Perjuangan Seorang Disabilitas, Dicemooh hingga Kini Jadi Guru

Erni Yanti, telisik indonesia
Jumat, 16 Juni 2023
0 dilihat
Perjuangan Seorang Disabilitas, Dicemooh hingga Kini Jadi Guru
Agus Sarman tak menyerah dengan keterbatasan fisiknya. Kini ia menjadi penjaga sekolah sekaligus pengajar di SLB Kusuma Bangsa Kendari. Foto: Erni Yanti/Telisik

" Agus Sarman memiliki keterbatasan fisik. Namun kini ia menjadi seorang pengajar sekaligus penjaga Sekolah Luar Biasa (SLB) Kusuma Bangsa Kendari "

KENDARI, TELISIK.ID - Kisah mengharukan datang dari seorang pria 28 tahun bernama Agus Sarman. Lelaki yang memiliki keterbatasan fisik ini mampu menjadi seorang pengajar sekaligus penjaga Sekolah Luar Biasa (SLB) Kusuma Bangsa di Jl Jambu, Kelurahan Anggoeya, Kecamatan Poasia, Kota Kendari, Sulawesi Tenggara.

Pada saat Telisik.id mendatangi kediaman Agus di SLB Kusuma Bangsa, ada yang membuat heran. Bagaimana tidak, dengan kondisi jalan rusak dan menanjak, bagaimana mungkin seorang dengan keterbatasan fisik seperti Agus Sarman, bisa tinggal di tempat itu.

Saat tiba di lokasi, Telisik.id disambut dengan senyum ramah. Pria yang disapa Agus itu mengatakan, sudah banyak yang datang, bahkan beberapa wartawan dan mahasiswa ikut keheranan karena jalan yang menanjak, bagaimana ia bisa melewati jalan itu setiap hari.

"Saya turun ke masjid atau membeli makanan pake tongkat. Kadang saya terjatuh juga, tapi sudah biasa," ucapnya sambil tersenyum.

Agus melanjutkan ceritanya, kisah perjalanan hidupnya yang begitu kelam, hingga bisa bangkit dan menjadi seperti saat ini, dikenal dan disegani orang.

Pada mulanya ia lahir dengan kondisi normal. Namun karena sebuah insiden kecelakaan jatuh dari ayunan, membuat dokter memvonisnya lumpuh. Keadaan itulah yang membuatnya terpuruk, bahkan orang tuanya tidak bisa menerima kenyataan itu.

Baca Juga: Derita Lansia yang Tak Punya Anak

Setelah beranjak remaja, ia masih terus luntang lantung di jalanan, tak kenal pendidikan, hanya tinggal di rumah bersama orang tuanya di Kabupaten Muna. Namun tak jarang ia harus menerima cemoohan kelurga dan temannya karena keterbatasan yang ia miliki.

"Dulu sering saya dikatakan, kamu ini hanya kasi habis makanan tinggal-tinggal dalam rumah saja," kata Agus mengenang masa lalunya.

Namun setiap kata cemoohan selalu ia jadikan cambuk untuk bangkit memperbaiki diri. Satu peristiwa yang membuat ia tersadar, ketika diberi surat oleh seseorang, namun ia tidak bisa membaca, sehingga kata-kata kasar kembali terdengar di telinganya, dan itu hampir setiap hari ia rasakan.

Pada usia 17 tahun ia baru mengenyam pendidikan Sekolah Dasar Luar Bisa (SDLB), kemudian lanjut SMP hingga SMA, ia tinggal SLB. Di sana ia tinggal di asrama dan mulai menata hidupnya belajar bahasa isyarat agar ia bisa menyesuaikan dengan teman-temannya yang berkebutuhan khusus.

Setelah lulus SMA, ia kemudian berbicara pada orang tuanya mengenai keberlanjutan kehidupannya. Namun jawaban orang tuanya membuat terasa ditampar.

"Saya bicara sama orang tua bahwa saya ini sudah lulus. Tapi apa yang saya dengar, mereka bilang, ko mau kerja apa itu. Ucapan itu membuat saya terdiam," kenangnya.

Dengan perasaan kacau, ia memberanikan diri bercerita pada kepala sekolahnya. Tak disangka, kepala sekolah memberikan solusi untuk merantau ke Kota Kendari dan diangkat sebagai penjaga sekolah di SLB Kusuma Bangsa.

Ketika ia tiba di SLB tempat ia tinggal saat ini, ia mengaku tak bisa apa-apa dan sangat kesulitan dalam mengerjakan beberapa pekerjaan. Namun karena prinsip yang selalu ditanamkan agar mencoba terlebih dahulu sebelum menyerah, membuatnya terbiasa dan bisa melakukan pekerjaan mengurus sekolah hingga saat ini.

Tidak berhenti disitu saja, bahkan ketika ia sudah di perantauan dan bekerja sebagai penjaga SLB, masih ada kata-kata cemooh dan meremehkan dirinya. Beberapa orang selalu bertanya tantang siapa yang ditangani dan siapa yang menangani karena sama-sana memiliki keterbatasan.

"Jadi orang itu bilang, apa sih yang saya bikin, apa yang saya buat. Saya bilang tidak perlu orang tau saya apa adanya. Alhamdulilah orang bisa pakai sepatu, saya juga bisa," ucapnya.

Peristiwa dan kata-kata cemooh yang ia terima dijadikan motivasi untuk terus semangat dan berusaha. Di SLB sebagai penjaga sekolah, di tahun pertama ia mendapat gaji Rp 300 ribu per bulan. Kemudian tahun kedua ia diberi tugas tambahan menangani air yang dialirkan ke warga setempat, hingga gajinya bertambah.

Baca Juga: Berjuang Puluhan Tahun Sebagai Tukang Becak Demi Menyambung Hidup

Dengan keahlian yang dimiliki dalam menggunakan bahasa isyarat, ia kembali diberi amanah untuk mengajar siswa-siswi tunarungu yang tidak memiliki kemampuan mendengar.

Jika mengingat kisah kelam di masa lalu, kadang membuatnya sedih. Namun ia selalu menanamkan dalam hati bahwa apa yang terjadi di hari kemarin cukup menjadi sebuah pelajaran, tidak perlu menyimpan dendam pada orang-orang yang telah menyakiti.

Seorang guru honorer di SLB Kusuma Bangsa, Jono, yang memiliki keterbatasan pada penglihatan, mengaku saling membantu dalam melakukan pekerjaan dapur atau hal lainnya.

"Saya tinggal dengan Bang Agus, kami saling membantu. Dia tidak bisa angkat dua tangan karena pegang tongkat, jadi kadang saya bantu. Begitupun saya yang kurang dalam penglihatan, kita saling membantu," ucap Jono.

Seorang warga sekitar SLB, La Harudin mengatakan, Agus bekerja dengan baik dalam merawat sekolah.

"Biasa juga dia bantu mengajar dan menurut saya, dia mengajar dengan bagus," ucap La Harudin singkat. (A)

Penulis: Erni Yanti

Editor: Haerani Hambali

 

* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS 

Baca Juga