Ternyata Ada Jutaan Warga China Hidup dan Tinggal di Dalam Tanah, Ini Alasannya
Ibnu Sina Ali Hakim, telisik indonesia
Minggu, 16 Januari 2022
0 dilihat
Rumah bawah tanah yang dipilih oleh jutaan warga Beijing karena harga sewanya yang relatif murah. Foto: Google.com
" Karena letaknya di dalam tanah, para penghuninya dijuluki Shuzu atau Suku Tikus oleh masyarakat Beijing China "
BEIJING, TELISIK.ID - Di sebuah tempat di Kota Beijing yang merupakan ibu kota di Negara China, terdapat banyak orang yang hidup dan tinggal di dalam tanah.
Di Kota Beijing China, terdapat kamar-kamar kontrakan tanpa jendela dengan satu pintu darurat yang menampung satu juta orang.
Hal tersebut karena letaknya yang berada di dalam tanah, sehingga para penghuninya dijuluki Shuzu atau Suku Tikus oleh masyarakat Beijing China.
Dilansir dari Jurnalsoreang, mereka adalah orang-orang yang mengalami kesulitan ekonomi, dan karenanya tinggal di gorong-gorong adalah sebuah solusi.
Bangunan berupa bunker dan tempat perlindungan dari ancaman bom yang dibangun pada era 70 dan 80-an itu pun didiami oleh satu jatu orang.
Baca Juga: 9 Aturan Baru Pangeran Mohammed bin Salman, Jadikan Arab Saudi Lebih Sekuler
Kebanyakan dari mereka adalah buruh migran dan mahasiswa yang memanfaatkan biaya sewa murah yaitu hanya sekitar USD20 atau setara dengan Rp 256 ribu per bulan.
Sementara itu, rata-rata harga sewa bulanan sebuah apartemen di Kota Beijing mencapai RMB4.550 atau setara dengan Rp 8,8 juta.
Ide perusahaan bawah tanah ini muncul setelah populasi Beijing meledak pada tahun 2003. Di antaranya karena jumlah pendatang dan meningkatnya perumahan dengan harga murah.
Dilansir dari Kompas.com, banyak juga orang yang telah hidup di area itu selama beberapa dekade dengan beberapa orang lainnya mulai keluar karena sudah cukup 'tabungan' untuk membeli apartemen 'di atas' tanah.
Baca Juga: Unik: Ketiak Wanita Ini Dapat Mengeluarkan ASI Usai Melahirkan
Tempat tinggal para 'Suku Tikus' secara teknis ilegal menurut keputusan pemerintah Beijing pada 2010. Beberapa warga bahkan telah diusir meski kini sebagian besar lainnya diizinkan tinggal.
Menurut Annette Kim, seorang profesor di University of Southern California yang telah mempelajari kehidupan 'Suku Tikus' itu mengatakan bahwa tempat itu menjadi solusi alternatif untuk masalah yang dihadapi oleh banyak orang di kota itu.
Meskipun masa depan tempat itu masih belum pasti, beberapa penduduk setempat dilaporkan bekerja dengan desainer untuk mengubah terowongan yang kosong menjadi ruang komunitas yang lebih hidup. (C)
Reporter: Ibnu Sina Ali Hakim
Editor: Haerani Hambali