Terima TKA China, JaDI Sultra: Ali Mazi Ditekan Pempus dan Pemodal
Fitrah Nugraha, telisik indonesia
Selasa, 16 Juni 2020
0 dilihat
Ketua Presidium JaDI Sultra, Hidayatullah, SH Foto: Ist.
" Lho, Bapak Gubernur tidak boleh aneh-aneh begini statemennya. Masa iya harus masuk TKA baru bisa bergairah itu aktivitas ekonomi masyarakat kita. Ini bukan kebijakan, tapi kepasrahan seorang Gubernur akibat tekanan orang-orang di Pemerintahan Pusat dan pemodal. "
KENDARI, TELISIK.ID - Tindakan Gubernur Sultra, Ali Mazi, yang dikabarkan telah memberikan izin TKA China untuk masuk, dinilai bukan sebagai kebijakan, tapi kepasrahan akibat adanya tekanan orang-orang di Pemerintah Pusat (Pempus) dan pemodal.
Hal tersebut diungkapkan Ketua Presidium Jaringan Demokrasi Indonesia (JaDI) Sultra, Hidayatullah SH, melalui keterangan persnya yang diterima Telisik.id, Selasa (16/6/2020).
Menurut Hidayatullah, pernyataan Gubernur Ali Mazi yang menerima kedatangan 500 TKA Tiongkok karena keadaan new normal, perlu diluruskan.
Dimana, kata dia, yang dimaksud new normal di tengah pandemi virus COVID-19 adalah kehidupan normal dengan tatanan baru, di mana masyarakat harus menjaga produktivitas tetapi tetap aman dari COVID-19.
Maka kaitan TKA dengan new normal tidak ada, sebab subyeknya adalah masyrakat Sultra yang harus produktif secara ekonomi di tengah pendemi COVID-19. Sedangkan 500 TKA China itu bukan masyarakat Indonesia yang dimaksud dalam konsep new normal. Malah terbalik karena yang produktif para TKA itu.
Kalau cara berpikir seperti itu dipakai, malah konsepnya menjadi abnormal. Karena 500 TKA itu masuk di tengah pendemi COVID-19 ini merupakan hal yang tidak lazim dan tidak boleh terjadi, tapi dibuat terjadi. Sehingga menjadi abnormal, sebab membangkitkan kondisi emosional, kecemasan dan depresi masyarakat Sultra yang tidak sesuai dengan situasinya.
Baca juga: Gelombang Pertama TKA Asal China Tiba di Sultra 24 Juni
Olehnya itu, ia sangat protes dengan statemen Gubernur Ali Mazi, yang dilansir Antara pada Senin bahwa, masuknya para pekerja asing ini juga demi bergairahnya kembali aktivitas perekonomian masyarakat di kawasan industri Morosi, termasuk di Sultra yang sempat sepi akibat virus Corona.
"Lho, Bapak Gubernur tidak boleh aneh-aneh begini statemennya. Masa iya harus masuk TKA baru bisa bergairah itu aktivitas ekonomi masyarakat kita. Ini bukan kebijakan, tapi kepasrahan seorang Gubernur akibat tekanan orang-orang di Pemerintahan Pusat dan pemodal," tegasnya.
Selain itu, Ia melanjutkan, penolakan TKA berkaitan dengan momen ini adalah isu aktual yang menjadi perhatian dan meresahkan publik Sultra secara luas, khususnya semenjak pendemi COVID-19 terjadi.
"Kita paham ini investasi, tetapi kenapa kedaulatan negara dan daerah Sultra bisa terinjak dengan TKA dan pemodal. Bukankah tujuan dan perhatian Pemerintah lebih kepada kesejahteraan rakyat melalui pemenuhan lapangan kerja, yang harusnya rakyat lebih diutamakan daripada TKA, meski betapapun kita perlu investasi, apalagi di tengah pendemi COVID-19. Sudahlah Bapak Gubernur jangan sakiti hati rakyat Sultra," tuturnya.
Sehingga, kata dia, ini soal serius bagaimana keberpihakan pemerintah pada nasib tenaga kerja sendiri yang masih banyak menganggur dan membutuhkan pekerjaan, dan juga menyangkut kedaulatan negara terutama di bidang ekonomi. Apalagi, ini sangat mendasar karena 500 TKA sebagiannya banyak tenaga kasar, masa tenaga kasar butuh impor TKA.
"Jangan sampai atas nama investasi daerah kita rugi, apalagi sampai mengorbankan kebutuhan lapangan kerja masyarat Sultra sendiri. Masyarakat Sultra yang butuh lapangan kerja bukan TKA. Semoga Bapak Gubenur Ali Mazi dapat mempertimbangkan protes kami," tutupnya.
Reporter: Fitrah Nugraha
Editor: Sumarlin