Simak 5 Fakta 4 Petinggi ACT Jadi Tersangka

Fitrah Nugraha, telisik indonesia
Selasa, 26 Juli 2022
0 dilihat
Simak 5 Fakta 4 Petinggi ACT Jadi Tersangka
Kantor ACT yang masih dalam penanganan kepolisian. Foto: Repro okezone.com

" Ada empat orang yang ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan penggelapan dana ACT yaitu Ahyudin, Ibnu Khajar, Hariyana Hermain, dan N Imam Akbari "

JAKARTA, TELISIK.ID - Kasus yayasan Aksi Cepat Tanggap (ACT) kini masih dalam penanganan pihak kepolisian.

Terbaru, penyidik Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dit Tipideksus) Bareskrim Polri menetapkan mantan Presiden ACT, Ahyudin dan Presiden ACT, Ibnu Khajar sebagai tersangka kasus dugaan penyelewengan pengelolaan dana.

Selain mereka berdua, Wadir Tipideksus Bareskrim Polri Kombes Pol Helfi Assegaf menyebut, pihaknya juga menetapkan dua tersangka lainnya, yakni HH dan NIA.

"A, IK, HH dan NIA yang ditetapkan sebagai tersangka," kata Helfi dalam jumpa pers di Gedung Humas Polri, Jakarta Selatan, dikutip dari Sindonews.com, Senin (25/7/2022).

Sementara itu, Karo Penmas Polri Brigjen Ahmad Ramadhan mengatakan, A duduk di direksi dan komisaris agar mendapat gaji dan fasilitas lainnya.

Menurutnya, A diduga menggunakan hasil dari perusahaan itu untuk kepentingan pribadi.

"Menggunakan berbagai dana donasi yang terkumpul termasuk Boeing tidak sesuai peruntukannya," ucap Ramadhan.

Baca Juga: Ancol Resmi Ganti Logo Baru, Ini Filosofinya

Dia kemudian menjelaskan soal perbuatan yang diduga dilakukan Presiden ACT Ibnu Khajar. Ramadhan menyebut, Ibnu mendapat gaji dan berbagai fasilitas lain dari badan hukum yang terafiliasi dengan ACT.

Ada juga Hariyana Hermain (HH) yang disebut sebagai salah satu Pembina ACT dan memiliki jabatan tinggi lain di ACT, termasuk mengurusi keuangan. Ada juga tersangka lainnya, yakni N Imam Akbari (NIA).

Melansir Detik.com, berikut 5 fakta dari kasus ACT yang sedang ditangani oleh pihak kepolisian:

- 4 Petinggi Jadi Tersangka

Ada empat orang yang ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan penggelapan dana ACT yaitu Ahyudin, Ibnu Khajar, Hariyana Hermain, dan N Imam Akbari.

Karo Penmas Polri Brigjen Ahmad Ramadhan mengatakan, Ahyudin merupakan pendiri sekaligus Ketua Yayasan ACT dan Ketua Pembina pada 2019-2022.

Di mana Ahyudin disebut mendirikan Yayasan ACT untuk menghimpun dana donasi dan menjadi pengurus untuk mendapatkan gaji.

Pada 2015, Ahyudin bersama tiga tersangka lainnya diduga membuat SKB pembina. Hal ini terkait pemotongan donasi sebesar 20-30 persen.

Pada 2020, keempat tersangka diduga membuat opini Dewan Syariah terkait pemotongan dana operasional dari dana donasi. Ahyudin juga disebut menggerakkan ACT untuk mengikuti program dana bantuan Boeing.

Sementara itu, Ibnu Khajar diketahui merupakan Ketua Pengurus ACT periode 2019 sampai sekarang. Ibnu diduga memiliki peran membuat perjanjian kerja sama dengan para vendor terkait Boeing.

"Saudara IK juga membuat perjanjian kerja sama dengan para vendor yang mengerjakan proyek QSR terkait dana kemanusiaan Boeing kepada ahli waris korban Lion Air JT-610," tuturnya.

Berikutnya, ada Hariyana Hermain yang disebut sebagai Ketua Pengawas ACT pada 2019-2022. Hariyana bertanggung jawab terhadap pembukuan dan keuangan ACT.

Kemudian ada N Imam Akbari yang merupakan anggota pembina dan Ketua Yayasan ACT. Imam disebut bertugas menyusun dan menjalankan program ACT.

- Ambil Gaji dari Dana Boeing

Wadir Tipideksus Bareskrim Polri, Kombes Helfi Assegaf menjelaskan, soal dana dari Boeing untuk para ahli waris korban kecelakaan pesawat Lion Air JT-610.

