Soal Pelecehan 17 Siswa di Buton Selatan, Begini Tanggapan Psikolog

Apriadi Mayoro, telisik indonesia
Rabu, 31 Januari 2024
0 dilihat
Soal Pelecehan 17 Siswa di Buton Selatan, Begini Tanggapan Psikolog
Astri Yunita, Psikolog Klinis, menjelaskan bahwa korban kasus pelecehan dan kekerasan seksual akan mengalami trauma mendalam dan perlu pendampingan jangka panjang, Rabu (31/1/2024). Foto: Apriadi Mayoro/Telisik

" Dampak pelecahan seksual yang dilakukan oleh seorang guru pada siswa SMP di Buton Selatan dapat menimbulkan trauma yang mendalam, bahkan bisa membahayakan kondisi korban "

KENDARI, TELISIK.ID - Dampak pelecahan seksual yang dilakukan oleh seorang guru pada siswa SMP di Buton Selatan dapat menimbulkan trauma yang mendalam, bahkan bisa membahayakan kondisi korban.

Astri Yunita, psikolog klinis yang juga dosen di Jurusan Psikologi Universitas Halu Oleo menjelaskan, dampak dari pelecahan seksual pada anak dapat memberikan trauma yang mendalam dan mempengaruhi perilaku sehari-hari pada anak.

"Trauma pada anak-anak bentuknya berbeda dengan orang dewasa, trauma pada anak lebih banyak pada perubahan perilaku, anak mudah rewel, mudah emosional, menarik diri dari pergaulannya, perubahan pola makan dan tidur," jelasnya, Rabu (31/1/2024).

Psikolog UPTD PPA Kota Kendari ini juga menjelaskan, rata-rata anak yang mengalami kasus pelecehan dan kekerasan seksual mereka akan mengalami gangguan tidur, seperti mimpi buruk.

"Jadi isi mimpi buruknya itu, biasanya sama pada anak korban pelecehan dan kekerasan seksual, isi mimpi buruknya pasti di kejar-kejar monster, karena itu sumber ketakutannya," jelasnya.

Baca Juga: Foto Humanis: Permainan yang Dirindukan Saat Musim Hujan

Sehingga dalam kasus pelecehan yang terjadi, perlu adanya pendalaman sejauh mana bentuk pelecahan yang dilakukan pelaku (R) tersebut.

"Jadi harus ada perawatan fisik dari dokter, kalau pada laki-laki harus digali sejauh apa bentuk pelecehannya," ungkapnya.

Karena menurutnya, hal ini akan berdampak ketika mereka beranjak remaja atau dewasa, bukan tidak mungkin mereka akan mengalami kebingungan orientasi seksual.

Pada saat anak tidak paham dengan pelecehan seksual, seperti diraba dan sebagainya, kemudian dia merasakan ada sensasi yang membuat dia merasa nyaman atau enak, itu yang menyebabkan korban akan kebingungan dalam menentukan orientasi sosialnya.

"Kemungkinan besar, pada saat remaja, sudah mulai tumbuh hawa nafsunya, sudah mengalami mimpi basah yang pertama, kalau untuk laki-laki, dia akan memiliki kecenderungan untuk tertarik dengan sesama jenisnya, dan itu ada penelitiannya, besar kemungkinan akan mengalami hal tersebut, jika tidak didampingi dengan baik selama proses trauma," jelasnya.

Sementara itu, saat ditanya mengenai apa yang menyebabkan pelaku (R) melakukan tindakan pelecehan dengan statusnya sebagai seorang guru dan sudah memiliki istri, Astri Yunita mengatakan, pelaku diduga mengalami orientasi penyimpangan seksual.

"Itu tidak menutup kemungkinan, mereka yang homo dan gay, baginya menikah itu untuk status sosial, tapi tetap orientasi seksual tertinggi mereka itu sesama jenis," jawabnya.

Menurutnya, ada beberapa sebab yang memungkinkan tindakan ini terjadi, diantaranya karena adanya relasi kuasa. Relasi kuasa sebagai seorang guru, memungkinkan dia untuk melakukan tindakan apapun pada murid karena ia merasa akan dituruti.

"Selain itu dengan ada imbalan, pemberian hadiah, yang membuat anak merasa tidak apa jika disuruh memegang alat vital gurunya, karena setelah itu akan ada imbalannya. Nah relasi itu yang terbentuk makanya orang itu berani untuk melakukan pada anak-anak," jelasnya.

Ia juga menjelaskan, tingkat traumatik korban tergantung bagaimana pelecahan seksual yang dilakukan, jika disertai kekerasan fisik atau ancaman, itu juga traumanya bisa double, karena ada kekerasan fisik dan verbal juga.

Untuk mengatasi dampak traumatik pada korban, menurutnya, tindakan yang harus dilakukan tidak hanya pada korban, tapi juga dengan keluarga korban dan harus dilakukan dalam jangka panjang.

"Kalau psikolog setiap melakukan pendampingan anak korban pelecehan dan kekerasan seksual, harus juga dengan keluarga, diberikan psikoedukasi tentang dampak pelecehan seksual pada saat anak tumbuh dewasa/remaja," ujarnya.

"Setelah itu kita berikan informasi apa yang harus dilakukan supaya dampak negatifnya tidak terjadi," tambahnya.

Citra Marhan, Kepala Jurusan Psikologi Universitas Halu Oleo mengatakan, dampak dari pelecehan dan kekerasan seksual akan menyebabkan warisan traumatik melalui korban. Istilah tersebut dikenal sebagai Generational Trauma.

Baca Juga: Foto Humanis: Geliat Kehidupan Pasar Sentral dan Pelabuhan Ferry Kendari-Wawonii

"Penelitian terkait itu sudah banyak, yang menunjukkan adanya generational trauma. Dia secara tidak langsung merasakan kejadian-kejadian traumatik, tapi dia bisa merasakan rasa traumatik tersebut," jelasnya di ruang Jurusan Psikologi, Rabu (31/1/2024).

Sebelumnya, kasus pelecehan dan kekerasan seksual ini terjadi di Kabupaten Buton Selatan (Busel) yang diketahui pada Senin, 29 Januari 2024.

Diketahui, pelaku pencabulan merupakan seorang guru berjenis kelamin laki-laki (R) di salah satu SMP Negri di Busel, pada Selasa (30/1/2024).

Dalam keterangannya, jumlah korban pelecehan seksual mencapai 17 orang siswa yang juga berjenis kelamin laki-laki. Dari klasifikasi tingkat pelecehan, dua orang siswa mengalami tingkat pelecahan seksual berat.

Sampai berita ini dibuat, tim Telisik.id masih melakukan pendalaman terkait kasus pelecehan dan kekerasan seksual yang dilakukan oleh pelaku (R) tersebut. (A)

Penulis: Apriadi Mayoro

Editor: Fitrah Nugraha

 

* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS

Baca Juga