Wakil Ketua DPRD Kritisi Rencana Pj Bupati Muna Barat Buat Perda Perlindungan Hutan

Sunaryo, telisik indonesia
Senin, 21 Agustus 2023
0 dilihat
Wakil Ketua DPRD Kritisi Rencana Pj Bupati Muna Barat Buat Perda Perlindungan Hutan
Wakil Ketua DPRD Muna Barat, Uking Djassa mempertanyakan rencana Pj bupati, Bahri membuat Perda Perlindungan Hutan. Foto: Ist.

" Rencana Penjabat (Pj) Bupati Muna Barat, Bahri membuat peraturan daerah (Perda) tentang perlindungan hutan lindung mendapat kritikan dari DPRD setempat "

MUNA, TELISIK.ID - Rencana Penjabat (Pj) Bupati Muna Barat, Bahri membuat peraturan daerah (Perda) tentang perlindungan hutan lindung mendapat kritikan dari DPRD setempat.

Wakil Ketua DPRD Muna Barat, Uking Djassa mengapresiasi penjelasan Pj bupati dan Kepala Dinas Kominfo, Alrahman yang telah menjabarkan aturan tentang kehutanan dan kewenangan pemerintah kabupaten (pemkab) membuat regulasi pada hutan APL.

Ketua DPD II Golkar Muna Barat itu balik mempertanyakan, APL mana yang dimaksud Pj bupati dan Kadis Kominfo yang akan dibuatkan Perdanya. Setahunya, di Bumi Laworoku, hanya ada sekitar kurang lebih 4.000 hektar hutan APL di Desa Lakanaha yang digunakan perusahaan tebu.

"Kalau wilayah lain, harus ada penurunan status dulu," sentil Uking, Senin (21/8/2023).

Mantan Ketua DPRD Muna itu menyarankan ke pemkab, alangkah baiknya menyelesaikan lebih dahulu HGU perusahaan tebu di Lakanaha yang dampaknya nanti bisa bermanfaat bagi masyarakat banyak.

Baca Juga: Tangan Dingin Bahri Berikan Terobosan di Muna Barat

"Persoalan perlindungan hutan itu menjadi kewenangan Pemrov Sulawesi Tenggara. Mending saat ini, pemkab fokus dulu selesaikan HGU perusahaan tebu itu," terangnya.

Lain lagi alasan membuat Perda agar bisa memproses oknum-oknum perambah hutan, menurutnya tidak masuk akal. Karena, tanpa Perda pun mereka bisa diproses hukum.

Sebelumnya, Kadis Kominfo Muna Barat, Alrahman menerangkan, Pemkab akan membuat Perda, bukan untuk kawasan hutan negara. Melainkan, pada hutan APL yang masih ditemukan namanya hutan-hutan ditumbuhi pohon-pohon dan terdapat beberapa aliran sungai dan mata air.

Untuk menjaga dan melestarikan hutan itu, tak cukup dengan UU kehutanan. Karenanya, pembuatan Perda pada hutan APL dibutuhkan.

"Atas dasar inilah letak Pj bupati canangkan Perda untuk menjaga dan melestarikan kegiatan yang ada di sekitar mata air dan sempadan sungai," ujarnya.

Ia menjabarkan, terkait regulasi kehutanan, yakni berdasarkan UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Otonomi Daerah, terkait pembagian kewenangan atau biasa disebut urusan konkuren.

Dalam urusan pemerintahan itu dibagi antara pemerintah pusat dan daerah provinsi dan daerah kabupaten/kota, salah satunya terkait hutan dan kehutanan yang diserahkan ke pemerintah provinsi, namun dalam pengolahan hutan harus dipisahkan menjadi beberapa bagian, yaitu kawasan hutan negara, hutan di luar kawasan negara bisa berubah menjadi hutan hak, hutan rakyat dan seterusnya.

Dalam kawasan hutan negara itu sendiri, terbagi atas hutan konservasi, hutan lindung, hutan produksi, dan kawasan hutan wisata. Namun dalam kawasan hutan itu diatur sesuai dengan UU Nomor 18 Tahun 2013 tentang Status Kawasan yang dikelola oleh pusat termasuk kawasan hutan yang menjadi kewenangan provinsi.

Dalam inisiasi kawasan lindung perlu juga peraturan UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Kemudian UU Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang.

Penataan ruang terdapat beberapa kawasan yang berbeda dengan kawasan yang ada diatur dalam UU Kehutanan. Sebab dalam penataan ruang terdapat wilayah perlindungan, yang di dalamnya ada mata air, sempadan sungai, sempadan pantai, dan jurang.

Lalu, UU Lingkungan Hidup serta UU Tata Ruang, maka tidak masuk lagi di dalam UU Kehutanan, lebih mengarah pada pengelolaan hutan yang berada di luar kawasan hutan negara.

Selanjutnya, sesuai UU Nomor 41 Tahun 1999 juga menjelaskan dalam menjaga hutan ialah kewajiban seluruh masyarakat Indonesia, maka pemkab diamanatkan untuk melestarikan hutan-hutan yang ada di Indonesia.

Nah, sesuai Kepres Nomor 32 Tahun 1990 mengamanahkan pemkab tingkat I dan II untuk membuat aturan-aturan yang tidak bertentang dengan regulasi di atasnya untuk menjaga kelestarian mata air.

"Jadi, pemkab sama sekali tidak mengambil alih kewenangan provinsi dan pusat, sebab lokusnya berada di luar kawasan hutan negara," tegasnya.

Saat ini, lanjutnya, beberapa hutan yang dimaksud itu masih berada di luar kawasan hutan negara dan masih berpayung hukum Kepres 32 Tahun 1990, terkait pengelolaan kawasan lindung yang masuk dalam zona lindung.

"Inisiasi membuat Perda itu untuk menjaga kerusakan hutan yang berdampak pada bencana alam seperti longsor, banjir dan lainnya di wilayah setempat," terangnya.

Baca Juga: Ini Alasan Pj Bupati Muna Barat Canangkan Perda Kawasan Lindung

Terkait Perda yang mengatur sanksi bagi perambah hutan, nantinya akan disesuaikan dengan regulasi yang akan dikonsultasikan dengan Biro Hukum Pemprov Sulawesi Tenggara dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.

Pasalnya, beberapa kasus dan perkara terkait hal tersebut harus disinkronkan dengan KUHP, UU KLH, UU KSDA yang akan menjadi rujukan.

"Wilayah yang akan dibahas oleh pemkab ialah di luar kawasan hutan negara yang di dalamnya ada sumber mata air, sempadan sungai dan sempadan pantai.

Dalam Perda itu juga nantinya, pemkab tak hanya sebatas mencegah perusakan hutan, tetapi upaya keterlanjuran dari tuntutan lahan pada wilayah yang menjadi zona perlindungan yang dikonsepkan dengan nama kawasan lindung sesuai Kepres yaitu pengelolaan secara keseluruhan terkait merehabilitasi, konservasi tanah dan air hingga pengamanan di wilayah tersebut. (B)

Penulis: Sunaryo

Editor: Kardin

 

* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS 

Baca Juga