Sejarah Pertama Kali Perjalanan Haji di Indonesia Pakai Pesawat, Jemaah Bayar Rp 16.691

Fitrah Nugraha, telisik indonesia
Jumat, 04 Juni 2021
0 dilihat
Sejarah Pertama Kali Perjalanan Haji di Indonesia Pakai Pesawat, Jemaah Bayar Rp 16.691
Jemaah haji asal Indonesia. Foto: Repro Jawa Pos

" Waktu itu, ongkos naik haji dengan menggunakan kapal laut adalah Rp 7.500 sementara pesawat terbang Rp 16.691 "

KENDARI, TELISIK.ID - Orang Nusantara yang terdiri dari beberapa negara, termasuk di dalamnya Indonesia, telah melakukan perjalanan ibadah haji sejak ratusan tahun lalu.

Dilansir dari Bisnis.com, peneliti asal Belanda, Martin van Bruinessen, dalam artikelnya Mencari Ilmu dan Pahala di Tanah Suci: Orang Nusantara Naik Haji mengatakan, pada akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20, jumlah orang Nusantara yang berhaji berkisar antara 10 dan 20 persen dari seluruh jemaah haji.

Malah pada dasawarsa 1920-an sekitar 40 persen dari seluruh haji berasal dari Indonesia. 

Menurut Martin, orang Indonesia yang tinggal bertahun-tahun atau menetap di Mekah, yang umumnya digunakan untuk menuntut ilmu agama, juga pada zaman itu mencapai jumlah yang cukup banyak.

Sekurang-kurangnya sejak tahun 1860, bahasa Melayu merupakan bahasa kedua di Mekah, setelah bahasa Arab. Padahal saat itu, orang Nusantara untuk berhaji memerlukan waktu yang lama dan perjalanan laut yang membahayakan.

Saat itu, kata Martin di artikel yang sama mengatakan, sebelum ada kapal api, perjalanan haji tentu saja harus dilakukan dengan perahu layar, yang sangat tergantung kepada musim. Kemudian para haji juga menumpang pada kapal dagang. Dengan menggunakan transportasi itu berarti mereka terpaksa sering pindah kapal.

Martin menyebutkan perkiraan rute mereka. Perjalanan membawa mereka melalui berbagai pelabuhan di Nusantara ke Aceh, pelabuhan terakhir di Indonesia (oleh karena itu dijuluki Serambi Mekah), di mana mereka menunggu kapal ke India.

Di India mereka kemudian mencari kapal yang bisa membawa mereka ke Hadramaut, Yaman atau langsung ke Jeddah. Perjalanan ini bisa makan waktu setengah tahun sekali jalan, bahkan lebih.

Baca Juga: Lakukan Hal Ini untuk Bahagiakan Orang Tua

“Dan para haji berhadapan dengan bermacam-macam bahaya. Tidak jarang perahu yang mereka tumpangi karam dan penumpangnya tenggelam atau terdampar di pantai tak dikenal. Ada haji yang semua harta bendanya dirampok bajak laut atau, malah, awak perahu sendiri.

Musafir yang sudah sampai ke tanah Arab pun belum aman juga, karena di sana suku-suku Badui sering merampok rombongan yang menuju Mekah.

Tidak jarang juga wabah penyakit melanda jemaah haji, di perjalanan maupun di tanah Arab. Naik haji, pada zaman itu, memang bukan pekerjaan ringan,” tulis Martin seperti dikutip dari nu.or.id. 

Semangat naik haji orang Indonesia menurun pada beberapa tahun menjelang dan beberapa tahun setelah kemerdekaaan.

Bahkan pada waktu itu, menurut data yang dirilis Kementerian Agama RI, Haji Dalam Angka: Jumlah Jemaah Haji Indonesia dalam Seabad Lebih, tidak ada catatan jamaah haji berasal dari Indonesia. 

Sebagaimana diketahui, beberapa tahun menjelang dan setelah merdeka, Indonesia tidak serta-merta mendapatkan keamanan dan pengakuan kedaulatan, apalagi kemakmuran.

Penjajah Belanda yang membonceng tentara sekutu berusaha kembali ke Indonesia. Situasi semacam itu dihadapi bangsa Indonesia dengan perjuangan fisik seperti pertempuran hingga dan diplomasi. Di antara gangguan keamanan yang terjadi setelah Indonesia merdeka adalah agresi militer Belanda I dan II.   

Dalam situasi semacam itu, tokoh utama NU, Hadhratussyekh KH Hasyim Asy’ari pernah mengeluarkan fatwa tidak wajib beribadah haji ketika negara dalam keadaan perang.

Fatwa tersebut kemudian menjadi Maklumat Menteri Agama Nomor 4 tahun 1947, yang menyatakan ibadah haji dihentikan selama negara dalam keadaan genting.  

Baca Juga: 14 Amalan yang Mengundang Hadirnya Cinta Allah

Lalu, pada tahun 1950, salah seorang tokoh NU, KH Wahid Hasyim, menjadi menteri agama. Salah satu urusan yang ditangani putra Hadratussyekh KH Hasyim Asy’ari, saat itu adalah penyelenggaraan ibadah haji.

Pada tahun 1952, jemaah calon haji Indonesia membludak dalam ukuran masa itu.  

Dalam laporan Kementerian Agama, tahun 1952 Indonesia mengantongi calon jemaah haji sebanyak 14.000 orang. Padahal perjalanan waktu itu masih belum jauh berbeda dengan masa-masa sebelumnya, sangat tidak mudah dan memerlukan waktu yang cukup panjang karena masih menggunakan kapal laut. 

Padahal di tahun itu, untuk pertama kalinya Indonesia memberlakukan perjalanan haji dengan pesawat terbang. Namun, ongkosnya dua kali lipat lebih mahal daripada perjalanan laut.

Waktu itu, ongkos naik haji dengan menggunakan kapal laut adalah Rp 7.500 sementara pesawat terbang Rp 16.691. Oleh karena itu, pebedaan jumlah antara yang menggunakan kapal laut dan pesawat terbang sangat jauh, yaitu 14.031 banding dengan 293 orang. (C)

Reporter: Fitrah Nugraha

Editor: Haerani Hambali

Baca Juga