Kelompok Tani Dilaporkan Merusak Hutan, Polda Sumatera Utara Dituding Berpihak dengan Perusahaan

Reza Fahlefy, telisik indonesia
Kamis, 14 Juli 2022
0 dilihat
Kelompok Tani Dilaporkan Merusak Hutan, Polda Sumatera Utara Dituding Berpihak dengan Perusahaan
Massa dari Akbar Sumut mendatangi kantor Ditrskrimsus Polda Sumatera Utara di Jalan Sisingamangaraja, Medan. Foto: Ist

" Aliansi Kemarahan Buruh dan Rakyat (Akbar Sumut) mendesak agar pihak Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Sumatera Utara agar menghentikan penyidikan terhadap 4 orang anggota Kelompok Tani Torang Jaya Mandiri (KTTJM) "

MEDAN, TELISIK.ID - Aliansi Kemarahan Buruh dan Rakyat (Akbar Sumut) mendesak agar pihak Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Sumatera Utara agar menghentikan penyidikan terhadap 4 orang anggota Kelompok Tani Torang Jaya Mandiri (KTTJM).

Itu disampaikan oleh Rahmat Muhammad, Kordinator Komisi Untuk Orang Hilang Dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) Sumatera Utara kepada awak media, Kamis (14/7/2022).

"Jadi, kami yang tergabung di Akbar Sumut di antaranya Kontras Sumut, Walhi, LBH Medan, KPR, FBI, SMI, dan Imahara membuat suatu gerakan solidaritas kami barusan menyerahkan surat desakan kepada penyidik Ditresrimsus Polda Sumut untuk menghentikan proses penyidikan terhadap 4 orang anggota kelompok tani ini," ungkap Rahmat.

Selain itu, dalam surat itu juga, Akbar Sumut meminta penyidik untuk menghentikan proses penyidikan atas laporan PT Sumatera Silva Lestari (PT SSL) dan PT Sumatera Riang Lestari (PT SRL) dengan tuduhan Perambahan Hutan (Pasal 91 ayat 1 UU 18 Tahun 2003 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan).

"Padahal sejak 2004, sekitar 522 masyarakat (anggota KTTJM) telah menguasai lahan seluas ±1.025 hektar, masyarakat lahan itu dengan  proses jual beli. Namun, mengapa saat ini kelompok tani disebut merambah hutan," ucapnya.

Menurutnya, tahun 2008-2013 pernah terjadi konflik masyarakat dengan PT SSL dan PT RSL yang mengkalim tanah kelompok tani sebagai bagian wilayah yang mereka kuasai

Baca Juga: Dua Orang Ini Selundupkan Ribuan Benih Lobster ke Luar Negeri, Rugikan Negara Puluhan Miliar

"Dari Tahun 2013 ini, perusahaan menumbangi tanaman masyarakat dan menguasai paksa sebagian lahan mereka. Masyarakat pun sudah melakukan berbagai upaya perlawanan. hingga kemudian pada tahun 2020 perusahaan membuat Laporan di Kepolisian Daerah Sumatera Utara dengan dasar lahan yang dikelola KTTJM berada dalam kawasan Hutan Tanaman Industri (HTI). Ini yang membuat kami heran," tuturnya.

Dalam upaya kriminalisasi itu, Akbar Sumut melihat ada abuse of power dalam tindakan penyidikan yang dilakukan.

"Karena kami menganggap bahwa kepemilihan lahan petani bukanlah ranah pidana, jika mengacu pada pasal 6 Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2021 tentang Penyelesaian Ketidaksesuaian Tata Ruang, Kawasan Hutan, Izin, dan/atau Hak atas Tanah. Penyelesaian kasus ini seharusnya ada pada kewenangan pemerintah daerah. Oleh sebabnya kami melihat kepemilikan lahan kelompok tani KTTJM bukan merupakan tindak pidana, jika penyidik masih meneruskan kasus ini maka jelaslah bukti bahwa kekuatan modal masih menjadi sara mengutak-atik aturan hukum," tuturnya.

Diakui Akbar Sumut, penyidik melakukan tindakan kriminalisasi terhadap kelompok tani KTTJM jika perkara terus berlanjut.

"Aparat harusnya bertindak netral, kriminalisasi atas kelompok tani KTTJM suatu bukti bahwa aparat hanyalah corong bagi yang bermodal. Kita tidak ingin bahwa diksi itu benar adanya, oleh sebabnya kita mendorong penyidik Ditrekrimsus Polda Sumatera Utara untuk menghentikan kasus ini, polisi harus berdiri di tengah dan menyelesaikan secara bijak dalam setiap kasus-kasus konflik agraria," terangnya.

Kuasa Hukum kelompok tani, Ronal Syafriansah mengatakan bahwa empat orang petani dilaporkan atas kasus pengerusakan kawasan hutan di Kabupaten Padang Lawas, Provinsi Sumatera Utara.

"Saya rasa ini sangat janggal, kenapa penyidik menindaklanjuti laporan dari kedua perusahaan itu. Padahal, klien kami membeli lahan itu dari masyarakat dan akta camatnya, ini yang membuat kami heran," ungkapnya.

Adapun keempat kelompok tani itu di antaranya B Hutasoit, N Simbolon, HL Naor dan J Sitinjak. Atas perkara yang melibatkan keempatnya, pengacara berharap agar penyidik netral dalam menanganinya.

Baca Juga: Polda Sumatera Utara Belum Mampu Tangkap Pemasok Narkoba ke Oknum Polisi di Medan

"Kami berharap agar penyidik melihat kasus tersebut secara utuh sebagai konflik tanah. Penyelesaian terhadap persoalan tersebut semestinya dilakukan dengan melibatkan semua pihak termasuk pemerintah setempat. Apalagi, tanah yang diklaim perusahaan sebagai tanah konsesi tersebut sedang dalam proses pengajuan melalui program Presiden Joko Widodo sebagai tanah objek reforma agraria (TORA)," ungkapnya.

Menurutnya, kalau kawasan yang dituduhkan ini kawasan hutan, yang perlu digarisbawahi, masyarakat tidak mengetahui dan tidak mempunyai niat, itikad untuk merusak kawasan hutan.

"Karena mereka datang ke sana untuk berkebun dengan cara membeli bukan membuka hutan. Artinya pemerintah setempat juga harus bertanggungjawab terkait ini termasuk Kementerian KLHK dan lain-lain. Jadi mereka bukan merusak hutan," terangnya

Kepala Sub Bidang Penerangan Masyarakat, Bidang Humas Polda Sumatera Utara, AKBP Herwansyah ketika dikonfirmasi mengakui adanya surat yang dikirimkan dari salah satu kelompoknya masyarakat.

"Surat itu dituju kepada Ditresrimsus Polda Sumatera Utara. Dalam penanganan perkara yang melibatkan kelompok tani di Padang Lawas, penyidik pastinya akan bekerja dengan prosedur. Untuk perkembangan kasus itu, nanti kami akan berkomunikasi dengan pihak penyidik," terangnya. (A)

Penulis: Reza Fahlefy

Editor: Musdar

Artikel Terkait
Baca Juga