Peristiwa Isra Miraj, Kaitannya dengan Sains
Haerani Hambali, telisik indonesia
Senin, 28 Februari 2022
0 dilihat
Ustaz Bobby Herwibowo. Foto: Repro celebrities.id
" Dalam sepuluh tahun belakangan ini peristiwa Isra Mi’raj hampir bisa dibuktikan secara ilmiah dengan teori relativitas. Sehingga peristiwa Isra Mi’raj tidak lagi menjadi hal yang aneh dan mudah untuk bisa dicerna akal "
KENDARI, TELISIK.ID - Isra Mi’raj menjadi salah satu peristiwa paling agung dalam sejarah Islam. Karena dalam peristiwa itu, Nabi Muhammad mendapatkan wahyu tentang pensyariatan salat lima waktu, memperoleh keistimewaan dari Allah untuk melakukan perjalanan mulia bersama Malaikat Jibril, bertemu dengan nabi-nabi terdahulu, melihat surga dan negara, dan juga ‘berjumpa’ dengan Allah.
Allah Subhanahu wa Ta’ala mengabadikan peristiwa ini di dalam Al-Qur’an:
“Maha Suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Al Masjidil Haram ke Al Masjidil Aqsha yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS Al-Isra’:1).
Isra atau sara artinya adalah perjalanan di malam hari. Secara istilah, isra adalah perjalanan Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam pada suatu malam dari Masjidil Haram di Makkah ke Masjidil Aqsa di Palestina.
Mi’raj secara bahasa artinya naik. Secara istilah adalah naiknya Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam ke sidratul muntaha. Dalam Al-Qur’an, mi’raj ini disinggung dalam surat An Najm.
“Dan sesungguhnya Muhammad telah melihat Jibril itu (dalam rupanya yang asli) pada waktu yang lain, (yaitu) di Sidratil Muntaha. Di dekatnya ada surga tempat tinggal, (Muhammad melihat Jibril) ketika Sidratil Muntaha diliputi oleh sesuatu yang meliputinya.
Penglihatannya (muhammad) tidak berpaling dari yang dilihatnya itu dan tidak (pula) melampauinya. Sesungguhnya dia telah melihat sebahagian tanda-tanda (kekuasaan) Tuhannya yang paling besar.” (QS An-Najm: 13-18).
Sejarah singkat Isra Mi’raj
Melansir orami.co.id, sejarah singkat peristiwa Isra Mi’raj diawali pada sebuah malam selepas salat Isya, Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam beristirahat sejenak sambil berbaring di Masjidil Haram. Kemudian beliau didatangi Malaikat Jibril dan dada beliau dibelah.
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:
“Lalu hatiku dikeluarkan dan dicuci dengan air zam zam, kemudian dikembalikan ke tempatnya dan memenuhinya dengan iman dan hikmah.” (HR Bukhari).
Setelah itu, didatangkanlah buraq yang menjadi kendaraan beliau sewaktu Isra. Buraq satu akar kata dengan barq yang artinya kilat.
“Didatangkan kepadaku Buraq –yakni seekor tunggangan berwarna putih, tinggi, lebih tinggi dari keledai dan lebih pendek dari bighal, ia meletakkan langkahnya sejauh pandangannya,” (HR Muslim).
Setibanya di Masjidil Aqsa, beliau salat dua rakaat mengimami ruh para Nabi. Usai salat dan keluar dari Masjid Al Aqsa, Malaikat Jibril datang membawa dua wadah minuman. Satu berisi susu dan satu lagi khamar.
Rasulullah SAW pun memilih susu. “Sungguh engkau telah memilih kesucian,” kata Jibril dalam lanjutan hadis tersebut. Mi’raj pun dimulai. Rasulullah naik buraq bersama Jibril hingga tiba di langit pertama. Dalam lanjutan dari hadis Shahih Bukhari dari Malik bin Sha’sha’ah dijelaskan:
“Lalu aku dibawa di atas punggung Buraq dan Jibril pun berangkat bersamaku hingga aku sampai ke langit dunia lalu dia meminta dibukakan pintu langit.”
Hingga beliau pun melewati pintu-pintu langit yang dihuni oleh arwah para nabi. Di langit ke tujuh, Rasulullah bertemu dengan Nabi Ibrahim yang sedang menyandarkan punggungnya di Baitul Makmur. Di mana tempat itu setiap harinya dimasuki oleh 70.000 malaikat dan mereka tidak kembali lagi sesudahnya.
“Kemudian Buraq tersebut pergi bersamaku ke Sidratul Muntaha yang lebar daun-daunnya seperti telinga gajah dan besar buah-buahnya seperti tempayan besar. Tatkala perintah Allah memenuhi Sidratul Muntaha, Sidratul Muntaha berubah dan tidak ada seorangpun dari makhluk Allah yang bisa menjelaskan sifat-sifat Sidratul Muntaha karena keindahannya. Maka Allah memberiku wahyu dan mewajibkan kepadaku salat 50 kali dalam sehari semalam. Setelah mendapat tugas salat 50 kali dalam sehari, Rasulullah turun dan bertemu dengan Nabi Musa.
“Apa yang diwajibkan Rabbmu terhadap umatmu?” tanya Nabi Musa. Aku menjawab, “Salat 50 kali.”
