Jokowi Cabut Ribuan IUP Pertambangan, PERKHAPPI Sultra: Datanya Harus Dibuka
M Risman Amin Boti, telisik indonesia
Jumat, 07 Januari 2022
0 dilihat
Ketua DPW PERKHAPPI Sultra, Dedi Ferianto. Foto : Istimewa
" Konsultan Hukum dan Pengacara Pertambangan meminta pemerintah harus membuka data perusahaan Izin Usaha Pertambangan atau Izin Pertambangan Khusus yang dicabut. "
JAKARTA, TELISIK.ID - Perkumpulan Konsultan Hukum dan Pengacara Pertambangan (PERKHAPPI) meminta pemerintah harus membuka data perusahaan Izin Usaha Pertambangan atau Izin Pertambangan Khusus (IUP/IUPK) yang dicabut.
Ketua Dewan Pimpinan Wilayah PERKHAPPI Sultra, Dedi Ferianto mengatakan, kebijakan pencabutan IUP 2.078 perusahaan tambang tidak dilampirkan dengan daftar nama-nama perusahaan.
Menurut Dedi, pencabutan IUP/IUPK yang dilakukan pemerintah harus membuka data perusahaan mana saja yang dicabut dan bagaimana prosedur pencabutan izin tersebut.
“Pemerintah harus menyampaikan kepada publik karena berdasarkan data Kemenko Marves RI di Sultra tercatat memiliki enam IUP eksplorasi dan 256 IUP OP yang terdiri dari komoditas mineral logam nikel, emas, aspal dan non logam batuan,” kata Dedi dalam keterangan tertulis diterima Telisik.id di Jakarta, Jumat (7/1/2022).
Dedi menegaskan dengan jumlah IUP di Sultra mencapai ratusan, maka pemerintah harus membuka. Sebab akan menjadi kekhawatiran masyarakat menilai perusahaan tambang yang beroperasi di Sultra.
“Maka ini perlu diketahui IUP/IUPK mana saja yang telah dicabut oleh pemerintah,” terang Dedi.
Mantan aktivis pertambangan itu menjelaskan pencabutan IUP/IUPK dapat dilakukan hanya oleh Menteri jika pemegang IUP/IUPK tidak memenuhi kewajiban yang ditetapkan dalam ketentuan perundang-undangan.
“Sesuai pasal 119 UU Nomor 3/2020 tentang Minerba,” ujar Dedi.
Lebih lanjut, Dedi mengatakan, penjelasan mengenai dasar dilakukan pencabutan IUP/IUPK yakni karena tidak melakukan kegiatan. Menurutnya, masih sangat absurd dan tidak jelas sehingga menimbulkan celah hukum mall admininstrasi dan digugat.
“Pemerintah dapat digugat di PTUN oleh pemegang IUP/IUPK,” katanya.
Olehnya itu, pemerintah perlu menjelaskan juga secara yuridis bagaimana prosedur evaluasi dan indikator pengambilan kebijakan pencabutan izin.
“Jangan ada yang ditutupi,” tegas Dedi.
Ia mengingatkan, jika tidak diumumkan maka pencabutan IUP/IUPK ini akan berkonsekuensi hukum bagi para pelaku usaha maupun kepada pemerintah. Hal itu meskipun izin telah dicabut tapi tidak dapat menghilangkan kewajiban hukum perusahaan.
“Terhadap pembayaran pajak dan tanggung jawab lingkungannya dalam hal melakukan reklamasi dan/atau pasca tambang,” kata dia.
Kendati demikian tambah dia, meskipun izin perusahaan telah dicabut, para pemegang IUP/IUPK wajib terlebih dahulu memenuhi dan menyelesaikan segala kewajiban dan selanjutnya diberikan surat keterangan oleh menteri.
“Jika tidak melaksanakan kewajibannya pemegang izin dapat dikenakan sanksi pidana sebagaimana ketentuan pasal 161 Nomor 3/2020 tentang Minerba,” tutup Dedi.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo atau Jokowi mengumumkan bahwa pemerintah mencabut ratusan ribu izin hak penguasaan lahan negara, mulai dari Izin Usaha Pertambangan (IUP) hingga Hak Guna Usaha (HGU).
Izin-izin tersebut dicabut setelah pemerintah mengevaluasi pemanfaatan lahan negara.
"Izin-izin yang tidak dijalankan, yang tidak produktif, yang dialihkan ke pihak lain, serta yang tidak sesuai dengan peruntukkan dan peraturan, kami cabut," ujar Jokowi seperti disiarkan di kanal YouTube Sekretariat Presiden, Kamis, (6/1/2022).
Baca Juga: DPD RI Apresiasi Jokowi Cabut Ratusan Izin Usaha Pertambangan
Pertama, pemerintah mencabut 2 078 mencabut Izin Usaha Pertambangan (IUP) sebanyak 2.078 perusahaan tambang Mineral dan Batu bara (Minerba).
Kedua, pemerintah juga mencabut sebanyak 192 izin di sektor usaha kehutanan seluas 3.126.439 hektare. Ratusan izin ini dicabut karena pemilik izin menelantarkan lahan dan tidak aktif membuat rencana kerja.
Baca Juga: Pemprov DKI Jakarta Tetapkan 14 Objek Cagar Budaya
Ketiga, pemerintah juga mencabut hak guna usaha (HGU) perkebunan yang ditelantarkan seluas 34.448 hektare. Sebanyak 25.128 hektare adalah milik 12 badan hukum, sisanya 9.320 hektare merupakan bagian dari HGU yang terlantar milik 24 badan hukum. (B)
Reporter: M. Risman Amin Boti
Editor: Kardin