Menurutnya, ACT diduga menyelewengkan dana Rp 34 miliar dari total Rp 103 miliar yang diterima dari Boeing.

Salah satu pelanggarannya yakni menggunakan dana itu untuk gaji pengurus ACT.

Menurut Helfi, gaji pengurus yang diambil dari dana Boeing itu sekitar Rp 50-450 juta.

"Gajinya sekitar RP 50 sampai Rp 450 juta per bulannya," ucap Helfi.

Dia menyebut gaji itu diterima oleh para pihak yang telah menjadi tersangka, yakni eks Presiden ACT Ahyudin sekitar Rp 400 juta, Presiden ACT Ibnu Khajar Rp 150 juta, serta dua tersangka lain, Heriyana Hermain dan N Imam Akbari, senilai Rp 50 juta dan Rp 100 juta.

- Dana Boeing Juga Dipakai untuk Pesantren

Polisi menerangkan, sebanyak Rp 34 miliar dari Rp 103 miliar dana dari Boeing digunakan tidak sesuai peruntukan, termasuk untuk membangun pesantren di Tasikmalaya.

Helfi kemudian menjelaskan, program yang dibuat ACT dari dana Boeing yang tidak sesuai peruntukan itu, di antaranya pengadaan armada bus hingga pembangunan Pesantren Peradaban Tasikmalaya.

"Apa saja yang digunakan tidak sesuai peruntukannya, di antaranya adalah pengadaan armada truk kurang lebih Rp 2 miliar, kemudian untuk program big food bus Rp 2,8 miliar, kemudian pembangunan Pesantren Peradaban Tasikmalaya Rp 8,7 miliar," katanya.

"Selanjutnya untuk koperasi syariah 212 kurang lebih Rp 10 miliar, untuk dana talangan CV CUN Rp 3 miliar, selanjutnya dana talangan PT MBGS kurang lebih Rp 7,8 miliar, sehingga total semua Rp 34.573.069.200 (miliar)," imbuhnya.

- Rp 10 M untuk Koperasi Syariah 212

Dana Rp 10 miliar merupakan salah satu pengambilan dana terbesar dari dana Rp 34 miliar dana Boeing yang digunakan tak sesuai peruntukan. Selain itu, ada juga pengadaan truk dengan dana Rp 10 miliar.

Di sisi lain, Baresrkim juga menemukan dana yang diselewengkan untuk menggaji pengurus ACT. Untuk hal itu, Bareskrim sedang melakukan rekapitulasi.

Baca Juga: 3 Pengakuan Vera Simanjuntak Wanita Cantik Kekasih Brigadir J Setelah Diperiksa Polisi, Ada Bukti Baru

"Kemudian selain itu, digunakan untuk gaji pengurus. Ini sekarang sedang dilakukan rekapitulasi dan menjadi tindak lanjut kami yang tadi disampaikan, akan dilakukan audit, selanjutnya kita akan berkoordinasi dengan PPATK, untuk selanjutnya tracing dana-dana tersebut," imbuhnya.

- Terancam 20 Tahun Penjara

Ahyudin dan Ibnu Khajar serta dua tersangka lainnya terancam hukuman 20 tahun penjara.

"Kalau TPPU sampai 20 tahun," kata Helfi.

Keempatnya pun disangkakan Pasal Tindak Pidana Penggelapan dan/atau Penggelapan Dalam Jabatan dan/atau Tindak Pidana Informasi dan Transaksi Elektronik dan/atau Tindak Pidana Yayasan dan/atau Tindak Pidana Pencucian Uang Sebagaimana dimaksud dalam Pasal 372 KUHP, lalu Pasal 374 KUHP.

Selain itu, Ibnu Khajar dkk disangkakan Pasal 45 a ayat 1 juncto Pasal 28 ayat 1 Undang-Undang 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Undang-Undang 11 Tahun 2008 tentang ITE. Kemudian Pasal 70 ayat 1 dan ayat 2 juncto Pasal 5 Undang-Undang 16 Tahun 2001 sebagaimana diubah dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 Perubahan atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan, lalu Pasal 3, 4, 6 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU, dan Pasal 55 KUHP juncto Pasal 56 KUHP.

Lebih lanjut, Helfi mengatakan, pihaknya masih bakal melakukan audit terhadap aliran dana ACT. Nanti, pihaknya akan mengungkap sejak kapan ACT melakukan pemotongan dana donasi ini.

"Kita sedang akan melakukan audit, nanti akan kita lihat perkembangannya akan kita sampaikan," katanya. (C)

Penulis: Fitrah Nugraha

Editor: Haerani Hambali

Baca Juga