditetapkan sebagai tersangka kasus suap dan penerimaan gratifikasi PT Midi Utama Indonesia pada Senin (13/3/2023) sore Wita.

Lantas kita jadi bertanya, hidup mereka sudah enak, gaji pastilah besar, semuanya sudah dimiliki, lalu kenapa masih saja korupsi?

Mengutip Bpkb.go.id, berdasarkan data Kementerian Dalam Negeri, ada 343 kepala daerah yang berperkara hukum, baik di kejaksaan, kepolisian, maupun Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Sebagian besar karena tersangkut masalah pengelolaan keuangan daerah.

Dilansir dari Katadata.co.id, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melaporkan, jumlah tersangka kasus korupsi sebanyak 149 orang sepanjang tahun 2022. Jumlahnya meningkat 34,23% dibandingkan pada tahun sebelumnya yang sebesar 111 tersangka. Selain itu, KPK telah melakukan delapan operasi tangkap tangan (OTT) sepanjang tahun ini.

Alasan seseorang korupsi bisa beragam, namun secara singkat dikenal teori GONE untuk menjelaskan faktor penyebab korupsi. Teori GONE yang dikemukakan oleh penulis Jack Bologna adalah singkatan dari Greedy (Keserakahan), Opportunity (kesempatan), Need (Kebutuhan) dan Exposure (pengungkapan). 

Teori GONE mengungkapkan bahwa seseorang yang korupsi pada dasarnya serakah dan tak pernah puas. Tidak pernah ada kata cukup dalam diri koruptor yang serakah. Keserakahan ditimpali dengan kesempatan, maka akan menjadi katalisator terjadinya tindak pidana korupsi.

Baca Juga: Sekda Kota Kendari jadi Tersangka Dugaan Suap PT Midi Utama Indonesia

Selain itu, penyebab korupsi juga terdiri dari beberapa faktor internal dan eksternal dikutip dari Aclc.kpk.go.id:

1. Sifat serakah/tamak/rakus manusia

Keserakahan dan tamak adalah sifat yang membuat seseorang selalu tidak merasa cukup atas apa yang dimiliki, selalu ingin lebih. Dengan sifat tamak, seseorang menjadi berlebihan mencintai harta. Padahal bisa jadi hartanya sudah banyak atau jabatannya sudah tinggi. Dominannya sifat tamak membuat seseorang tidak lagi memperhitungkan halal dan haram dalam mencari rezeki. Sifat ini menjadikan korupsi adalah kejahatan yang dilakukan para profesional, berjabatan tinggi, dan hidup berkecukupan.

2. Gaya hidup konsumtif

Sifat serakah ditambah gaya hidup yang konsumtif menjadi faktor pendorong internal korupsi. Gaya hidup konsumtif misalnya membeli barang-barang mewah dan mahal atau mengikuti tren kehidupan perkotaan yang serba glamor. Korupsi bisa terjadi jika seseorang melakukan gaya hidup konsumtif namun tidak diimbangi dengan pendapatan yang memadai.

3. Moral yang lemah

Seseorang dengan moral yang lemah mudah tergoda untuk melakukan korupsi. Aspek lemah moral misalnya lemahnya keimanan, kejujuran, atau rasa malu melakukan tindakan korupsi. Jika moral seseorang lemah, maka godaan korupsi yang datang akan sulit ditepis. Godaan korupsi bisa berasal dari atasan, teman setingkat, bawahan, atau pihak lain yang memberi kesempatan untuk melakukannya.

Faktor penyebab eksternal, antara lain:

1. Aspek sosial

Kehidupan sosial seseorang berpengaruh dalam mendorong terjadinya korupsi, terutama keluarga. Bukannya mengingatkan atau memberi hukuman, keluarga malah justru mendukung seseorang korupsi untuk memenuhi keserakahan mereka. Aspek sosial lainnya adalah nilai dan budaya di masyarakat yang mendukung korupsi. Misalnya, masyarakat hanya menghargai seseorang karena kekayaan yang dimilikinya atau terbiasa memberikan gratifikasi kepada pejabat.

2. Aspek politik

Keyakinan bahwa politik untuk memperoleh keuntungan yang besar menjadi faktor eksternal penyebab korupsi. Tujuan politik untuk memperkaya diri pada akhirnya menciptakan money politics. Dengan money politics, seseorang bisa memenangkan kontestasi dengan membeli suara atau menyogok para pemilih atau anggota-anggota partai politiknya.

Baca Juga: Sekda Ridwansyah Taridala Ditangkap, DPRD Kota Kendari Kaget, Mengaku Tak Tahu Menahu

Pejabat yang berkuasa dengan politik uang hanya ingin mendapatkan harta, menggerus kewajiban utamanya yaitu mengabdi kepada rakyat. Melalui perhitungan untung-rugi, pemimpin hasil money politics tidak akan peduli nasib rakyat yang memilihnya, yang terpenting baginya adalah bagaimana ongkos politiknya bisa kembali dan berlipat ganda.

3. Aspek ekonomi

Faktor ekonomi sering dianggap sebagai penyebab utama korupsi. Di antaranya tingkat pendapatan atau gaji yang tak cukup untuk memenuhi kebutuhan. Fakta juga menunjukkan bahwa korupsi tidak dilakukan oleh mereka yang gajinya pas-pasan. Korupsi dalam jumlah besar justru dilakukan oleh orang-orang kaya dan berpendidikan tinggi.

Banyak pejabat ditangkap karena korupsi. Mereka korupsi bukan karena kekurangan harta, tapi karena sifat serakah dan moral yang buruk. (C)

Penulis: Nur Khumairah Sholeha Hasan

Editor: Haerani Hambali 

 

* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS 

Baca Juga