Putuskan Pemilu Ditunda, Hakim PN Jakpus Harus Dipecat

Nur Khumairah Sholeha Hasan, telisik indonesia
Jumat, 03 Maret 2023
0 dilihat
Putuskan Pemilu Ditunda, Hakim PN Jakpus Harus Dipecat
Hakim PN Jakarta Pusat dalam perkara gugatan Prima soal verifikasi partai politik peserta Pemilu 2024 ini mencampuradukkan hukum perdata dan hukum administrasi. Foto: Repro Katadata.id

" Isu penundaan pemilu ramai merebak pasca putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) "

JAKARTA, TELISIK.ID - Isu penundaan pemilu ramai merebak pasca putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) yang berisi penundaan pemilu hingga tahun 2025.

Anggota Dewan Penasihat Peneliti Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini, turut menyoroti putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

“Pasal 22E ayat (1) UUD NRI Tahun 1945 mengatur bahwa pemilihan umum dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil setiap lima tahun sekali,” katanya seperti dikutip dari Tvonenews.com.

Pemilu setiap lima tahun sekali adalah perintah konstitusi sehingga putusan pengadilan jelas tidak bisa bertentangan dengan UUD NRI Tahun 1945. 

“PN yang memerintahkan penundaan pemilu sampai 2025 merupakan pelanggaran terbuka terhadap amanat konstitusi. Isi putusan yang aneh, janggal, dan mencurigakan,” katamya.

Baca Juga: Partai Prima Menang Gugatan Atas KPU, Pemilu 2024 Diprediksi Mundur

Tanggapan senada juga diungkapkan oleh mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Jimly Asshiddiqie. Ia berkomentar keras soal putusan perdata Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat yang mengabulkan gugatan Partai Rakyat Adil Makmur (Prima) terkait proses verifikasi partai politik peserta Pemilu 2024.

Putusan perkara perdata ini antara lain meminta penghentian tahapan pemilu yang adalah ranah hukum pemilu dan bukan kewenangan pengadilan perdata. Menurut Jimly, hakim perkara tersebut layak dipecat. Mahkamah Agung (MA) dan Komisi Yudisial (KY) diminta turun tangan.

"Secara umum kita tidak boleh menilai putusan hakim karena kita harus menghormati peradilan. Tapi ini keterlaluan. Hakimnya layak dipecat. Bikin malu," ujar Jimly seperti dikutip dari Kompas.com.

Putusan pengadilan, seharusnya dilawan dengan upaya hukum berupa banding dan bila perlu sampai kasasi ketika dinilai tidak tepat. Namun, Jimly mengakui harus berkomentar keras atas putusan perdata PN Jakarta Pusat terkait gugatan Prima ini.

"Ini contoh buruk profesionalisme dan penghayatan hakim terhadap peraturan perundangan. MA dan KY harus turun tangan. Ini (hakimnya) pantas dipecat," tegasnya.

Guru Besar Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Indonesia ini menambahkan, hakim PN Jakarta Pusat dalam perkara gugatan Prima soal verifikasi partai politik peserta Pemilu 2024 ini mencampuradukkan hukum perdata dan hukum administrasi.

Baca Juga: Terkait Wacana Penundaan Pemilu 2024, Jokowi Didesak Beri Respon Tegas

Ia juga menilai hakim yang menangani gugatan perdata Prima tidak profesional dan tidak mengerti hukum pemilu, serta tidak mampu membedakan urusan privat (perdata) dengan urusan publik.

"Tidak pantas hakim tidak dapat membedakan hukum perdata dan hukum publik. MA dan KY harus bertindak," tegas Jimly.

Pengadilan perdata harus membatasi diri dengan menangani masalah perdata saja. Sanksi perdata hanya sampai pada ganti rugi. Persoalan terkait tahapan pemilu, tegas Jimly, adalah kewenangan konstitusional Komisi Pemilihan Umum (KPU). (C)

Penulis: Nur Khumairah Sholeha Hasan

Editor: Haerani Hambali 

 

* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS 

Baca Juga