Musa berkata, “Kembalilah kepada Rabbmu, mintalah keringanan karena sesungguhnya umatmu tidak akan mampu melakukan hal itu. Sesungguhnya aku telah menguji Bani Israil dan aku telah mengetahui bagaimana kenyataan mereka.”
“Aku akan kembali kepada Rabbku.”
Lalu aku memohon, “Ya Rabb, berilah keringanan kepada umatku.” Aku diberi keringanan lima salat. Lalu aku kembali kepada Musa ‘alaihis salam. Aku berkata kepadanya, “Allah telah memberikan keringanan lima kali.”
Musa mengatakan, “Sesungguhnya umatmu tidak akan mampu melakukan hal itu, maka kembalilah kepada Rabbmu dan minta keringanan.” Aku terus bolak-balik antara Rabbku dengan Musa hingga Rabbku berfirman:
“Wahai Muhammad sesungguhnya kewajiban salat itu lima kali dalam sehari semalam. Setiap salat mendapat pahala 10 kali lipat, maka 5 kali salat sama dengan 50 kali salat. Barangsiapa berniat melakukan satu kebaikan yang dia tidak melaksanakannya maka dicatat untuknya satu kebaikan.
Dan jika ia melaksanakannya, maka dicatat untuknya sepuluh kebaikan. Barangsiapa berniat melakukan satu kejelekan namun dia tidak melaksanakannya maka kejelekan tersebut tidak dicatat sama sekali. Dan jika ia melakukannya, maka dicatat sebagai satu kejelekan.”
Baca Juga: Simak 8 Hikmah di Balik Peristiwa Isra Miraj yang Perlu Diketahui
"Kemudian aku turun hingga bertemu Nabi Musa lalu aku beritahukan kepadanya. Maka ia mengatakan, “Kembalilah kepada Rabbmu dan mintalah keringanan lagi.” Aku menjawab, “Aku telah berulang kali kembali kepada Rabbku hingga aku merasa malu kepada-Nya.”
Isra Mi’raj Ditinjau dari Kacamata Sains
Melansir Republika.co.id, Ustaz Bobby Herwibowo menjelaskan, peristiwa Isra Mi’raj dapat lebih mudah dipahami di zaman sekarang. Dalam sepuluh tahun belakangan ini peristiwa Isra Mi’raj hampir bisa dibuktikan secara ilmiah dengan teori relativitas. Sehingga peristiwa Isra Mi’raj tidak lagi menjadi hal yang aneh dan mudah untuk bisa dicerna akal.
"Berdasarkan teori tentang cahaya, kecepatan yang paling tinggi adalah kecepatan cahaya, cahaya dapat menempuh perjalanan 300 ribu kilometer dalam satu detik," kata Ustaz Bobby.
Teknologi manusia kini bisa melakukan sesuatu yang menyerupai kecepatan cahaya. Misalnya ada dua orang sedang berada di New York dan Jakarta. Orang yang berada di Jakarta mengirim dokumen softcopy kepada orang yang berada di New York. Dokumen softcopy dari Jakarta ini dalam hitungan detik sampai ke New York.
Sekitar 40 tahun yang lalu wujud komputer sangat besar, tapi dengan teknologi yang diciptakan manusia komputer bisa dibuat lebih kecil. Kemudian dibuat lebih kecil lagi menjadi laptop hingga sekarang menjadi sebuah gawai yang memiliki kemampuan seperti komputer. Sekarang gawai bisa mengirim file dengan cepat meski jaraknya sangat jauh.
"Jadi maknanya teknologi manusia juga bisa melakukan itu, sekarang kalau tentang teknologi teleportasi, Allah sudah pernah menghadirkan teknologi teleportasi di dunia ini di zaman Nabi Sulaiman Alaihissalam," ujar Ustaz lulusan Universitas Al-Azhar Kairo Mesir ini.
Dalam Surah An-Naml ayat 38-40 diceritakan, singgasana Ratu Balqis dipindahkan dalam sekejap. Nabi Sulaiman menantang kepada kelompok jin untuk memindahkan singgasana, Ifrit menyanggupinya dan mengatakan mampu memindahkan singgasana sebelum Nabi Sulaiman bangun dari tempat duduk.
Baca Juga: Ini Manfaat Air Hujan Bagi Kesehatan Menurut Islam
Tapi teknologi orang bertakwa yang mempunyai ilmu dari Kitab mengatakan bisa memindahkan singgasana sebelum mata Nabi Sulaiman berkedip. Kemudian singgasana Ratu Balqis pindah ke hadapan Nabi Sulaiman.
"Kalau tadi saya bicara teknologi manusia hanya bisa mengirim softcopy dengan waktu singkat, ini cerita Nabi Sulaiman yang pindah hardcopy atau singgasana betulan yang pindah dalam waktu singkat," ujar Ustaz Bobby.
Ustaz Pendiri Yayasan Askar Kauny ini mengatakan, teknologi teleportasi itu diwujudkan lagi oleh Allah kepada manusia yang bertakwa. Dulu Rasulullah lebih dahsyat teleportasinya menembus tujuh lapis langit hingga ke Sidratul Muntaha, kemudian Rasulullah kembali lagi ke Bumi hanya dalam waktu kurang dari semalam.
"Jadi secara ilmiah (peristiwa Isra Mi’raj) gampang untuk dicerna (akal) sekarang, kalau zaman dulu mungkin susah dicerna," jelasnya. (C)
Reporter: Haerani Hambali