Menjadi Sumber Penghasilan Warga Sekitar, Objek Wisata Puri Mataram Dibuka Kembali
Affan Safani Adham, telisik indonesia
Senin, 13 Juli 2020
0 dilihat
Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Abdul Halim Iskandar meninjau dibukanya Desa Wisata Puri Mataram Tridadi dengan penerapan protokol kesehatan. Foto: Ist.
" Pembukaan destinasi wisata ini diterapkan sesuai protokol kesehatan. "
YOGYAKARTA, TELISIK.ID - Masyarakat kian sadar potensi wisata di daerahnya masing-masing. Jika ada kawasan yang memiliki pemandangan alam yang indah, udara sejuk dan masih asri dengan nuansa pedesaan, maka tempat itu bisa disulap menjadi objek wisata.
Salah satu objek wisata menarik di Dusun Drono, Desa Tridadi, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, adalah Puri Mataram.
Taman ini menjadi sumber pemasukan signifikan bagi warga Desa Tridadi meski baru diluncurkan pada 2018.
Desa Wisata Puri Mataram kini mulai beroperasi penuh setelah dibuka kembali oleh Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi, Abdul Halim Iskandar, dengan penerapan protokol kesehatan, Sabtu (11/7/2020).
Ketua BUMDes Tridadi Makmur, Agus Choliq, mengatakan, destinasi tersebut mulai dibuka kembali setelah ditutup sejak pandemi COVID-19. "Pembukaan destinasi wisata ini diterapkan sesuai protokol kesehatan," katanya.
Setiap tamu yang berkunjung diperiksa menggunakan thermogun dan wajib memakai masker. Selain itu disediakan westafel di beberapa titik untuk fasilitas cuci tangan para pengunjung.
Pada tahap awal, dibatasi jumlah pengunjung agar bisa menerapkan physical distancing. Jika pada hari normal dikunjungi 2.500 orang, maka pada masa new normal hanya menerima 1.000 orang.
Luas Puri Mataram 4,5 hektar. Sangat luas untuk pengunjung menjaga jarak. Jika pengunjung banyak, akan ada petugas yang membatasi jumlah kunjungan di setiap wahana.
Dari beragam wahana yang memadukan unsur alam dan budaya, ada satu wahana baru yang ditawarkan, yakni wahana Taman Bunga Sampah.
Bunga-bunga di taman ini memadukan tanaman bunga Amarilis dengan botol bekas air mineral. Di Indonesia belum ada konsep seperti ini.
Baca juga: Warga Konsel Keluhkan Jalan Rusak Parah
Selain itu, di kafe itu juga disediakan fasilitas untuk bakar-bakar bagi pengunjung. Ini juga konsep baru yang ditawarkan.
Selama ditutup, kerugian potensial selama ini sekitar Rp 2 miliar. Selain itu, 80 persen karyawan juga dirumahkan. Dengan adanya new normal ini, karyawan bisa kembali bekerja semua dan tidak selang-seling lagi.
Selama pandemi COVID-19, mencoba bertahan dengan tetap membuka kafe untuk menutup biaya operasional. Waktu libur lebaran 2019, kami mencapai Rp 1 miliar, tapi libur lebaran 2020 kemarin hanya dapat Rp 13 juta. "Begitu besar dampak COVID-19 bagi pelaku wisata," kata Choliq.
Dibukanya BUMDes tersebut diharapkan mampu menggerakkan kembali ekonomi masyarakat sekitar. Apalagi hampir semua karyawan di BUMDes merupakan warga Tridadi. Selama ini hampir 80 persen karyawan yang di off-kan menyebabkan mereka kehilangan mata pencarian. Dengan kembali beroperasi, maka beban Pemdes juga berkurang.
Keberadaan BUMDes tersebut selama ini sangat membantu pendapatan bagi desa. Sejak beroperasi pada 2018 lalu, omzet BUMDes ini terus meningkat. Rata-rata perbulan omzetnya Rp 500 juta. Tahun 2018 BUMDes ini beromzet Rp 1,9 miliar dan 2019 lalu naik Rp 4,5 miliar. Naiknya hampir dua kali lipat terus kenaikannya.
Kontribusi untuk desa sangat besar. Selain PAD, juga ikut mengentaskan pengangguran.
Mendes PDTT, Abdul Halim Iskandar, menilai, dibukanya kembali destinasi wisata desa di masa normal baru akan kembali membawa geliat ekonomi di desa. "Termasuk desa wisata Puri Mataram," katanya.
Bagi Abdul Halim Iskandar, tidak ada pilihan dalam menghadapi pandemi COVID-19. "Kecuali hidup berdampingan dengan COVID-19," tandasnya.
Kemendes PDTT, kata Abdul Halim Iskandar, mengeluarkan regulasi terkait tatanan normal baru yang harus dilakukan pemerintah desa. "Termasuk desa wisata yang selama ini mampu menggerakkan ekonomi masyarakat," ungkapnya.
Baca juga: Tolak RUU Omnibus Law, Pemuda Ini Bersepeda dari Yogyakarta ke Jakarta
Jadi, memang tidak ada pilihan selain kehidupan normal baru dengan memperhatikan protokol kesehatan agar masyarakat kembali beraktivitas.
Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi, Abdul Halim Iskandar, mengajak kepada masyarakat di Yogyakarta untuk menghidupkan kembali desa-desa wisata yang ada.
Puri Mataram semula adalah lahan sawah. Wahana seluas lebih dari empat hektar ini dikelola oleh Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) Tridadi Makmur dengan lahan menyewa tanah kas desa seharga Rp 4 ribu per meter perseginya per tahun.
Sekitar 50 orang penduduk desa bersama-sama mengelola Puri Mataram. Dan diharapkan akan terus bertambah seiring pembukaan zona-zona baru.
Sebagian penduduk yang bekerja di taman itu putus sekolah, kemudian mendapat pelatihan kerja. Hanya 20 persen karyawan yang berasal dari kalangan profesional.
Saat diresmikan, Puri Mataram hanya memiliki empat zona, yakni taman bunga, becak air, taman kelinci, dan pasar ndelik. Memasuki tahun 2019 bertambah tiga zona lagi, yakni kandang domba merino, taman kaktus dan zona ikan tangkap dan terapi ikan. Kemudian dikembangkan zona waterboom bernuansa tradisional.
Lahan Puri Mataram merupakan tanah kas desa yang awalnya untuk persawahan dan tegalan. Tanpa menghilangkan unsur persawahannya, pihak desa memutuskan mengembangkannya menjadi wahana wisata alam dengan menggunakan dana desa. Kini, hasil dari objek wisata itu cukup memuaskan. Dalam tempo enam bulan sejak diluncurkan pendapatan bersih mencapai Rp 342 juta.
Tak ada pungutan jika ingin masuk ke objek wisata Puri Mataram yang jaraknya sekitar 15 kilometer dari kota Yogyakarta itu.
Pengunjung baru membayar jika hendak masuk ke zona di dalamnya, yang masing-masing dipatok tarif Rp 10 ribu per orang.
Kawasan Puri Mataram juga memiliki lahan parkir luas dan bisa menampung ratusan sepeda motor, mobil dan bus.
Reporter: Affan Safani Adham
Editor: Haerani Hambali