Ngopi Ala KPU
M. Najib Husain, telisik indonesia
Minggu, 06 November 2022
0 dilihat
Dr. M. Najib Husain, Dosen Pascasarjana UHO Kendari. Foto: Ist.
" Pemilu serentak 2019 dirasakan sebagai pemilu yang memiliki beban kerja yang paling berat. Tahapan perhitungan dirasakan sebagai kegiatan yang paling berat, karena harus selesai dalam waktu yang satu hari "
Oleh: Dr. M. Najib Husain
Dosen Pascasarjana UHO Kendari
DUA hari lalu saya hadir untuk membawahkan materi kesiapan penyelenggara pemilu menuju suksesi pemilu serentak tahun 2024 di Sultra. Kegiatan ini dilaksanakan oleh KPU Prov Sultra bekerjasama dengan lembaga bantuan hukum Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia yang dikemas dalam bentuk ngopi di salah satu cafe di Kota Kendari.
Saya menyampaikan bahwa ada 3 isu besar yang akan dihadapi oleh penyelenggara pemilu pada awal proses tahapan pemilu, yaitu electoral proses, lemahnya kapasitas badan adhoc pemilu, dan akurasi daftar pemilih tetap.
Dalam electoral proses perlu adanya komitmen penyelenggara pemilu untuk menjalankan tahapan pemilu sesuai jadwal, yang telah ditetapkan yang saat ini sudah masuk dalam pemutakhiran data pemilih dan penyusunan daftar pemilih serta pendaftaran dan verifikasi peserta pemilu.
Dalam tataran electoral proses, sudah banyak ongkos dan biaya untuk pembahasannya di DPR dan juga kegiatan KPU se-Indonesia yang baru saja dilaksanakan di Kota Kendari, energi juga banyak dikeluarkan untuk soal-soal penyusunan draft, sosialisasi juga upayanya untuk proses pengesahan.
Berkaca dari pemikiran Montesqueiu, Pratikno (2008) menjabarkan, bahwa hukum itu untuk rakyat. Demokrasi bekerja untuk rakyat, dan ilmu politik mengenal tidak hanya demokrasi prosedural, namun juga proses demokrasi sebagai sesuatu yang substansial. Menurut Partikno, praktek demokrasi sesungguhnya tidak berhenti pada soal electoralisme.
Ilmu politik mengenal adanya demokrasi substansial, yang berarti tidak sekedar pemenuhan hak-hak sipil (civil right) sekaligus adanya effective governance. Sebagai contoh, belum ada grand policy dalam konstitusi dan terjadi inkonsistensi aturan perundang-undangan.
Baca Juga: Isu Kudeta di PDIP
Belum ada grand policy dalam konstitusi. Sehingga jangan heran kawan-kawan KPU di daerah harus menghidupkan HP selama 24 jam karena setiap saat harus menerima kenyataan adanya perubahan regulasi yang tiba-tiba.
Kedua masalah badan adhoc, KPU dan pemerintah seharusnya belajar dari sebuah tragedi di Pemilu 2019 yang menyebabkan meninggalnya 894 orang badan penyelenggaran adhoc dan yang sakit ada 5.175 orang, di dalamnya ada Provinsi Sulawesi Tenggara yang pasca Pemilu 2019 ditemukan ada 436 orang yang sakit penyelenggara pemilu dan meninggal 6 orang.
Pemilu serentak 2019 dirasakan sebagai pemilu yang memiliki beban kerja yang paling berat. Tahapan perhitungan dirasakan sebagai kegiatan yang paling berat, karena harus selesai dalam waktu yang satu hari. Dalam pelaksanaan kegiatan pencoblosan hingga selesai perhitungan, petugas adhoc bekerja dalam rentang waktu antara 20-24 jam.
Dengan waktu yang cukup lama tersebut, mempengaruhi aspek fisiologis manusia, seperti melemahnya pergerakan mata, pergerakan otot dan melemahnya respon alat-alat tubuh lainya.
Hal ini berakibat pada banyaknya petugas yang menderita kelalahan dan sakit, seperti pusing, muntah-muntah dan kambuhnya penyakit bawaan para petugas. Di sisi lain, akibat kelelahan sangat mungkin petugas melakukan kesalahan perhitungan.
Semoga pendaftaran PPK dan PPS yang sebentar lagi akan dibuka oleh KPU tetap mendapatkan banyak peminat dan tidak trauma dengan kejadian pemilu tahun 2019. Di sisi lain kita diperhadapkan dengan integritas, kapasitas, kualitas serta kesehatan yang dimiliki oleh badan adhoc, sisi yang tidak bisa dipandang tidak penting karena disinilah awal dari lahirlah pemilu yang berkualitas dan demokratis.
Semoga dengan pendaftaran yang telah menggunakan aplikasi Sistem Informasi Anggota KPU dan Badan Ad-hoc (SIAKBA) hasil jauh lebih terukur dan tidak ada lagi lobi dari para calon peserta pemilu karena semua sudah berbasis online.
Isu ketiga yang harus diantisipasi oleh kawan-kawan KPU se-Sultra adalah akurasi daftar pemilih tetap. Harapan kami tidak ada lagi masalah dalam data pemilih baik data ganda, data pemilih yang sudah meninggal ataupun data pemilih yang berpindah domisili, sehingga tidak ada lagi perbedaan antara data yang dimilik oleh Capil dan data KPU.
Baca Juga: Menerka Jumlah Pasangan Calon di Pilpres 2024
Sosialisasi yang dilakukan KPU dengan mengemas kegiatan dalam bentuk ngopi (ngobrol pintar pemilu) cukup menarik dan mendapatkan antusias peserta untuk hadir dan bertanya.
Ada beberapa pertanyaan yang muncul dalam kegiatan 'Ngopi Ala KPU', diantaranya mempertanyakan komitmen KPU untuk menghadirkan ruang bagi pemilih untuk mengenal lebih dekat para calon wakil rakyatnya dengan memberikan panggung kepada para calon wakil rakyat untuk menyampaikan program dan ide inovatif, yang akan dijalankan jika terpilih menjadi anggota dewan.
Ini merupakan pertanyaan menarik dan seharusnya KPU Sultra dapat merancang panggung bagi para calon legislator sebagai uji publik dan sekaligus menguji kapasitas bagi para calon wakil rakyat.
Dibutuhkan sebuah inovasi dan keberanian bagi KPU Sultra untuk membuat desain dan merancang kegiatan pendidikan politik yang jauh lebih berkualitas seperti yang diharapkan oleh salah satu peserta 'Ngopi Ala KPU'. (*)
* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS